Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PANDEMI virus korona atau Covid-19 telah menjadi bencana nasional di Indonesia. Dalam situasi penanganan yang masih belum terstruktur dan masif, pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres KH Ma’ruf Amin diminta untuk tetap bersikap tegas terhadap ancaman serius lain, yaitu radikalisme.
Hal tersebut menjadi benang merah alam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Kajian Dialektika melalui virtual group discussion dengan tema Mewaspadai Paham Radikalisme dan Perilakunya di Era Milenial, Senin (30/3).
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi itu adalah Muhammad Khutub (Direktur Lembaga Kajian Dialektika) Arif Rosyid (Sekjen Dewan Masjid Indonesia/DMI), Waode Zainab ZT (kandidat Phd Al Musthofa International University, Iran), Zuhad Aji Firmantoro (mantan Ketum PB HMI MPO), dan Rezky Tuanany (Wakil Sekretaris Pemuda Pejuang Bravo-5).
Wakil Sekretaris Pemuda Pejuang Bravo-5, Reaky Tuanany mengatakan sinyalemen bahwa situasi yang masih belum stabil dalam penanganan wabah Covid-19 berpotensi ditunggangi kelompok-kelompok anti-pemerintahan'.
“Di tengah wabah Covid-19, seharusnya masyarakat dan pemerintah bersatu dan bekerja bersama untuk segera menangani ancaman penyebaran dan dampak-dampaknya,” ujar Rezky T dalam paparannya.
Namun, menurut Rezky, di ruang-ruang publik terlihat munculnya berbagai hoaks dan serangan politik yang arahnya lebih bertujuan mendegradasi pemerintahan yang sah.
Rezky mengungkapkan, sangat disayangkan jika ada kalangan tertentu memanfaatkan wabah Covid-19 dengan membangun gerakan bernuansa politis yang mengancam kehidupan bernegara, berbangsa, dan beragama.
Lebih disayangkan lagi, di tengah wabah bencana nasional Covid-19 isu-isu yang mengarah kepada gerakan radikalisme yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara terlihat terus bermunculan. Ancamannya bahkan menyasar ke semua elemen, termasuk kalangan milenial.
“Covid-19 justru dijadikan peluang bagi gerakan radikalisme membangun dan memperkuat sentimen negatif atau ketidakpercayaan publik kepada pemerintah, menebar berita-berita hoax terkait kegagalan negara dalam penanganan Covid-19. Ini sangat berbahaya,” kata Rezky.
Sementara itu, dalam paparannya,Waode Zainab ZT mengatakan bahwa di Islam, gerakan radikalisme itu memang sudah ada dari sejak masa sahabat.
"Di mana, saat itu sudah muncul jargon La Hukma Ilalloh (tidak ada hukum selain hukum Alloh). Slogan ini kemudian digunakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan melakukan gerakan radikalisme," katanya.
Waode menyoroti bahwa di Indonesia radikalisme itu bukan lagi soal idelogi sebagaimana di masa Islam di era sahabat, atau gerakan radikalisme di Barat yaitu gerakan ekstrem yang bersifat politik.
Arif Rosyid, Sekjen DMI, menilai bahwa masjid sebenarnya bukanlah tempat bersarangnya gerakan radikalisme. Menurutnya radikalisme justru tumbuh subur di luar masjid kalaupun ada paling-paling tidak lebih dari 1%. Ia juga mengimbau kepada umat Islam agar jangan terjebak kepada perbedaan-perbedaan yang memecah belah bangsa.
Pada acara yang sama, Zuhad Aji Firmantor menjelaskan bahwa radikalisme memang itu sudah ada sejak bersamaan berdirinya negara Indoensia. Perdebatan mengenai hal itu sudah ada sejak negara Indonesia akan dibentuk.
Karena itu, menurut Aji, penting bagi elite pemerintah, TNI-Polri, pemerintah daerah, elite partai merumuskan dan menjawab tantangan berat ini.
Direktur Lembaga Kajian Dialektika, Muhammad Khutub, dalam paparannya mengatakan bahwa wabah virus korona yang saat ini menjangkiti seluruh negara, termasuk Indonesia menjadikan kehidupan keagamaan mengalami tantangan dan perubahan yang sangat ekstrem.
"Dan kehidupan sosial keagamaan sekarang bergeser tidak lagi face to face melainkan secara virtual," jelasnya.
"Media virtual bisa dijadikan alat propaganda oleh kalangan tertentu di tengah ketakutan warga terhadap wabah ini, yang tidak menginginkan cara-cara damai. Maka dari itu, stakeholder yg terkait, perlu mengantisipasi persoalan ini secara aktif," kata Khutub.(RO/OL-09)
"Melakukan hate speech, melakukan penghasutan, menyemburkan ujaran kebencian, menebarkan berita bohong. Itu berlangsung berulang-ulang dan bertahun-tahun,"
“Saya mengimbau seluruh WNI untuk berhati-hati, jangan sampai terpancing suasana yang panas, dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan NKRI,” ujar Ketua Umum Amerika Bersatu
Ayang cempaka digandeng untuk menggambar berbagai ikon-ikon terkenal mulai dari budaya, legenda, kesenian, alam, flora, dan fauna.
UIN Syarif Hidayatullah dinilainya banyak menghasilkan tokoh nasional seperti Harun Nasution, Nucholish Madjid, Quraish Shihab, dan Azyumardi Azra.
Sangat disayangkan, di tengah pergumulan bangsa menghadapi Covid-19, terjadi persoalan-persoalan yang cukup memprihatinkan seperti yang terjadi di Papua, Sulawesi Tengah, dan DKI Jakarta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved