Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Jepang, Filipina dan Jerman Terdampak Gelombang Panas Terburuk

Antara
05/12/2019 08:56
Jepang, Filipina dan Jerman Terdampak Gelombang Panas Terburuk
Sejumlah wanita India membawa wadah air. Gelombang panas menyebabkan negara tersebut mengalami krisis air(AFP)

INDEKS Risiko Iklim Global yang diterbitkan oleh lembaga pemantau lingkungan Germanwatch, Rabu (4/12/2019) menyebutkan bahwa Jepang sebagai negara paling terpengaruh gelombang panas pada 2018.

Posisi kedua adalah Filipina. Badai Topan Mangkhut yang sangat kuat  meninggalkan jejak kehancuran di Filipina pada 2018. Filipina masuk dalam indeks risiko iklim dengan kerugian kebencanaan cukup besar akibat gelombang panas yang menimbulkan badai topan Mangkhut. Sedangkan Jerman berada di posisi ketiga. Kedua negara industri ini dilanda gelombang panas dan kekeringan pada tahun ini.

Posisi keempat adalah Madagaskar. negara tersebut terkena dampak cuaca panas saat dua siklon menewaskan sekitar 70 orang dan 70 ribu orang mengungsi. India menempati posisi kelima. Akibat gelombang panas, kini negara tersebut kekurangan air, gagal panen dan memicu kerusuhan sosial. Germanwatch mencatat dampak gelombang panas di negara-negara Afrika kurang terwakili karena kurangnya data.

"Sains baru-baru ini telah mengkonfirmasi hubungan jangka panjang antara perubahan iklim dan frekuensi serta tingkat keparahan panas yang ekstrim," tulis laporan tersebut.

Pada musim panas 2018, gelombang panas terparah melanda Jepang dan menyebabkan 138 orang meninggal dunia, serta lebih dari 70 ribu orang dirawat di rumah sakit. Umumnya mereka mengalami kelelahan akibat gelombang panas.

Kemudian Jerman pada April-Juli 2018 juga mengalami gelombang panas yang menyebabkan 1.200 orang meninggal dunia. Di seluruh Eropa, mantra panas ekstrim sekarang memiliki kemungkinan 100 kali lebih besar daripada seabad lalu, menurut laporan itu.

Laura Schaefer, seorang penasehat kebijakan Germanwatch, mengatakan kepada para wartawan di pertemuan iklim PBB di Madrid bahwa hasil indeks menunjukkan bahwa anda-tanda krisis iklim telah terjadi di semua benua. Masalah ini tidak bisa diabaikan.

"Tetapi dampak iklim yang paling eksistensial menghantam negara-negara berkembang dan masyarakat di seluruh duni. Dan ini menciptakan krisis iklim nyata bagi jutaan orang," kata Schaefer.

Untuk negara-negara miskin, dengan sumber daya terbatas semakin terbebani dengan adanya perubahan iklim. Upaya mitigasi perubahan iklim juga sangat rendah.

baca juga: PT Harus Diberi Kemerdekaan Pembelajaran

Antara 1999 dan 2018, tujuh dari 10 negara yang paling terpengaruh oleh cuaca ekstrim adalah negara-negara berkembang berpenghasilan rendah. Puerto Riko, Myanmar, dan Haiti berada di posisi teratas. Dalam 20 tahun terakhir, hampir setengah juta kematian secara langsung akibat peristiwa cuaca ekstrem yang mencapai lebih dari 12 ribu peristiwa. Kerugian ekonomi mencapai lebih dari US$3,5 triliun. (OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya