Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Karena Pandemi Korona, Para Siswa Dituntut Belajar Mandiri 

Mediaindonesia.com
12/4/2020 18:00
Karena Pandemi Korona, Para Siswa Dituntut Belajar Mandiri 
Dengan belajar di rumah karena pandemi Covid-19, siswa bisa mengakses sumber belajar sesuai dengan karakteristik dan keunikan siswa.(Istimewa/Kemendikbud)

Karena Pandemi Korona, Para Siswa Dituntut Belajar Mandiri 

PANDEMI Covid 19 yang telah menjadi pandemi global saat ini menuntut pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan adanya Surat Edaran nomor 36962/MPK.A/HK?2020 Perihal pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan COVID 19  bagi guru dan bagi siswa untuk semua jenjang di seluruh Indonesia.

Sehingga secara tidak langsung sekolah dalam waktu singkat harus memikirkan strategi pembelajaran jarak jauh sesuai dengan kompetensi yang dimiliki setiap sekolah baik unsur kompetensi guru, siswa, orangtua, maupun dari sarana yang dimiliki .

Strategi yang diterapkan sekolah tentunya beragam dan bukan berarti tanpa kendala, bagi sekolah yang sudah terbiasa melaksanakan pembelajaran berbasis digital atau daring sudah tentu bukan menjadi masalah, apalagi bagi guru sudah mahir melakukan penilaian portofolio dengan berbagai tugas yang bervariasi sehingga tidak menjadi beban bagi siswanya yang saat ini juga dikeluhkan oleh para orangtua, bahwa saat mendampingi siswa belajar di rumah merupakan beban tersendiri bagi orangtua yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup ataupun sarana dan fasilitas yang memadai. 

Kendala kendala salah satu diantaranya siswa tidak memiliki buku paket sebagai sumber belajar di rumah karena selama ini buku hanya dipinjamkan oleh sekolah dan hanya digunakan saat pembelajaran di kelas, buku tersebut tidak bisa dibawa pulang oleh siswa karena jumlahnya terbatas sehingga penggunaannya harus bergantian dengan siswa lain. 

Guru yang ingin membuatkan Lembar kerja untuk siswa juga terkendala distribusi tugas tersebut ke masing masing siswa  mengingat jika tugas tersebut diambil di sekolah dikhawatirkan akan membuat kerumunan. 

Siswa tidak bisa mengakses sumber belajar online karena tidak memiliki perangkat digital (HP android, komputer, dsb) , tidak adanya koneksi atau jaringan internet pada wilayah tersebut, dan tidak adanya listrik. 

Data dan catatan kendala ini kami peroleh dari aduan para kepala sekolah yang disampaikan melalui berbagai grup dan juga aduan langsung melalui tim call centre yang kebetulan saya selaku analis di Direktorat Sekolah Dasar Kemdikbud  yang mendapat tugas tambahan sebagai tim call centre mendapat banyak aduan. 

Dalam hal ini, Kemendikbud sudah memberikan solusi dan strategi pembelajaran bagi siswa selama melaksanakan BDR (belajar di rumah) di antaranya Pusdatin (Pusat Data dan Informas) dengan timnya langsung mengakomodir kelas maya dan dalam satu hari portal rumah belajar diakses lebih dari 80 riburibu orang  baik itu guru maupun siswa, bahkan Kemendikbud juga menggandeng beberapa penyedia aplikasi edukatif seperti Ruang Guru, Quiper School, Zenius, Office 365, Google for Education, Kelas Pintar, dan Sekolahmu yang bisa diakses secara gratis . 

Namun pada perjalanannya beberapa sekolah di berbagai wilayah mengeluh akan kendala koneksi internet dan borosnya kuota karena latar belakang ekonomi orangtua yang kurang mampu sehingga membuat siswa mengalami kendala untuk bisa mengakses sumber belajar online

Melihat hal tersebut Kemdikbud juga hadir untuk bisa memfasilitasi siswa yang tidak bisa mengakses sumber belajar online dengan bekerjasama dengan saluran televisi pemerintah yaitu TVRI dengan harapan siswa pasti memiliki televisi di rumahnya dan siswa bisa santai melihat  tayangan TV, namun tetap bernilai edukasi dan kemasan belajarnya menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna . 

Akses belajar melalui saluran TV (TVRI) ini juga bukan tanpa kendala, di sebagian wilayah Indonesia yang belum memiliki jaringan listrik juga kesulitan menyesuaikan jadwal materi yang seharusnya diakses karena pada saat jam atau jadwal yang diinginkan ternyata listrik padam . 

Di sinilah berbagai tantangan dihadapi oleh semua pihak, bagaimana pengawas melakukan fungsi kontrol terhadap kinerja manajerial kepala sekolah, kepala sekolah mengontrol proses pembelajaran yang berlangsung antara guru, siswa dan orang tua.

Namun disini justru kami melihat berbagai postingan praktik baik di grup-grup guru dan kepala sekolah seluruh Indonesia justru telah melakukan atau melaksanakan pembelajaran yang di luar dugaan, sangat inovatif dan kreatif, guru di daerah pinggiran yang dulunya mengeluh kesulitan memanfaatkan teknologi untuk proses pembelajaran saat ini dengan sendirinya justru guru sangat lihai melaksanakan diskusi dengan siswa menggunakan aplikasi zoom, webex, hangout, portal 'Rumah Belajar Kemdikbud' dan sebagainya.

Bahkan pembelajaran PJOK bisa tetap dilaksanakan di rumah siswa masing masing dan dengan pantauan atau pendampingan guru secara online melalui berbagai aplikasi vicon (video conference). 

Yang lebih menyenangkan lagi adalah guru saat ini memiliki beragam cara untuk memberikan variasi tugas kepada siswa agar pembelajaran di rumah tidak membosankan, tugas tersebut tidak hanya berkutat pada teori atau penugasan tertulis saja namun juga pada tugas yang bisa memunculkan  penumbuhan karakter seperti melaksanakan ibadah, melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari hari untuk membantu orangtua (memasak, membersihkan rumah, dsb). 

Nampaknya para guru sudah memahami imbauan yang disampaikan “Mas Menteri” (Mendikbud) bahwa selama siswa BDR diharapkan tugas atau proses pembelajaran tidak membebani siswa dan memberatkan orangtua, buat tugas sefleksibel mungkin yang memungkinkan bisa dilaksanakan oleh siswa.

Dari semua postingan sekolah di grup, satu sekolah dengan sekolah lain yang update kegiatan BDR selalu terjadi diskusi aktif yang mengapresiasi ada juga yang memberi masukan dan bahkan ada juga postingan yang menjadi inspirasi bagi sekolah lainnya, yang artinya secara tidak langsung antar sekolah sudah berbagi praktik baik.

Di sinilah sebenarnya gayung bersambut pada kebijakan yang telah dikeluarkan Kemendikbud sebelumnya yaitu terkait “Merdeka Belajar”, di mana kala kebijakan ini dikeluarkan masih banyak sekolah yang belum mampu memaknai seperti apakah implementasi merdeka belajar itu sendiri.

Namun dengan kejadian pandemi Covid-19 ini sekolah jadi paham bahwa merdeka belajar adalah siswa bisa mengakses sumber belajar sesuai dengan karakteristik dan keunikan siswa, guru fleksibel memberikan tugas dan penilaian sesuai dengan tema namun bervariasi sesuai dengan keberagaman siswanya, guru atau sekolah memahami bahwa sarana atau fasilitas lengkap bukan jaminan sebuah pembelajaran menyenangkan karena pada kenyataannya siswa cukup membantu orang tua memasak tanpa disadari siswa  sudah belajar banyak hal tentang IPA, matematika, bahasa indonesia, PPKN, SBDP.

Misalnya, ketika membantu orangtua memasak makanan tradisional yang berbahan dasar singkong, siswa belajar berhitung berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk berbelanja bahan, berapa komposisi bahan yang digunakan, belajar IPA saat mereka belajar tentang perambatan panas, mereka menjadi paham dengan sendirinya mengapa gagang panci dilapisi dengan plastik atau kayu.

Saat belajar bahasa Indonesia ketika mereka dengan penuh percaya diri menceritakan pengalamannya ketika membuat kue tersebut melalui rekaman video yang mereka buat, dan belajar tentang SBDP ketika mereka menyajikan makanan tersebut dan mengirimkan fotonya pada guru mereka.

Bukan hanya itu siswa juga diminta membuat kampanye pencegahan penyebaran COVID 19 , agar siswa paham mengapa virus ini cepat menyebar dan mengapa mereka diminta untuk melaksanakan social distancing and stay at home. Sehingga rasa ingin tahu siswa semakin tinggi dengan belajar mandiri mencari berbagai referensi dan menuangkannya dalam sebuah konten video, atau poster edukasi pencegahan Covid-19, cerita bergambar,dsb. 

Gurupun juga memiliki kemerdekaan dalam menilai yang mana masih banyak guru yang berasumsi bahwa menilai harus dituangkan dengan kertas dan dengan tugas tertulis, bahkan dengan cara seperti ini hanya melalui WA (WhatsApp) guru bisa melaksanakan penilaian jarak jauh.

Begitu pula pengakuan dari guru yang berada di wilayah daerah terpencil atau di wilayah yang masih minim jaringan internetnya seperti pengakuan dari salah satu sekolah di wilayah Kecamatan Aur Birugo, Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat (Sumbar), sekolah tersebut memiliki strategi pengumpulan tugas atau pelaksanaan penilaian dengan cara kolektif perwakilan orangtua, atau guru secara bergantian jemput tugas yang telah dikerjakan oleh siswa di titik-titik yang telah disepakati dan tugas itu bisa berupa gambar atau keterampilan lainnya.

Seperti yang disampaikan Haris Iskandar selaku Plt. Dirjen Paud Dikdasmen Kemendikbud bahwa melihat postingan sekolah-sekolah utamanya jenjang Sekolah Dasar beliau sangat mengapresiasi dan kreativitas guru nampak dari Variatif tugas yang diberikan kepada siswanya yang mana hal tersebut sebaiknya bukan sekedar teori tetapi tugas yang bisa menumbuhkan rasa empati dan juga mengasah life skills siswa.

Begitu pula hal sama disampaikan Hamid Muhammad selaku Staf Khusus Menteri Pendidikan dan sekaligus sebagai anggota BSNP Kemdikbud yang selalu memantau aktifitas pembelajaran selama wabah Covid-19 ini, bahwa siswa harus terbentuk kesadarannya dalam pentingnya belajar mandiri, memiliki disiplin tinggi dan penuh rasa tanggung jawab serta kegiatan ekstrakurikuler yang bisa dilaksanakan secara daring bisa juga terus dilaksanakan melalui daring (Dalam Jaringan).

Hal positif lainnya juga tergambar dari beberapa komentar orangtua yang menyadari pentingnya peran guru dalam meningkatkan kompetensi siswa, dimana guru bisa memahami dan memfasilitasi mungkin 30 siswa yang beragam karakternya di satu kelas. Namun orangtua kadang membimbing satu siswa saja merasa berat dan kewalahan, sehingga komen positif dari para orangtua murid membuat para guru merasa dihargai dan dirindukan kehadirannya oleh siswa, sehingga guru  merasa termotivasi untuk terus berdedikasi dan berkomitmen untuk dunia pendidikan selama pandemi ini. 

Dari berbagai hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah merdeka dalam melaksanakan penilaian pada siswa karena Kemendikbud juga sudah mengeluarkan kebijakan meniadakan ujian sekolah yang sebelumnya ujian sekolah. Di beberapa daerah, masih banyak aduan banyak yang intervensi dan melakukan penyeragaman meskipun kebijakan ujian sekolah bagi jenjang sekolah dasar harusnya tesnya disesuaikan dengan kompetensi siswa masing masing sekolah.

Namun dengan adanya wabah ini sekolah bebas melakukan penilaian jarak jauh sesuai strategi yang dimiliki sehingga sekolah merasa merdeka tidak adalagi belenggu. Penilaian tersebut baik yang akan digunakan sebagai nilai akhir semester atau kenaikan kelas maupun penilaian kelulusan bagi siswa kelas 6 yang akan melanjutkan pada jenjang berikutnya. 

Begitu juga guru merdeka melaksanakan metode dan strategi pembelajaran dan penilaian sesuai keunikan siswa masing-masing dan latar belakang orangtua.

Tidak harus sama dan seragam dengan apa yang dilakukan guru kelas lain maupun sekolah lain, siswa merasa merdeka belajar karena justru tampak terlihat siswa sangat percaya diri dalam menyampaikan pendapat, saat bercerita, saat berpuisi dan membuat konten video tanpa takut salah atau dimarahi , mereka berusaha melakukan yang terbaik agar bisa mendapat apresiasi dari orangtuanya, teman dan juga guru. 

Inilah implementasi 'Merdeka Belajar' sesungguhnya yang telah mengalami akselerasi dalam implementasinya di lapangan saat adanya pandemi COVID 19 yang terjadi di dunia, bahkan mewujudkan revolusi industri  4.0 pada educational system yaitu salah satunya digitaliasi proses pembelajaran.

Di mana pada ruh revolusi industri 4.0 adalah Collaboration not Competition sehingga tampak terlihat jelas bagaimana semua pihak berkolaborasi demi mewujudkan pembelajaran tetap berlangsung dengan baik, semua program pendidikan berjalan dengan baik dan semua pihak bahu membahu, bergotong-royong untuk mencari solusi dan strategi mewujudan kualitas pendidikan yang lebih bagus.

Sebagaimana beberapa operator yang berkontribusi dan mendukung Kemendikbud memberikan kuota gratis bagi guru dan siswa dalam mengakses konten konten pendidikan, begitu juga kebijakan Kemendikbud yang memperbolehkan sekolah memfasilitasi biaya pembelian kuota bagi siswanya yang melaksanakan pembejaran secara daring .  

Karena korona semua menjadi merasa merdeka mewujudkan beberapa kebijakan 'Merdeka Belajar' yang telah dikeluarkan oleh Kemdikbud beberapa waktu lalu.  Karena sudah bukan zamannya kompetisi dan menunggu arahan, namun saat ini harus pandai mencari solusi dan melakukan inisiatif. (OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik