Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
SITUASI Ramadan tahun ini akan berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di tengah situasi pandemi covid-19, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk banyak berdiam diri di rumah, termasuk beribadah.
Untuk menghindari terjadinya kerumunan, Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat memberi anjuran untuk beribadah lain yang tidak kalah utama pahalanya dengan salat berjamaah di masjid. Menurut dia, dalam Alquran dan hadis terdapat ungkapan bahwa umat Islam dilarang mendekati suatu bahaya, meski itu tujuannya beribadah.
Baca juga: Salat di Rumah untuk Hindari Mudarat Berpahala Ganda
“Dalam Alquran dan hadis yang mengatakan 'Janganlah engkau membinasakan diri sendiri apabila ada bahaya”, jadi kita itu menjaga kesehatan adalah kewajiban, tidak boleh sampai menyiksa diri sendiri, makanya dalam Islam kalau puasa pun apabila sakit enggak boleh, bahkan bisa jatuh haram',” jelasnya, Minggu (19/4) saat dihubungi.
Bahkan, kata dia, kenapa puasa itu ada perhitungan waktunya, menurutnya itu prinsip dalam Islam bahwa tidak boleh memberatkan dan menyiksa dalam menunaikan ibadah.
Komarudin mengatakan pada zaman Nabi juga pernah terjadi wabah, tapi Nabi memberi pedoman bahwa wabah penyakit itu harus dihindari.
Sementara, kata dia, untuk di Indonesia, pemerintah tidak menyuruh untuk meninggalkan ibadah, yang dilarang adalah berkerumun dan dapat membahayakan.
Baca juga:Positif Covid-19, 24 Jemaah Al Muttaqien Dirawat di Wisma Atlet
“Bukan ibadahnya yang dilarang, jadi kalau disuruh di rumah, itu bukan melarang ibadah, di rumah salat sunah dengan keluarga itu juga tidak kalah pahalanya, tarowih jamaah di rumah itu juga pahalanya tidak kalah, konsolidasi keluarga, pembinaan, mengakrabkan keluarga itu kan mulia sekali,” tuturnya.
Sementara masalah pahala, dia menganjurkan umat beragama khususnya muslim untuk melakukan ibadah yang lain, seperti sedekah, mengajari anak, tahajud, mengharmoniskan keluarga, dan lainnya.
“Pahala itu jangan diartikan bahwa hanya di masjid, digantilah dengan kompensasi lain pahalanya, tahajud malam juga kan pahalanya banyak sekali, bahkan dianjurkan, di dalam Alquran sendiri kan banyak disebutkan “kiyamul lail” itu di rumah. Malah itu nilai khusuknya bisa lebih utama,” tambahnya.
Komarudin mengingatkan kepada masyarakat bahwa pemerintah justru sedang mengusahakan penurunan penyebaran pandemik covid-19, itu kata dia, merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah.
“Apabila pemerintah membiarkan, pemerintah justru tidak bertanggungjawab namanya, kemudian apabila ulamanya membiarkan itu juga tidak bertanggungjawab, nanti kalau repot, siapa yang sengsara, kan mereka sendiri, bagaimana kalau menyebarkan ke orang lain. Jadi kalau ingin beribadah, harus berbuat baik ke sesamanya. Kalau menyebarkan penyakit, itu namanya bukan ibadah,” pungkasnya. (Dmr/A-3)
Presiden Joko Widodo mengaku bingung dengan banyaknya istilah dalam penangan covid-19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.
Demi membantu UMKM untuk bangkit kembali, influencer Bernard Huang membuat gerakan yang diberi nama PSBB atau Peduli Sesama Bareng Bernard dii Kota Batam.
Kebijakan itu juga harus disertai penegakan hukum yang tidak tebang pilih, penindakan tegas kepada para penyebar hoaks, dan jaminan sosial bagi warga terdampak.
Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 20.155 orang dites PCR hari ini untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 6.934 positif dan 13.221 negatif.
Untuk menertibkan masyarakat, tidak cukup hanya dengan imbauan. Namun harus dibarengi juga dengan kebijakan yang tegas dalam membatasi kegiatan dan pergerakan masyarakat di lapangan.
Epidemiolog UI dr.Iwan Ariawan,MSPH, mengungkapkan, untuk menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia, sebenarnya dibutuhkan PSBB seperti tahun 2020 lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved