Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PENCEGAHAN dan penghentikan kekerasan terhadap perempuan harus dilakukan secara sistemis, integratif, dan multisektor. Sistem hukum perlu diperkuat dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar dapat memberikan aspek perlindungan kepada perempuan korban kekerasan.
Demikian disampaikan komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor dalam webinar Antikekerasan Berbasis Gender yang diselenggarakan Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud di Jakarta, Sabtu (21/11).
“Hal pertama yang perlu dilakukan ialah penguatan agensi semua anak untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan. Setiap anak sejak dini harus diajarkan bahwa kekerasan apa pun bentuknya itu dilarang, “ ujar Maria Ulfah.
Langkah selanjutnya ialah meningkatkan akses dan kualitas layanan perlindungan anak, khususnya perempuan. Ia menambahkan,
diperlukan peran sekolah yang terintegrasi dengan orangtua dalam perlindungan anak. Ia mencontohkan perjalanan anak dari ke rumah menuju sekolah dan sebaliknya.
“Aspek ketiga yakni peningkatan peran orangtua, keluarga, guru, dan anggota masyarakat (sekolah, pesantren, ormas, dan dunia usaha) dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya.
Maria Ulfah mengatakan pula, diperlukan penguatan kerangka hukum dan kebijakan peraturan dan penguatan koordinasi lintas
kementerian/lembaga, media, daerah, dunia usaha, dan lainnya. KUHP saat ini, lanjut dia, hanya mengenal istilah perkosaan, pencabulan, dan persetubuhan. Tindak pidana perkosaan dalam KUHP belum mampu memberikan aspek perlindungan kepada perempuan korban kekerasan seksual sehingga tidak dapat menuntut keadilan. “Solusinya adalah disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Kami meminta agar segera dibahas kembali di DPR,” kata dia.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Women’s Crisis Centre (WCC) Palembang Yeni Roslaini Izi menyatakan kasus pemerkosaan di wilayah Provinsi Sumatra Selatan hingga November 2020 masih tinggi. Pihaknya meminta kepada jajaran Polda Sumsel untuk menangani kasus pemerkosaan secara serius dan menjerat pelakunya dengan hukuman seberat-beratnya untuk memberikan efek jera. “Tindakan tegas dan hukman berat diharapkan dapat meminimalkan kasus pemerkosaan dan tindak kejahatan terhadap perempuan lainnya,” kata Yeni. (Ant/H-3)
Hasil kajian juga menyebutkan bahwa kekerasan dalam bentuk verbal dan psikis/emosi adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak dengan disabilitas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melontarkan kecaman keras atas insiden kekerasan yang menimpa dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, di RSUD Sekayu
Pasukan Garda Nasional mulai terlihat berpatroli di Washington DC, sehari setelah perintah Presiden AS Donald Trump.
Hasanuddin mengatakan lingkungan militer memang keras. Namun, sejak 1974 telah dikeluarkan instruksi yang melarang hukuman fisik berupa pemukulan atau penyiksaan.
Wali Kota Washington DC, Muriel Bowser, akan berupaya menjaga kepercayaan warga di tengah pengerahan aparat federal
Pentingnya sinergi antara perguruan tinggi dan LLDIKTI dalam mengawal kasus kekerasan di kampus.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved