Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Riset dengan DNA Barcoding di Indonesia masih Bisa Dihitung Jari

Zubaedah Hanum
15/7/2020 12:15
Riset dengan DNA Barcoding di Indonesia masih Bisa Dihitung Jari
DNA barcoding yang terintegrasi dengan ponsel bisa mengidentifikasi satwa liar yang dijual ilegal, seperti primata kukang di foto ini.(AFP)

LABORATORIUM Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan Divisi Hidrobiologi Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University bersama Oceanogen Environmental Biotechnology Laboklinikum menyelenggarakan pelatihan daring mengenai DNA Barcoding, Selasa (14/7).  Pelatihan tersebut ditunjukkan bagi para pemula yang baru mengenal DNA barcoding.

Apa itu DNA Barcoding? Teknik ini digunakan untuk mengurutkan basa DNA yang sangat berbeda-beda antarspesies sehingga dapat dipakai sebagai penanda suatu spesies.

Dr Hawis Maddupa, dosen IPB University sekaligus Kepala Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan menjelaskan teknik DNA barcoding dilakukan dengan menggunakan ekstrak dari organisme yang tidak diketahui identitasnya lalu dilakukan DNA sequencing.

"Sebanyak 60% organisme Indonesia belum teridentifikasi. Dengan adanya DNA barcoding, kegiatan mengkarakterisasi spesies organisme dapat dilakukan dengan mudah. Yakni menggunakan urutan DNA pendek, itulah prinsip dasar DNA barcoding," jelasnya seperti dikutip dari laman IPB, Rabu (15/7).

Ia mengungkapkan, untuk memilih DNA barcoding atau primer ada tiga kriteria penting yang menjadi acuan dalam menentukan spesies, yaitu keuniversalan, kekokohan dan diskriminasi.

Di Indonesia sendiri, terang Hawis, penelitian yang berkaitan dengan DNA barcoding khususnya untuk penentuan spesies masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, bila dibandingkan dengan database internasional seperti BOLD (The Barcode of Life Data System), Genbank atau NCBI (National Center of Biotechnology Information), pencocokkan data spesies di Indonesia akan sangat rendah.

“Tugasnya adalah bagaimana kita dapat lebih banyak mem-barcode organisme, anggaplah dari organisme mikro sampai makro, ini kita harus lakukan,” ungkapnya.

Dalam pelatihan tersebut, Dr Hawis juga mempraktikkan DNA barcoding secara sederhana menggunakan aplikasi BLAST NCBI untuk identifikasi spesies kemudian rekonstruksi pohon filogenetik hingga analisis barcoding gap. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya