Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
THERMOGUN atau termometer inframerah kerap digunakan di tempat umum untuk mengukur temperatur tubuh masyarakat dengan cara diarahkan ke dahi. Alat ini menjadi salah satu alat skrining covid-19 dengan gejala demam, sehingga pengunjung atau pegawai dengan temperatur di atas 37,5 derajat celcius dilarang masuk dan diminta memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan.
Namun, beberapa hari terakhir, masyarakat diresahkan dengan viralnya video di media sosial yang menyatakan alat ini berbahaya karena dianggap menggunakan laser dan merusak otak.
Departemen Fisika Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menampik hal tersebut.
“Alat thermogun untuk skrining temperatur seseorang bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari benda, bukan dengan memancarkan radiasi apalagi laser,” kata Ketua Departemen Fisika Kedokteran dan Ketua Klaster Medical Technology IMERI FKUI Prasandhya Astagiri Yusuf dalam pernyataan tertulis, Selasa (21/7).
Prasandhya menjelaskan, termometer inframerah menggunakan prinsip rambatan panas melalui radiasi. Energi radiasi dari permukaan tubuh ditangkap, kemudian diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan dalam angka digital temperatur derajat celcius pada thermogun.
Baca juga: Thermal Gun Bisa Merusak Otak, Yurianto: Tidak Benar!
Beberapa thermogun industri mungkin saja dilengkapi dengan laser energi rendah, tetapi fungsinya sebagai penunjuk (pointer) untuk ketepatan arah, sehingga tidak ada kaitan langsung dengan fungsi pengukuran temperatur. Sama halnya dengan laser pointer, laser ini tidak ada efek berbahaya untuk otak, tapi jangan sampai menembak ke mata secara langsung karena dapat merusak retina.
“Peran laser dalam suatu thermogun, yaitu membantu operator menentukan titik pusat pengukuran. Namun alat thermogun dengan laser hanya ditemui untuk keperluan pengukuran termperatur di industri, bukan untuk medis,” tuturnya.
Sebagai alat pengukur suhu untuk indikator kesehatan, thermogun direkomendasikan untuk dikalibrasi minimal 1 tahun sekali. Kalibrasi diperlukan agar skrining suhu terjaga akurasinya karena informasi yang salah bisa membuat gagal skrining suhu (positif palsu dan negatif palsu).
Menurutnya, pengukuran temperatur tubuh dengan thermogun tidak bisa dijadikan acuan utama terkait apakah seseorang menderita covid-19 atau tidak, karena pasien covid-19 bisa muncul tanpa gejala demam.
“Kami berharap penggunaan thermogun secara luas di tempat-tempat publik seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, dan layanan transportasi publik disertai dengan SOP yang jelas,” pungkasnya.(OL-5)
Dalam menghadapi ancaman Covid-19 ini, Pemko Banjarmasin mulai melakukan mitigasi dengan melibatkan semua sektor.
KETUA Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene menilai lonjakan kasus covid-19 saat ini harus menjadi peringatan penting bagi pemerintah dan masyarakat.
KEPALA Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengimbau masyarakat Indonesia untuk kembali menerapkan protolol hidup sehat menyusul lonjakan kasus Covid-19
Sejulah atlet yang berkompetisi di Olimpiade Paris 2024 terjangkit Covid-19. Terbaru, perenang Inggris Adam Peaty dinyatakan positif setelah lima atlet polo air Australia.
Selama masa pandemi covid-19 ini, pekerjaan bidan sebagai salah satu garda terdepan layanan kesehatan menjadi lebih rumit.
Di Jakarta, ada sejumlah tempat yang bisa dikunjungi, jika memang ingin menghabiskan waktu sambil menikmati suasana khas Imlek.
Menurut dr Shela dari Satgas Covid-19,thermo gun tidak mengeluarkan sinar yang bisa mengeluarkan radiasi. Jadi tidak berbahaya untuk otak maupun syaraf yang ada di mata.
Informasi yang menyebut bahwa thermal gun dapat merusak otak tentu meresahkan masyarakat. Padahal faktanya, menurut Achmad Yurianto, thermal gun tidak berbahaya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved