Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Persingkat Uji Klinik Vaksin di Masa Pandemi, Amankah?

Mediaindonesia.com
12/11/2020 10:07
Persingkat Uji Klinik Vaksin di Masa Pandemi, Amankah?
Kepala Badan POM RI Penny K Lukito.(DOK MI)

Terhitung delapan bulan sudah pandemi COVID-19 menjadi isu kesehatan global yang masih belum terselesaikan. Selama kurun waktu tersebut, belum ada jenis terapi farmakologi yang secara definitif efektif mengatasi virus penyebabnya. Meningkatnya angka kematian (case fatality rate) karenakasus COVID-19 menyebabkan ketersediaan vaksin COVID-19 menjadi kebutuhan yang mendesak.

Proses penemuan produk vaksin baru merupakan perjalanan yang panjang. Seperti halnya menemukan senyawa obat baru yang memiliki fungsi dalam terapi suatu penyakit, perlu ada tahap uji pra-klinik dan uji klinik yang membutuhkan waktulama. Untuk membuktikan khasiat dan keamanan vaksin dibutuhkan waktu beberapa tahun sampai vaksin siap digunakan di masyarakat.

Lalu bagaimana dengan vaksin COVID-19 yang baru memulai proses uji kliniknya di pertengahan tahun 2020 dan diharapkan dapat digunakan secara massal di awal tahun 2021? Poin penting yang mungkin masih menjadi pertanyaan dari masyarakat, apakah durasi tersebut memungkinkan untuk dapat menghasilkan vaksin yang aman digunakan dan efektif dalam mengatasi pandemi COVID-19?

Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyatakan bahwa hal tersebut memungkinkan terjadi. Pada kondisi normal, setiap tahapan proses pengembangan obat dilakukan secara berurutan. Akan tetapi, pada kondisi pandemi COVID-19 seperti saat ini, maka pengembangan dilakukan melalui proses paralel untuk setiap tahap pengembangannya.

“Normalnya, tahap uji klinik produk vaksin baru dilakukan secara berurutan mulai dari uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3. Uji klinik fase 2 baru dapat dilaksanakan jika seluruh hasil uji klinik fase 2 selesai, dan seterusnya untuk uji klinik fase 3. Ini yang menyebabkan waktu pengembangan produk baru menjadi lama. Pada kondisi pandemi ini, proses uji klinik ketiga fase tersebut dapat dilakukan secara paralel, tanpa menunggu masing-masing tahapan selesai terlebih dahulu. Uji klinik fase 2 dan fase 3 dapat dimulai tanpa menunggu fase 1 selesai, sepanjang hasil penyuntikan pada fase 1 tidak ada isu terkait keamanannya dan telah menunjukkan bukti khasiat meski masih terbatas. Jadi waktu uji klinik bisa lebih cepat,” jelas Kepala Badan POM.

Proses tersebut, menurut Kepala Badan POM lagi, berlaku secara global dan dinilai aman serta masih sesuai dengan kaidah ilmiah pengembangan vaksin. Di samping itu, industri pengembang vaksin di masa pandemi ini menggunakan platform pengembangan yang sama dengan kemampuan industri tersebut, sehingga sudah memiliki pengalaman dalam pengembangannya dan tidak memerlukan infrastruktur baru.

“Mengingat kondisi pandemi global COVID-19, maka proses pengembangan vaksin untuk penanganan COVID-19 perlu dipercepat agar masyarakat dapat sesegera mungkin mendapatkan akses terhadap vaksin tersebut,”tegas Kepala Badan POM.

 

Keamanan dan Efektivitas Vaksin COVID-19

Saat ini, proses uji klinik yang dilakukan di Indonesia terhadap kandidat vaksin COVID-19 produksi Sinovac masih terus berlangsung. Uji klinik ini adalah uji klinik multi-center yang dilakukan di lima negara dengan melibatkan lebih dari 15.000 subjek.

Sebagai otoritas pengawas obat, Badan POM terus mengawal proses uji klinik (clinical trial oversight) mulai dari pemberian Persetujuan Protokol Uji Klinik (PPUK) hingga pengawalan melalui inspeksi agar pelaksanaan uji klinik selalu memenuhi Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB), untuk menghasilkan data yang valid.

“Saat ini seluruh subjek uji klinik telah selesai direkrut dengan target 1.620 dan telah mendapatkan 2x suntikan. Tidak terdapat laporan kejadian efek samping yang serius akibat pemberian vaksin uji Sinovac ini,” lanjutnya.

Sekalipun demikian, efek samping ringan dan sedang yang umum dialami setelah proses vaksinasi tetap berpotensi muncul, seperti rasa nyeri di sekitar bagian tubuh yang disuntik, ruam, kemerahan pada kulit, atau demam ringan. Efek ini merupakan reaksi yang wajar sebagai bentuk respons tubuh terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Selain mengawasi pelaksanaan uji klinik, aspek lain yang perlu dikontrol adalah terkait proses produksi dari vaksin yang digunakan selama proses uji klinik maupun yang nantinya akan beredar dan digunakan di Indonesia. Terkait hal ini, Badan POM juga sedang melakukan inspeksi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) pada sarana produksi vaksin Sinovac di Tiongkok. Menurut Kepala Badan POM, inspeksi tersebut dilakukan untuk memastikan kepatuhan pemenuhan standar CPOB oleh produsen, yang sekaligus menunjang penjaminan mutu vaksin yang dihasilkan.

Hal yang perlu menjadi catatan adalah bahwa tidak semua vaksin dapat memberikan proteksi pada 100% populasi. Vaksin yang dianggap baik biasanya memberikan proteksi terhadap penyakit pada minimum 70% populasi. Selain juga tergantung dari durasi respons imun/kekebalan tubuh yang dihasilkan oleh vaksin tersebut. Demikian pula halnya dengan vaksin untuk COVID-19 ini, efektivitas vaksin akan tergantung dari seberapa besar khasiat vaksin untuk menimbulkan proteksi terhadap virus SARS COV-2 dan dipengaruhi pula oleh respons imun tubuh dari pasien penerima vaksin. (OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya