Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Penanganan Korban Kekerasan Selama Pandemi Harus Lebih Cermat

Ferdian Ananda Majni
11/7/2020 09:42
Penanganan Korban Kekerasan Selama Pandemi Harus Lebih Cermat
Ilustrasi kekerasan pada perempuan(Dok MI)

ANGKA kasus kekerasan pada perempuan dilaporkan naik selama pandemi covid-19 melanda Indonesia. Kekerasan berbasis gender itu perlu disikapi dengan serius mengingat kebutuhan korban menjadi dilematis.

Hal itu karena petugas atau pendamping harus mengantisipasi dengan cermat situasi dan kondisi risiko penularan covid-19 saat memberikan bantuan.

Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, mengungkapkan besarnya kenaikan angka kekerasan terhadap perempuan sejak pandemi covid-19, Maret lalu.

Baca juga: Pemerintah Dituntut Segera Atasi Dampak Covid-19

“Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A dan Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 75% sejak pandemi covid-19,” kata Reisa di Media Center Gugus Tugas Nasional, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (10/7).

Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di wilayah pribadi, seperti di dalam rumah tangga, dan di wilayah publik, seperti di tempat kerja atau di tempat umum. Serta, dalam situasi normal ataupun situasi sulit, seperti bencana dan konflik.

Reisa juga menekankan pihak korban seharusnya tidak dibiarkan sendirian menghadapi kekerasan dan harus tetap mendapatkan bantuan dari pihak lain, meskipun dalam kondisi pandemi ini.

Dilematika pemenuhan kebutuhan bantuan terhadap korban saat ini, mengharuskan kecermatan petugas atau pendamping terkait situasi dan kondisi penularan covid-19 pada saat memberikan bantuan.

Oleh karenanya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMEN PPPA) bersama dengan United Nations Fund for Population (UNFPA) menetapkan protokol penanganan kasus kekerasan berbasis gender yang dapat digunakan sebagai protokol bersama dalam penanganan kekerasan.

Hal itu ditujukan agar korban dan lembaga penyedia layanan tetap bisa memberikan penanganan kasus dengan merujuk pada protokol tersebut.

Menurut Reisa, terdapat beberapa panduan yang dapat dilakukan oleh korban kekerasan berbasis gender untuk mendapatkan bantuan.

“Pertama, korban bisa melapor ke pemerintah setempat, di Jakarta misalnya, tersedia layanan call center untuk melayani pengaduan kekerasan,” sebutnya.

Kemudian, Reisa juga mengingatkan bahwa pelayanan bantuan bagi korban kekerasan berbasis gender tetap dibuka dengan mengutamakan protokol kesehatan.

“Misalnya, dengan cara pencatatan semua dokumen dan penanganan korban kekerasan dilakukan secara online oleh petugas," jelasnya.

Lanjut Reisa, korban kekerasan dapat meminta bantuan dari orang terpercaya yang mampu memberikan dukungan, baik secara psikologis dan medis, serta sebisa mungkin membantu keluar dari situasi yang dapat menyebabkan kekerasan tersebut Kembali terulang.

Kemudian, bagi masyarakat yang bukan sebagai korban, dapat membantu dengan bersuara serta memastikan diri untuk berkata tidak terhadap kekerasan dalam bentuk apapun.

Terakhir, Reisa mengimbau untuk tetap memberikan dukungan terhadap korban melalui kelompok-kelompok anti kekerasan berbasis gender sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah untuk memotong rantai kekerasan.

“Mari, peduli dan lindungi mereka karena, itu artinya, melindungi diri kita dan bangsa," pungkas Reisa. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya