Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
DI masa pandemi covid-19 sekarang ini, keseharian siswa ikut berubah. Mereka tidak lagi sesering biasanya berinteraksi bersama dengan teman sebayanya. Namun, hal tersebut tidak lantas membuat mereka berhenti peduli antar sesama.
Pengamat sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menyampaikan berbicara soal siswa tentunya tidak terlepas dari rentan usia anak usia sekolah. Tentunya, di masa rentan usia seperti itu mereka cenderung melakukan fotocopi perilaku orang tua.
“Pandangan orang tua, perilaku orang tua tentu punya peran yang cukup besar bagi para siswa. Apabila mereka menunjukkan rasa empati pada korban covid-19, mengajarkan protokol kesehatan di era new normal tentu mereka akan mencontoh,” jelas Devie kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu.
Adapun bila usia pelajar masuk ke dalam usia remaja, mereka akan lebih jauh mendengarkan temannya atau siapa pun yang layak mereka kagumi. Misalnya influencer. Sehingga yang berperan menanamkan sikap empati atau kepedulian di masa pandemi bagi para remaja lebih banyak dilakukan oleh para influencer.
“Kalau dibilang generasi millenial atau gen Z enggak peduli, itu salah besar. Bahkan mereka itu jauh lebih di depan, lebih peduli dan lebih sensitif terhadap fenomena sosial, kepedulian mereka bahkan lebih luas,” jelas Devie.
Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Ahmadi menerangkan bentuk kepedulian siswa selama masa pandemi tentu tidak harus peduli terhadap teman satu kelas. Namun, kepedulian di masa pandemi saat ini dicerminkan dari kepedulian pada lingkungan sekitar.
“Tentu kepedulian saat ini yang dimaksud bukan harus satu kelas, tapi kepedulian pada lingkungan sekitar, bagaimana mereka berperan mengedukasi masyarakat dengan membagikan masker, agar masyarakat sadar akan pentingnya memakai masker di masa seperti saat ini,” ungkap Cecep kepada Media Indonesia.
Cecep mengatakan, edukasi kepada masyarakat saat ini amat beragam. Mulai dari menyebarkan poster terkait 3M (Mencuci tangan, Memakai Masker, dan Menjaga Jarak), hingga mengumpulkan donasi untuk disalurkan kepada mereka yang terkena dampak pandemi.
Selain itu, lanjut dia, kolaborasi pembinaan siswa antara guru dan orang tua harus ideal. Sehingga bagaimana cara menanamkan pendidikan karakter kepada siswa bisa terus berlanjut meski di masa pandemi.
“Bisa dengan dibuatkan catatan harian dari orang tua apa saja yang dikerjakan siswa di rumah hari ini dan dilaporkan pada guru sehingga tetap ada penilaian dari pihak sekolah,” jelas dia.
Menurut Cecep, memang butuh kreatifitas pembelajaran dari para guru agar di masa pandemi seperti saat ini belajar tidak membuat peserta didik jenuh.
Dukungan moral
Arumi, salah satu orang tua murid di wilayah Bekasi, Jawa Barat, mengaku memiliki beberapa cara agar anaknya tetap peduli sesama di masa pandemi saat ini, terutama bagi mereka yang terdampak pandemi covid-19.
Bahkan, dirinya selalu menanamkan kepada anak-anaknya agar tidak menjauhi penderita covid-19, tetapi sebaliknya ikut mendukung pasien dengan dukungan moril tetapi tetap menjalankan protokoler kesehatan covid-19 secara ketat.
“Kan ada masa ketika kita tuh justru takut dan khawatir tertular penderita covid-19, padahal mereka yang statusnya OTG (orang tanpa gejala) atau lainnya itu sangat membutuhkan bantuan kita, terutama dalam memberikan dukungan moral,” jelas dia.
Ia lantas membagikan cara bagaimana agar mengajarkan anak tetap peduli kepada sesama dimasa pandemi covid-19. Pertama, menyediakan waktu luang bersama untuk mendoakan pihak-pihak yang kesulitan. Kedua, mengajak anak-anak untuk menyiapkan sembako bagi mereka yang kurang mampu.
“Sebab di masa sekarang banyak warga yang kesulitan mendapatkan bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari akibat akses yang sulit ke pasar atau supermarket, bahan-bahan pokok yang sudah habis, atau kekurangan biaya. Engga harus mewah tetapi yang penting adalah niat dan keikhlasannya,” jelas dia.
Ketiga, memberikan pemahaman soal pentingnya rasa bersyukur terhadap kondisi sekarang. Keempat, mengajarkan anak-anak agar lebih sabar menjalani aktifitas menjaga jarak selama pandemi.
Menurut Rumi, penerapan pembatasan jarak dengan orang lain atau social distancing menyebabkan setiap orang melakukan lebih banyak kegiatan di rumah saja. Seperti bekerja, bersekolah, dan beribadah dari rumah.
“Rutinitas baru ini terkadang membuat anak menjadi lebih mudah bosan karena anak lebih sering menghabiskan waktu di sekolah dan bermain di luar rumah. Namun dengan kondisi seperti ini, ajarkan anak untuk lebih sabar di rumah,” tandas dia.
Di sisi lain, tambah Rumi, ketidakpedulian menjadi salah satu alasan mengapa jumlah penderita covid-19 terus bertambah. Pandemi covid-19 itu memaksa kita sebagai manusia untuk menemukan cara baru dalam menyeimbangkan kondisi pembatasan sosial dan memunculkan kepedulian kepada sesama manusia lainnya.
Saat ini adalah masa ketika bentuk kepedulian itu dapat dilakukan dengan sederhana. Bahkan hal ini adalah yang pertama dalam kehidupan untuk tetap tinggal di rumah sebagai suatu bentuk kepedulian.
Dengan kata lain, kontribusi perubahan perilaku individu terhadap pandemi itu dapat dilakukan secara praktis. “Isolasi dan karantina mandiri pada saat ini dapat diartikan sebagai bentuk kepedulian,” pungkas Rumi. (Gan/S3-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved