Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PENGAMAT pendidikan nasional Darmaningtyas menyarankan penanaman toleransi sebagai salah satu langkah untuk memutus wabah intoleransi di dunia pendidikan dilakukan melalui pendekatan sosial, budaya dan seni, terutama dengan budaya lokal.
”Saya lebih memilih pendekatan itu karena biasanya orang yang memahami dan mengerti tentang budaya, itu sikap toleransinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengenal.” ujar Darmaningtyas dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (19/11).
Menurut dia, bila pendekatannya itu melalui materi seperti P4, materi Pancasila, agak sulit untuk bisa diterapkan. Sebab hal itu berarti harus melawan arus dengan narasi yang sudah dibangun oleh ideolognya,
Menurut alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, penanaman toleransi melalui pendekatan sosial, seni dan budaya bisa jauh lebih cair.
Oleh karena itu, ia menyarankan sebaiknya pemerintah menggalakkan kegiatan-kegiatan seni budaya di masing-masing wilayah. Seperti di Yogyakarta hampir setiap sekolah ada gamelan yang dijadikan instrumen untuk pendidikan karakter.
”Oleh kerena itu semestinya jam pelajaran seni dan budaya itu ditambah, bukan malah dikurangi. Sekarang ini kan yang ditambah itu malah pelajaran agama, sementara yang dikurangi justru malah pelajaran seni dan budayanya. Perlu dilakukan kalau mau agak sistematik dan jangka panjang untuk menangkal intoleranssi di lingkungan sekolah, yaitu melalui penanaman sosial, seni dan budaya itu tadi,” paparnya.
Dia menyampaikan kalau metode yang digunakan, seperti Penataran P4 tidak akan signifikan, karena Rohis (Rohani Islam) di sekolah itu sudah menjadi kekuatan tersendiri.
Padahal pembinaan pendidikan agama Islam itu lebih baik di lakukan oleh guru agama, bukan malah dilakukan oleh seniornya atau mahasiswa yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.
”Kalau misalkan untuk mengurangi kebosanan karena pelajaran agama juga ketemu guru agama maka bisa mendatangkan ustad-ustad yang paham kebangsaannya yang tinggi. Dan jangan diserahkan kepada mahasiswa atau seniornnya,” jelasnya.
Dirinya mengakui bahwa memang tidaklah mudah untuk mengikis virus intoleransi yang ada di lingkungan sekolah untuk saat ini, karena penyebarannya sudah sistematis, karena guru-gurunya rata-rata juga sudah terkontaminasi.
Hal ini sangat berbeda dengan di jaman sebelum tahun 90-an, yang guru-gurunya relatif belum terkontaminasi oleh berbagai aliran, kata Darmaningtyas.
“Karena waktu kuliah saat itu juga mereka mungkin tidak terlalu aktif di organisasi, jadi relatif mereka nggak terkontaminasi. Sehingga ketika mengajar pun mereka tidak mengajarkan ideologi. Tetapi pasca reformasi, organisasi-organisasi seperti HTI itu sangat marak di kampus-kampus,” ujarnya.
Selain itu, menurut mantan Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini adalah ketidaktahuan orang tua murid dalam memilih sekolah berbasis agama bagi anaknya, utamanya di tingkat SD yang mana sebetulnya itu penyebaran intolerasinya tinggi.
“Orang tua banyak yang tidak tahu mengenai latar belakang sekolahnya seperti apa, guru-gurunya seperti apa, termasuk sekolah yang berafiliasi dengan ideologi yang menganut intoleransi tadi,” katanya
Untuk itu pria yang juga anggota Dewan Penasehat CBE (Center for The betterment of Education) itu juga berpesan agar jangan sampai penanaman ideologi ini menjadi doktriner, sebab bila menggunakan metode doktriner pasti menimbulkan resistensi.
Menurut dia, metodenya yang harus diubah, seperti seni dan budaya itu pesan-pesan ideologinya akan bisa disampaikan, tanpa terasa doktriner.
”Pemerintah harus punya sikap tegas terhadap pendidik atau kepala sekolah atau pejabat publik yang bersikap intoleran. Itu harus dicegah, apalagi guru, kepala sekolah yang seharusnya mengajarkan toleransi kepada muridnya, kok malah dia menanamkan benih-benih intoleran, harus dicopot itu,” tegas Pengurus Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK) itu. (Ant/OL-09)
Raden Ajeng Kartini, seorang Pahlawan Nasional Indonesia, memperjuangkan hak pendidikan, kesetaraan gender, dan hak-hak perempuan di masa penjajahan Belanda.
Agar anak-anak lebih semangat belajar, Bunda bisa memanfaatkan konten video pembelajaran yang dikemas menarik. Dengan cara itu, proses belajar menjadi lebih menyenangkan.
Hingga saat ini, melalui penjualan pakaian yang diproduksi oleh One Fine Sky bersama para dreamers atau kolaborator, telah berhasil mendonasikan 22.557 seragam
Program kuliah online bisa menjadi alternatif cara bagi para pekerja untuk meraih gelar sarjana. Seperti apa prosesnya?
Sedang memilih sekolah untuk si kecil? Idealnya, lokasinya jangan terlalu jauh dari rumah untuk mencegah kelelahan anak maupun orang tua.
Di tengah kondisi rakyat Indonesia yang membutuhkan protein untuk mengatasi stunting, potensi kekayaan harus dimanfaatkan optimal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru saja mendirikan Komisi Koneksi Sosial, menetapkannya sebagai "prioritas kesehatan global"
Dalam merencanakan menikah sepatutnya memperhatikan sisi ekonomi atau ketika sudah mapan.
Kelompok Sehati Bantu Pemkot Bogor dengan aksi sosial membantu warga terdampak pandemi covid-19. dengan aksi sosial membagikan bansos.
STUDI terbaru menunjukkan interaksi sosial dapat memprediksi risiko penurunan kognitif manusia dan mungkin potensi demensia.
YAYASAN Amazing New Beginning, yang bergerak di bidang sosial seperti kesehatan, terus menggugah sesama anak bangsa untuk saling peduli pada sesama
Menurut studi, berinteraksi dengan hewan peliharaan dapat membantu anak-anak belajar tentang konsep sosial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved