Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Tebar Kebaikan para Kick Andy Heroes

Mediaindonesia.com
29/3/2021 15:16

PELITA kebaikan tidak pernah padam. Negeri ini patut bersyukur bahwa selalu ada sosok-sosok yang senantiasa menebar kebaikan, berbagi, dan menumbuhkan harapan banyak orang di setiap aksinya. Seperti para pahlawan yang dinobatkan sebagai Kick Andy Heroes 2021, sebuah penghargaan bagi sosok-sosok inspiratif yang pernah menjadi narasumber pada program yang genap berusia 15 tahun ini.

Kick Andy Heroes tahun ini menetapkan lima sosok. Mereka adalah Irfan Amalee-Eric Lincoln Maxey (Peace Generation Indonesia), Bripka Nur Ali Suwandi (Rumah Singgah Bumi Damai), juru parkir Puger Mulyono (Yayasan Rumah Lentera Surakarta), Chaim Fetter (Yayasan Peduli Anak), dan Wallace Dean Wiley (Yayasan Papua Harapan). Penghargaan lain diberikan kepada Riza Azyumarridha-Wahyu Budi Utami (Rumah Mocaf) sebagai Young Heroes dan dokter Yusuf Nugraha (Klinik Harapan Sehat) sebagai pahlawan pilihan pemirsa.

Irfan Amalee atau yang akrab disapa Irfan dan Eric Lincoln Maxey (Eric) adalah pendiri gerakan Peace Generation atau Gene­rasi Cinta Damai. Kini, gerakan Peace Generation sendiri sudah menjadi sebuah yayasan. Lahirnya Peace Generation berawal dari pertemuan antara Irfan dan Eric sebagai warga kebangsaan Amerika Serikat pada 2006.

Baca Juga: Nyala Terang Penjaga Asa Indonesia

Saat itu, Eric menjadi guru Bahasa Inggris di suatu kelas di kantor Penerbit Buku Mizan tempat Irfan bekerja.  “Ceritanya itu, ketika saya bilang ke guru saya, Eric Lincoln, bahwa saya tidak suka negaranya, ­Amerika Serikat. Respons Eric saat itu terkaget-kaget. Tapi belakangan dia menjadi guru sekaligus sahabat saya,” kata Irfan.

Akhirnya, mereka mendirikan Peace Generation Indonesia dengan modul 12 nilai Perdamaian. Dalam menyebarkan virus perdamaian, Irfan juga dibantu oleh para aktivis perdamaian dari berbagai daerah, biasanya mereka disebut sebagai Peace Maker. Dia mengibaratkan kerja para penggerak komunitasnya ini seperti tenaga pemasaran dan penjualan.

Pemakai atau pembelinya adalah para agen dari latar belakang agama, daerah dan etnis yang berbeda yang dipertemukan dengan berbagai kegiatan. Irfan mengaku Program Peace Generation menjangkau audiens sebanyak 10.383 di berbagai wilayah Indonesia. Angka tersebut belum termasuk chapter peacegen di Makaysia dan Filipina, yang datanya belum sempat dipilih.

Baca Juga: Mengubah Budaya Nikah Muda lewat Perpustakaan

Program terbaru dari Peace Generation antara lain Breaking Down The Walls, yaitu menghancurkan tembok pra­sangka antara sekolah muslim dan kristen di Poso dan di Solo yang melibatkan 4 sekolah dan 569 siswa. Di tahun ini mereka berdua juga meluncurkan buku 12 Nilai Perdamaian Versi Budhis.

Selanjutnya ada Bripka Nur Ali Suwandi. Ia adalah ada sosok polisi yang sejak lama hidup dalam kesederhanaan. Namun di balik kesederhanaanya, ia mampu membangun Rumah Singgah Bumi Damai untuk anak-anak terbuang, yatim piatu dan kaum dhuafa sejak 2008.

Saat ini, Rumah Singgah Bumi Damai sudah mampu menampung 113 anak binaan.
Sebelum menjadi anggota polisi, Pria berusia 40 tahun ini pernah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Jombang, Jawa Timur. Sebelum mendaftar jadi polisi, Bripka Ali meminta restu gurunya dan beliau berpesan kepadanya untuk menjadi polisi yang selalu mencintai dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Doa dari sang guru inilah yang membuat Bripka Ali memulai kegiatan sosialnya setelah ia diterima sebagai polisi.

Selain menjadi pembina di Rumah Singgah Bumi Damai, Bripka Ali kerap melakukan kegiatan mulia lainnya dengan membangun masjid di daerah pelosok Gunung Kidul. Selain itu Bripka Ali bersama relawan lainnya telah membangun kurang lebih 11 masjid di daerah pelosok Gunung Kidul sejak 2010.

Kemudian ada Puger Mulyono, seorang juru parkir yang membaktikan diri di Yayasan Rumah Lentera di Surakarta yang ia dirikan bersama teman-temannya untuk menaungi anak-anak dengan HIV/AIDS yang ditelantarkan oleh keluarganya atau diasingkan masyarakat.

Untuk membuka yayasan tersebut, dia rela menjual motornya untuk menyewa rumah kontrakan di kawasan Mangkuyudan selama dua tahun untuk menjadikan kontrakan tersebut sebagai sekretariat Rumah Singgah Lentera.

Inisiatifnya menjadi orangtua asuh anak-anak positif HIV/AIDS muncul setelah ia mengiikuti pelatihan pendampingan anak-anak pengguna narkoba dan pengidap HIV/AIDS. Anak asuhnya tidak hanya dari Solo, tetapi juga dari Pacitan, Batam, hingga Timika Papua. Dibantu sang istri, Puger harus memenuhi kebutuhan mereka. Mulai dari keperluan sehari-hari, obat, hingga sekolah. Puger menyekolahkan anak-anak tersebut di sekolah swasta.

Puger banyak menjumpai penolakan anak dari keluarganya, seperti anak yang dibuang dan ditemukan di kandang ayam, ada yang ditinggal di rumah sakit dengan administrasi terkatung-katung. Selain itu ada anak yang sudah tinggal bersamanya di yayasan tetapi dikucilkan masyarakat, pernah terjadi anak tersebut dilempar batu hingga trauma.

Sosok inspiratif selanjutnya merupakan warga negara Belanda yang tergerak hatinya untuk mendirikan Yayasan Peduli Anak. Ialah Chaim Fetter. Melalui Yasayan Peduli anak, dia ingin memberi kesempatan kepada setiap anak di dunia untuk hidup bahagia dan sehat, bebas dari kemiskinan, eksploitasi, dan kekerasan.

Yayasan Peduli Anak sudah meluluskan lebih dari 1150 anak dari asrama dan sekolah. Ada pula bantuan anak-anak usia sekolah termasuk dengan keluarganya melalui program perawatan keluarga off campus, kurang lebihnya 9000 anak yang telah terbantu. Dan lebih dari 22 ribu anak jalanan, anak terlantar, yatim piatu, bantuan kesehatan telah terbantu.

Ketika usianya masih muda, Chaim Fetter sudah bertanya tentang hakikat hidupnya, “Untuk apa dan apa yang saya kejar dari hidup?” Pertanyaan itu terlontar dari pria asal Belanda ini, di usia 23 tahun ketika ia sudah memiliki segalanya, mulai harta, perusahaan, sampai kesenangan duniawi lainnya. Pada 2004 ketika liburan ke Lombok, ia melihat banyak anak jalanan yang minta-minta, padahal beberapa dari mereka mengatakan ingin sekolah lagi.

“Melihat anak kecil berjuang di jalanan, menahan lapar ketika mereka sebenarnya masih ingin bersekolah, membuat hati saya tergerak menyelamatkan mereka. Ternyata ini yang membuat saya tahu untuk apa saya hidup,” kata Chaim.

Pada 2020, Yayasan Peduli Anak sedang memulai untuk membuka cabang di Taliwang dan Sumbawa Besar, karena 30% anak datang ke Lombok oleh Dinas Sosial. Dalam rencana jangka panjang, Yayasan Peduli Anak akan memperluas bantuan dengan membangun yayasan di Kupang pada 2022, Maumere pada 2023, Sumba pada 2024.

Sosok pemenang Kick Andy Heroes terakhir adalah Wallace Dean Wiley, 72. Pria asal Amerika Serikat (AS) ini resmi menyandang status sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) sejak 23 Mei 2019. Wally sudah 42 tahun tinggal di Kabupaten Jayapura dan selama 38 tahun berkecimpung di dunia penerbangan melalui MAF Aviation, sebuah perusahaan penerbangan perintis.

Empat tahun terakhir, dia mulai mengabdikan diri untuk pendidikan anak-anak Papua dengan mendirikan Yayasan Papua Harapan. Yayasan ini sudah berjalan sejak tahun 2008 dengan mendidik delapan anak dari Kabupaten Intan Jaya.
Pendidikan yang diberikan mulai dari tingkatan TK.

Wally mendirikan sekolah di Papua, berawal dari rasa frustrasi karena perusahaannya tidak pernah bisa merekrut pilot dan mekanik pesawat dari penduduk asli setempat. “Dulu saya kepala MAF. Saya frustasi karena kami tidak dapat seorang Papua sebagai pilot atau mekanik,” ceritanya.

“Di situ saya mulai tanya kenapa kami gagal terus dan setelah saya kumpulkan banyak orang untuk bicarakan hal itu akhirnya kami putuskan bahwa itu sebetulnya dalam hal problem solving,” katanya.

Sementara untuk kategori Young Heroes, pilihan jatuh kepada Riza Azyumarridha. Dia dan rekan-rekannya membuat sebuah komunitas yang kemudian dinamakan Sekolah Inspirasi Pedalaman Banjarnegara. Tahun 2017, Riza mengonsep Rumah Mocaf dan pada awal tahun 2018, Rumah Mocaf secara legal menjadi perusahaan yang berlandaskan asas sociopreneurship, dengan tujuan agar mampu meningkatkan kese­jahteraan petani singkong dan masyarakat, khususnya di Banjarnegara.

Bersama timnya, riset mereka lakukan dan menemukan bahwa Banjarnegara memiliki potensi sebagai penghasil singkong terbesar kedua se-Jawa Tengah. Konsep yang dibentuk Riza, membuahkan hasil yang memuaskan. Saat ini pemasaran tepung Mocaf sudah mulai merata ke da­erah-daerah di seluruh provisi Jawa Tengah.

Terakhir, pahlawan pilihan pemirsa jatuh kepada Yusuf Nugraha. Pria kelahiran Cianjur 29 Maret 1981 ini adalah seorang dokter umum yang mendedikasikan ilmunya untuk menolong orang-orang yang mengalami keadaan ekonomi yang tidak beruntung.

Sembari mendirikan Klinik Harapan Sehat, pada tahun 2009 Yusuf dan sang istri turun ke jalanan di daerah Cianjur untuk berbagi dengan masyarakat kurang beruntung lainnya. Setiap sekali dalam satu minggu jam 9 malam, mereka berangkat untuk membagi-bagikan nasi bungkus, pakaian pantas pakai, dan juga obat-obatan, dan baru kembali pulang jam 12 malam. (Ifa/S2-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya