Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

LIPI: Tempe Berpotensi Sebagai Kandidat Obat Kanker

Zubaedah Hanum
10/1/2021 08:05
LIPI: Tempe Berpotensi Sebagai Kandidat Obat Kanker
Riset tempe sebagai kandidat obat kanker.(Instagram)

TEMPE yang terbuat dari kedelelai yang difermentasikan melalui kapang Rhizopus merupakan produk pangan fungsional asli Indonesia yang populer. Dari hasil riset, ternyata tempe juga memiliki potensi sebagai sumber antioksidan dan pengurang risiko kanker.

"Hal ini dikarenakan tempe mengandung isoflavon, yaitu antioksidan pencegah kanker yang mencegah oksidasi berlebihan dalam tubuh," sebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam unggahan di akun Instagramnya.

Untuk membuktikan itu, sejumlah peneliti dalam kelompok penelitian kimia pangan LIPI melakukan riset. Mereka mencoba membuktikan bahwa ekstrak minyak tempe dapat mencegah sel kanker untuk berkembang.

Hasilnya, semakin lama waktu fermentasi dapat meningkatkan kemampuan tempe untuk menghambat pertumbuhan sel kanker.

Peneliti mengeringkan sampel tempe dan diekstraksi dengan pelarut air, etanol, ekstrak aseton, serta minyak tempe. Lalu, sampel itu difermentasi dalam berbagai waktu mulai dari 0 hingga 156 jam, guna mengetahui riset transformasi isoflavon. Semakin lama warna minyak tempe akan berubah dari kuning keemasan menjadi abu-abu pekat.

Peneliti lalu melakukan foto kultur terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan menyimpulkan, waktu fermentasi ekstrak tempe yang lebih lama hingga 108 jam, baik ekstrak aseton maupun etanol dapat menaikkan kemampuan tempe untuk menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 dan reaksi oksidatif.

Pada foto kultur sel kanker payudara MCF-7 yang diberi ekstrak dengan viabilitas 5% maka ekstrak menjadi sangat toksik (beracun). Sementara dengan viabilitas 80% ekstrak menjadi tidak toksik.

Dari riset ini LIPI berpendapat, tempe bisa dimanfaatkan sebagai kandidat obat kanker. Hal itu tentu membutuhkan kolaborasi dengan peneliti dari bidang lain serta dukungan riset dan teknologi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya