Saber Pungli Dalami Kasus PPDB di Jabar

Bayu Anggoro
24/6/2020 03:15
Saber Pungli Dalami Kasus PPDB di Jabar
Pungli(Ilustrasi)

SATUAN Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Jawa Barat tengah mendalami dugaan kecurangan yang terjadi pada masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020/2021. Hingga saat ini, laporan adanya pelanggaran itu sudah diterima dari seluruh kabupaten/kota, baik tingkat SMA, SMK, maupun SMP.

Anggota Kelompok Ahli Pendidikan Satgas Saber Pungli Provinsi Jawa Barat, Irianto, mengatakan pihaknya tengah mendalami laporan beberapa kasus kecurangan tersebut agar bisa segera mengambil tindakan. Meski tidak menyebut jumlah pastinya, dugaan kecurangan terjadi di seluruh kabupaten/kota.

“Kami bekerja dengan alat bukti. Informasi sedang dipelajari oleh bagian intelijen. Bila memang sudah kira-kira memenuhi syarat pelanggaran, akan dilakukan penindakan,” katanya di Bandung, kemarin.

Sebelumnya, temuan adanya pungli juga disampaikan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) di jenjang madrasah. Diungkapkan, orangtua siswa harus membayar seragam dan infak pembangunan antara Rp3-Rp10 juta. Jika tidak dibayar, siswa yang bersangkutan tidak akan diterima di madrasah yang dituju.

Lebih lanjut, Irianto mengakui Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang paling banyak dugaan pungli di dunia pendidikan. Modusnya pun beragam dan terjadi di semua jalur penerimaan, dari prestasi akademis, perlombaan, afi rmasi, perpindahan orangtua, hingga zonasi.

Praktik ini pun diduga melibatkan pihak sekolah hingga aparatur lainnya. Untuk pendaftar SMA/SMK dari jalur prestasi akademis, misalnya, kecurangan dilakukan dengan mengubah nilai rapor dari SMP. “Biasanya melibatkan SMP yang abal-abal,” kata dia.

Untuk mengantisipasi berbagai kecurangan PPDB, kemarin, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga mewanti-wanti kepada calon siswa dan orangtua siswa untuk jujur dalam proses peneriamaan. Apabila terbukti melakukan pemalsuan data, Ganjar menegaskan tidak akan segan-segan membawa ke ranah hukum.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Jumeri, mengungkapkan penggunaan surat keterangan domisili palsu biasanya banyak terjadi di sekolah-sekolah yang masih dipandang favorit.


Jalur zonasi

Kekisruhan proses PPDB juga sempat terjadi di Jakarta. Kriteria umur dengan memprioritaskan yang lebih tua dipersoalkan sebagian orangtua siswa yang anaknya tidak diterima di sekolah negeri (SMA) karena terpaut umur yang
lebih muda.

Menanggapi hal itu, pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan jalur zonasi harus kembali ke fitrahnya, yakni berpatokan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik baru ke sekolah tujuan.

“Patokan usia hanya bisa dipergunakan bagi usia masuk sekolah dasar (SD). Sebab, patokan usia tersebut memang bertujuan supaya anak-anak yang masuk sekolah adalah yang sudah menenuhi ketentuan wajib belajar, yakni berusia tujuh tahun,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa patokan usia memang relatif menjadi parameter termudah untuk menentukan kelolosan calon peserta didik baru ke sekolah negeri. Dengan demikian, cukup banyak daerah yang menggunakan patokan ini saat proses PPDB yang juga digunakan untuk jenjang SMP dan SMA. Terlebih, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyerahkan kepada tiap pemda dalam menentukan seleksi jalur zonasi selain jarak. (HT/Put/H-1)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya