Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
ADA satu kerinduan dan kehilangan yang terlihat jelas dari mimik relawan dokter covid-19, dokter Debryna Dewi Lumanauw, ketika bicara soal pasien. Ya, Dewi mengaku betul-betul rindu bertemu pasien tanpa sekat, tanpa ada pelindung diri baik masker, sarung tangan ataupun baju APD.
Ia berharap pandemi bisa segera berakhir. Dewi pun mengaku sejak pulang sekolah dari luar negeri, ini kali pertama dirinya tetap berada di Jakarta dalam waktu lama.
"Kangen banget periksa pasien tidak pakai APD, tidak pakai sarung tangan, tidak pakai masker. Kangen sekali. Saya kayanya tuh nggak bisa deh kalau periksa pasien tanpa komunikasi dan jalin kedekatan," ujar Dewi dengan mimik wajah haru karena rindu dengan hal tersebut.
Selain menjadi dokter, Dewi juga kerap menyosialisasikan perihal covid-19 di akun media sosialnya. Bedanya dengan yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga lain, Dewi menggunakan bahasa dan analogi sederhana dalam menginformasikan tentang covid-19.
"Responsnya bagus sekali. Banyak sekali 'followers' saya yang DM (direct message) ke saya bilang terima kasih sudah memberikan informasi. Karena kan sebenarnya informasi di luar banyak tapi sayangnya tidak pakai bahasa yang sehari-hari jadi mungkin banyak yang nggak mudeng. Kita pakai perumpamaan yang sederhana saja," tuturnya.
Baca juga: Pancing Interaksi dengan Gambar Menarik di APD
Menurutnya, masyarakat sebetulnya cukup bijak dalam memilah informasi. Namun, masyarakat harus diberikan dasar pemahaman yang baik, data-data yang valid, dan contoh yang benar sehingga mampu mengolah informasi tersebut.
Dewi menegaskan mengedukasi masyarakat memang tidak mudah. Perlu waktu untuk mengubah kebiasaan tapi hal itu bukan tidak bisa dilakukan. Di Hari Pahlawan ini pun ia tidak merasa telah menjadi pahlawan.
"Semua orang bisa menjadi pahlawan. Bahkan semua orang yang menahan diri ada di rumah di masa pandemi ini adalah pahlawan," tegasnya.
(OL-5)
Rendahnya literasi kesehatan di masyarakat juga menjadi faktor penyebab. Banyak warga tidak memahami siapa saja yang memiliki kewenangan legal untuk memberikan layanan medis.
Pada kesempatan tersebut, Bupati Oloan menegaskan pentingnya menjaga integritas dan etos kerja selama berada di luar negeri.
Tunjangan sebesar Rp1,5 juta per bulan diberikan bagi guru dan tenaga kesehatan yang bertugas di pulau-pulau yang lebih dekat.
Serenic.ai percaya teknologi harus meringankan beban tenaga medis, agar setiap detik kembali berarti untuk mengobati pasien dan menyelamatkan nyawa.
Peristiwa perundungan antar-dokter ataupun kasus pelecehan seksual oleh tenaga kesehatan beberapa waktu terakhir ini telah membentuk atmosfer sosial penuh prasangka.
Prefektur Mie di Jepang menyatakan kesiapannya menerima hingga 300 perawat Indonesia setiap tahun, dengan dukungan anggaran subsidi bagi institusi penerima.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved