Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Sepak Terjang Perfilman Kita dalam Benak Garin

MI
28/11/2020 03:15
Sepak Terjang Perfilman Kita dalam Benak Garin
(MI)

BUKU anyar karya maestro film Indonesia Garin Nugroho, Memoar Garin Nugroho: Era Emas Film Indonesia, menjadi salah satu buku yang diluncurkan dalam perhelatan Mada ni Film Festival 2020 pekan ini.

Melalui buku setebal 216 halaman ini, Garin memotret sebagian sejarah perfi lman Indonesia sepanjang 1998 hingga 2019 yang berkelindan dengan dirinya.

Sineas yang awalnya sempat menekuni profesi jurnalis itu mengungkapkan bahwa sosok kritikus sastra Salim Said-lah yang mendorongnya untuk menulis buku tentang kiprahnya di dunia perfilman. Ia pun akhirnya memilih untuk menuliskan kisahnya dalam format memoar karena merasa lebih bebas untuk menuliskan apa saja sesuai dengan perspektif pribadinya dalam format tersebut.

“Awalnya saya hanya ingin menulis hal yang bersifat pribadi saja, kesan-kesan saya saat masa kecil ketika melihat Lilik Sudjio yang membikin Gundala, kemudian saya hubungkan dengan filmnya Joko yang sekarang. Hal-hal sepele yang sifatnya pribadi ini baru saya sadari ternyata mengandung nilai sejarah. Karena mengandung sejarah, saya pun terpaksa membaca buku kembali, membuka referensi kembali,” ungkap Garin dalam peluncuran bukunya secara daring, Rabu (25/11).

Buku ini terbilang unik. Tidak saja menautkan diri sang penulis pada sejarah perfi lman di Indonesia, tapi juga mendudukkan konteks  perfilman Indonesia masa kini dalam kronik sejarah dengan latar pengalaman pribadi Garin Nugroho.

Beberapa pokok perbincangan seputar film yang menurut amatan Garin menarik sepanjang 1998 hingga 2019 tak luput dari kupasannya, seperti bab tentang film horor, film remaja, superhero, hingga masalah sensor.

Dua bab akhir dalam buku ini, menurut pengakuan Garin, ialah bab yang sangat penting untuk perfi lman Indonesia saat ini. Bab final yang ia beri tajuk ‘Catatan Sutradara’ ini berisi pandangan-pandangannya terhadap rekan-rekan sejawat sesama sutradara yang telah berkiprah dalam perfilman Indonesia.

“Seharusnya itu ada 65 sutradara, tetapi yang termuat dalam buku ini tidak sampai 35 sutradara karena bukunya sudah terlalu tebal, ya. Ada sekitar 20 sutradara yang belum masuk ‘Catatan Sutradara’,” jelas pria yang meraih gelar sutradara terbaik lewat film Kucumbu Tubuh Indahku dalam Festival Film Indonesia tahun lalu.

Hadir sebagai pembahas dalam acara peluncuran buku tersebut ialah Hikmat Darmawan, pengamat budaya pop yang juga menjabat sebagai Board dari Madani Festival 2020. Hikmat melihat banyak kesamaan antara tulisan-tulisan Garin dalam buku anyarnya dan karakter yang terdapat pada film-filmnya.

“Saya kira memoar ini unik sekali, saya melihat kesamaan antara pendekatan Mas Garin saat menulis dengan Mas Garin ketika membuat film. Ada semacam ungkapan, kalau Garin Nugroho itu estetikanya maksimalis dalam film, satu frame aja bisa banyak sekali yang bisa dimasukkan. Konsep estetika ini yang juga ia pakai di buku ini,” papar Hikmat.

Menurutnya, ada banyak hal seputar perfilman Indonesia yang disempalkan Garin dalam tulisantulisannya. Walau terkesan sporadis, dianggapnya informatif lantaran berasal dari ‘orang dalam’ yang telah berkarya di dunia perfi lman sejak 1980-an.

“Ibaratnya Mas Garin itu keingat apa, terus dimasukin aja semua di halaman-halaman ini gitu. Kita para pembacanya akan ditarik masuk dalam rimba belantara informasi buku ini. Justru di situ menariknya karena ada banyak bahan yang bisa kita ambil,” imbuhnya.

Kesan yang sama juga disampaikan oleh aktris pendatang baru Putri Ayudya. Putri yang telah membaca buku Memoar Era Emas Film Indonesia mengungkapkan bahwa buku tersebut akan sangat membantu bagi orang-orang yang tertarik untuk mendalami dunia perfilman Indonesia.

“Jadi untuk temen-temen yang pengen tahu peta film Indonesia, perjalanan film Indonesia, dari dulu sampai sekarang seperti apa, akan sangat menyenangkan kalau baca bukunya Mas Garin yang ini. Memoar ini disampaikan dengan bahasa sehari-hari, jadi kita nggak akan berjarak dengan bukunya. Kita akan dapat bayangan yang lebih jelas, tapi juga sekaligus menyeluruh tentang perkembangan film Indonesia,” pungkas Putri. (Bus/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya