Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Bakter Superbug Muncul Akibat Antibiotik Berlebihan di Peternakan

Ferdian Ananda Majni
17/11/2020 15:51
Bakter Superbug Muncul Akibat Antibiotik Berlebihan di Peternakan
Peternakan Ayam.(Ilustrasi)

WORLD Animal Protection (WAP) “Memicu Krisis Pandemi” melaporkan pada Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia (18-24 November 2020) menemukan bahwa superbug yang kebal antibiotik muncul di peternakan dari penggunaan antibiotik yang berlebihan dan memasuki rantai makanan dan lingkungan masyarakat.

Hampir tiga perempat antibiotik dunia digunakan pada hewan, mayoritas di peternakan pabrik dengan antibiotik yang digunakan untuk menopang praktik-praktik kesejahteraan rendah seperti memelihara ayam pedaging yang cepat tumbuh yang semuanya ditempatkan dalam kondisi yang penuh tekanan dan sempit. Situasi ini memberikan tempat berkembang biak yang sempurna untuk penyebaran infeksi dan munculnya penyakit.

Baca juga: Hoaks soal Ayam Broiler Disuntik Hormon, Ini Faktanya

"Ini adalah bisnis yang berisiko - ketika bakteri super ditularkan dari hewan ke manusia, mereka membuat orang kurang mampu melawan penyakit. Sudah 700 ribu orang meninggal setiap tahun akibat infeksi yang tidak dapat diobati dengan antibiotik. Pada tahun 2050, ini diharapkan meningkat menjadi 10 juta orang setiap tahun," ujar Ketua Kampanye Peternakan, World Animal Protection, Jacqueline Mills, Selasa (17/11).

Di Indonesia 205.178 ton jutaan ayam pedaging dibesarkan setiap tahun menderita di pabrik peternakan.

Survei Kementerian Pertanian pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 81,4% peternak menggunakan antibiotik pada unggas untuk pencegahan penyakit, 30,2% peternak menggunakan antibiotik untuk pengobatan dan 0,3% masih menggunakannya untuk promosi pertumbuhan. 

Survei juga menemukan bahwa colistin, antibiotik yang tidak digunakan untuk mengobati infeksi serius dalam pengobatan manusia karena sangat beracun, menyumbang 34% dari semua antibiotik yang digunakan oleh peternak sebagai profilaksis atau untuk pengobatan unggas mereka; yang menyebabkan resistensi antibiotik dan masalah kesehatan masyarakat.

Riset konsumen yang dilakukan pada tahun 2019 oleh World Animal Protection menunjukkan bahwa 9 dari 10 konsumen Indonesia khawatir dengan peternakan ayam. Jajak pendapat tahun 2020 di 15 negara juga menemukan bahwa 98% masyarakat Indonesia yang disurvei prihatin dengan superbug yang berasal dari hewan ternak dan 99% prihatin tentang kemungkinan pandemi yang berasal dari hewan ternak.

Polling juga menemukan bahwa responden survei di Indonesia, terdapat 98% prihatin tentang superbug yang berasal dari hewan ternak, 82% meremehkan jumlah antibiotik dunia yang digunakan pada hewan ternak, makanan super yang menyebabkan efek buruk bagi kesehatan (76%) atau mencemari daging (66%) adalah yang paling mengkhawatirkan, 97% percaya bahwa pemerintah harus memantau dan melaporkan penggunaan antibiotik pada hewan ternak.

Kemudian 76% percaya bahwa antibiotik hanya boleh digunakan untuk mengobati hewan yang sakit, selanjutnya 3 dari 5 akan menolak untuk berbelanja dengan retailer yang tidak memastikan hewan diperlakukan dengan baik dan antibiotik menggunakan tanggung jawab dalam daging yang mereka jual.

"Jika pandemi adalah banjir bandang yang mengejutkan kita, krisis superbug adalah satu-satunya gelombang pasang yang terlalu bisa diprediksi. Kita tidak dapat mengabaikan kontribusi penggunaan antibiotik yang berlebihan di pabrik peternakan meningkatkan resistensi antibiotik, ini adalah bom waktu yang dapat membuat krisis kesehatan masyarakat saat ini menjadi lebih buruk jika antibiotik tidak efektif dalam mengobati infeksi sekunder," pungkasnya.

Sementara itu, Juru Kampanye World Animal Protection Indonesia Rully Prayoga, menyebut Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pertanian perlu meningkatkan standar kesejahteraan hewan, serta memantau dan melaporkan penggunaan antibiotik pada hewan ternak. Retailer, supermarket, dan restoran cepat saji harus menetapkan standar yang jauh lebih tinggi untuk memastikan hewan dalam rantai pasokan mereka diperlakukan dengan baik.

"Antibiotik digunakan secara bertanggung jawab dalam peternakan," jelas Rully

Baca juga: Ayam Kampung vs Ayam Negeri Lebih Sehat Mana, Ini Kata Pakar

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-YLKI, Tulus Abadi mengatakan pihaknya membutuhkan sistem penelusuran rantai pasokan makanan dan transparansi informasi setiap produk peternakan termasuk hewan untuk memastikan konsumen kami aman dan sadar akan penerapan praktik kesejahteraan hewan oleh industri peternakan, supermarket, dan restoran cepat saji.

“Selain itu sangat penting bagi pemerintah untuk lebih serius dan bersinergi dengan semua pihak, termasuk YLKI untuk meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku masyarakat, terutama peternak, retailer dan konsumen dalam menahan laju tingkat resistensi antimikrobakteri, dan harus dilakukan sesegera mungkin sehingga tidak memperburuk kondisi kesehatan masyarakat pada masa pandemi ini," terang Tulus. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya