Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
YAYASAN Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, selama ini, masyarakat yang berobat menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dipandang sebelah mata oleh pengelola fasilitas kesehatan baik rumah sakit dan lainnya. Karenanya, YLKI meminta agar kesan diskriminatif itu dihilangkan.
"Pemegang BPJS Kesehatan jangan dipandang orang miskin atau tidak punya duit, sehingga dilayani ala kadarnya," kata Ketua YLKI Kalimantan Selatan DR H Fauzan Ramon MH di Banjarmasin, Selasa (12/11).
Dia mengakui, selama ini, banyak pengaduan masyarakat ke YLKI yang mengeluhkan soal pelayanan yang kurang baik terhadap pasien pemegang BPJS Kesehatan.
"Masyarakat mengeluh. Kadang ada perawat jutek, tidak ada senyum-senyumnya setelah mengetahui pasien BPJS. Pelayanan seadanya seperti tidak ikhlas. Bahkan, ruang rawat inap sering dibilang penuh dan sebagainya. Ini fakta di lapangan yang dirasakan banyak warga," kata pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.
Baca juga: Peserta BPJS Kelas III Diupayakan Dapat Subsidi
Padahal, pemegang kartu BPJS Kesehatan sudah membayarkan iuran perbulan yang tidak sedikit. Itu artinya, warga berobat tidak gratis, sehingga wajib dilayani sebaik-baiknya sesuai standar pelayanan kesehatan.
Begitu juga pemegang BPJS Kesehatan yang dari pemerintah bagi warga kurang mampu, semua biaya sudah ditanggung negara.
Untuk itu, seiring naiknya iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% mulai 1 Januari 2020, Fauzan berharap tidak ada lagi kesan diskriminasi pelayanan di rumah sakit.
"Jangan sampai orang sudah bayar iuran mahal, tapi dilayani seadanya. Kadang harus antre lama dengan administrasi sangat rumit. Pemerintah harus bisa menjamin pemegang kartu BPJS baik kelas 1, kelas 2 atau kelas 3 mendapatkan pelayanan prima," katanya.
Di sisi lain, bagi masyarakat pemegang kartu BPJS Kesehatan, diingatkan agar memperhatikan kewajiban membayar iuran.
"Banyak kasus pula, terjadi tunggakan hingga keanggotaan BPJS tidak aktif lagi. Begitu ada yang sakit, baru kasak-kusuk menyelesaikan administrasi. Tentu menjadi kerugian tersendiri bagi warga bersangkutan," kata Fauzan yang juga Wakil Ketua Bidang Lembaga Peradi Kota Banjarmasin itu.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 34 disebutkan, iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000, kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.
Kenaikan iuran juga berlaku bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (OL-2)
BPJS Kesehatan menegaskan komitmennya untuk memperkuat strategi pendanaan dan mengembangkan layanan kesehatan jangka panjang
Sepanjang 2014–2024, jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama meningkat 28%, dari yang semula 18.437 menjadi 23.682.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menjelaskan DJS masih kondisi sehat karena berkiblat pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.
KETUA Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menegaskan bahwa capaian kinerja BPJS Kesehatan pada tahun 2024 menjadi titik penting dalam perjalanan Program JKN menuju fase maturitas.
SETELAH dilakukan koreksi kembali Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) terhadap penonaktifan kepesertaan BPJS Kesehatan, jumlah peserta PBI yang nonaktif di Jawa Tengah turun
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat (Jabar), minta seluruh rumah sakit di Kota Bandung wajib melayani warga yang ber-KTP Bandung tanpa diskriminasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved