Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PERJUANGAN Sutomo atau yang lebih dikenal dengan Bung Tomo identik dengan kemampuan orasi dan semangat yang menggebu-gebu. Namun, tidak banyak yang mengekspos perjuangan Bung Tomo sebagai jurnalis.
"Kiprah Bung Tomo di ranah jurnalistik tidak pernah diekspos secara objektif dalam sejarah Indonesia," kata pemerhati sejarah, Abdul Waid, dalam bukunya berjudul Bung Tomo: Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November seperti dikutip, Senin (9/11).
Abdul mengatakan Bung Tomo justru merealisasikan semangat perjuangannya melalui tulisan lebih dulu. Barulah di kemudian hari Bung Tomo lebih rutin mengobarkan semangat perjuangan melalui orasi.
Baca juga: Akses Pendidikan Tanpa Hambatan
"Bung Tomo menuangkan pemikiran dan sikap protesnya terhadap segala kebijakan penjajah dalam tulisan kritis ketika usianya baru 17 tahun,"
papar Abdul.
Bung Tomo memulai karier jurnalistiknya di harian Soeara Oemoem Surabaya pada 1937. Pria kelahiran Blauran, Surabaya, 3 Oktober 1920 itu bertugas sebagai reporter pekerja lepas. Jam kerja yang tidak mengikat membuat Bung Tomo mudah mengatur waktu lantaran ia juga dipercaya sebagai Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Cabang Tembok Duku, Surabaya.
"Meskipun memiliki beberapa aktivitas, kariernya di dunia jurnalistik tidak terbengkalai dan sangat tekun menjalani peran sebagai wartawan," ujar Abdul.
Ketekunan Bung Tomo perlahan membuahkan hasil. Kemampuannya menulisnya terus terasah sehingga menghasilkan berita yang kritis, tidak tendensius, dan mudah dicerna. Rakyat Surabaya mulai melirik nama Bung Tomo dan selalu menantikan tulisannya.
"Beberapa pengusaha media yang mengenal tulisan Bung Tomo menjadi tertarik merekrutnya agar bergabung di media mereka," terang Abdul.
Karier Bung Tomo kian melejit kala dipercaya sebagai redaktur mingguan Pembela Rakyat pada 1938. Padahal, usia Bung Tomo yang masih sangat muda yakni 18 tahun. Namun kemampuan jurnalistiknya melebihi beberapa seniornya.
"Penunjukkan itu didasarkan pertimbangan matang bahwa ia adalah sosok jurnalis yang memang membela orang-orang kecil yaitu orang pribumi," tutur Abdul.
Abdul mengatakan semangat perjuangan Bung Tomo kian membara setelah menjadi redaktur. Penerima lima tanda jasa itu semakin berani mengkritik pemerintah kolonial Belanda dan mengajak rakyat Surabaya melawan penjajah.
Salah satu bukti kelihaian Bung Tomo mencari berita, kata Abdul, terlihat saat ia berhasil meliput proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Sebab, tidak banyak wartawan yang memberitakan peristiwa bersejarah itu. Hasil liputan proklamasi itu dituangkan dalam bahasa Jawa dengan wartawan senior bernama Romo Bintarti. Sengaja tidak ditulis dalam bahasa Indonesia agar tidak disensor tentara Jepang.
Setelah kemerdekaan, Bung Tomo masih rutin mengasah kemampuan menulisnya. Puncak kariernya di bidang jurnalistik adalah menjadi pemimpin redaksi kantor berita Antara pada 1945.
"Dunia jurnalistik mengantarkan kematangan idealismenya menjadi seorang pejuang sejati," terang Abdul. (OL-1)
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Arief Cahyono, mengucapkan selamat atas terpilihnya Ketua Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) periode 2025–2028, Beledug Bantolo.
ALUMNI dari Fikom Unpad akan menghadiri acara pengukuhan pengurus IKA Fikom Unpad periode 2024-2028 di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tengah melanda industri media massa
Mewujudkan kebebasan pers perlu penguatan bersama publik di tengah tantangan, tekanan dan ancaman.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa negara diharapkan segera membangun mekanisme pencegahan agar kekerasan dalam relasi personal yang berakhir dengan kematian dapat dihentikan.
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk-Food Division terus mempererat kemitraan dengan wartawan Solo, melalui berbagai kegiatan, salah satunya buka puasa bareng yang digelar Hotel Lorin Solo, Sabtu (8/3).
Para wartawan yang tewas tersebut bernama Fadi Hassouna, Ibrahim al-Sheikh Ali, Mohammed al-Ladah, Faisal Abu al-Qumsan, dan Ayman al-Jadi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved