Headline

Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.

Teknologi Sistem Risiko Kebakaran untuk Penanganan Karhutla

Mediaindonesia.com
19/9/2019 14:32
Teknologi Sistem Risiko Kebakaran untuk Penanganan Karhutla
Seekor burung terbang di tengah pekatnya kabut asap dampak dari karhutla yang menyelimuti kawasan sungai Siak di Pekanbaru, Riau(ANTARA FOTO/Rony Muharrman)

PERMASALAHAN kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan kejadian yang berulang dan hampir terjadi setiap tahun, khususnya di musim kemarau dan semakin parah ketika terjadi fenomena iklim ekstrem seperti El Nino. Karena itu, Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis (DPIS) IPB menghadirkan diskusi dengan tajuk The 6th Strategic Talk: Permasalahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia dan Potensi Penanganannya Menggunakan Teknologi 4.0.

Penggunaan teknologi 4.0 sudah banyak digunakan untuk mengantisipasi terjadinya karhutla. Seperti aplikasi SIPONGI milik KLHK bersama BMKG dan LAPAN, kemudian Sipalaga hasil pengembangan BRG, InaRISK milik BNPB serta memberdayakan masyarakat setempat melalui Manggala Agni dan Masyarakat Peduli Api.Namun demikian, berbagai teknologi yang dikembangkan dan digunakan nampaknya masih memiliki rentang waktu yang pendek dan terlalu dekat atau berada pada fase kritis.

Salah satu hasil riset pengembangan teknologi yang dikembangkan IPB dengan mempertimbangkan aspek prediksi iklim dalam skala musiman yaitu melalui Sistem Risiko Kebakaran (Fire Risk System, FRS) yang dikembangkan oleh tim yang dipimpin oleh Prof. Rizaldi Boer.

"FRS meliputi monitoring cuaca, monitoring dan prediksi ENSO (El Nino Southern Oscillation), prediksi hujan bulanan dan musiman, prediksi titik api dan prediksi risiko kebakaran. Prediksi risiko kebakaran diperoleh dengan mengawinkan tingkat kerentanan (tingkat kemudahan) wilayah mengalami kebakaran dan peluang suatu wilayah terpapar dengan iklim kering," kata Guru Besar Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, Rizaldi Boer, melalui keterangan resmi yang diterima, Kamis (19/9).

Baca juga: Karhutla Riau mulai Dekati Permukiman Penduduk

Peta kerentanan diperoleh dengan menggunakan data hotspot dan data biofisik, sedangkan data prediksi iklim diperoleh dari prediksi curah hujan musiman berbasis pemodelan dengan menggunakan input data dari banyak luaran model iklim global (multi-model ensemble, MME). Permasalahan di Indonesia tindakan penanganan baru akan dilakukan ketika sudah ada asap, padahal sebelumnya dari prediksi curah hujan bisa dilihat adanya kemungkinan kondisi kering yang menjadi inisiasi kebakaran hutan.

"Prediksi risiko karhutla yang diberikan oleh FRS menyediakan peringatan dini kebakaran dengan lead time 1-6 bulan untuk kesiapan yang lebih baik sampai ke tingkat kabupaten/tingkat desa. FRS dapat digunakan untuk memberikan informasi lebih dini tentang kemungkinan bahaya terjadinya karhutla pada aspek pencegahan, pengendalian dan penegakan hukum," ungkapnya.

Disamping itu, kombinasi FRS bersama SIDIK (Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan) milik KLHK dapat digunakan untuk membantu penyusunan perencanaan kebijakan dan pembangunan yang tangguh iklim dan kebakaran. Pemanfaatan teknologi 4.0 perlu dioptimalkan melalui integrasi dari sistem yang sudah ada, sehingga dapat mencakup semua aspek pengendalian karhutla, termasuk perlindungan pada satwa liar, langka dan keanekaragaman hayati.

Sementara itu, nDosen Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, Lailan Syaufina, mengatakan kejadian karhutla dapat disebabkan oleh penyebab langsung atau tidak langsung. Adapun penyebab langsung di antaranya api digunakan dalam pembukaan lahan, api digunakan sebagai senjata dalam permasalahan konflik, api menyebar secara tidak sengaja atau api yang berkaitan dengan ekstraksi sumber daya alam.

Sementara itu, penyebab tidak langsung umumnya berkaitan dengan penguasaan lahan, alokasi penggunaan lahan, insentif/disinsentif ekonomi, degradasi hutan dan lahan, dampak dari perubahan karakteristik kependudukan dan lemahnya kapasitas kelembagaan.

"Kejadian kebakaran hutan yang terjadi cenderung meluas tak terkendali pada kondisi kekeringan panjang akibat kondisi iklim ekstrem," tuturnya.(RO/OL-5)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya