Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PEMERINTAH melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) mendorong Indonesia untuk memiliki pendekatan strategis dalam hal transfer teknologi, baik di lingkup ASEAN maupun global.
Perlu pendekatan yang lebih holistic untuk mempersiapkan negara akan tantangan revolusi industri keempat (industri 4.0). Dalam skala ASEAN, Kemenristek-Dikti melihat
masih ada pekerjaan yang perlu dijalankan pada pengembangan ASEAN Digital Integration Framework Action Plan (DIFAP) 2015-2025, ASEAN Innovation Roadmap 2019-2025, ASEAN Declaration on Industrial Transformation to Industry 4.0, dan Guideline on Skilled Labour/Professional Services Development in Response to the Fourth Industrial Revolution. Selain itu, masih ada pedoman pengembangan tenaga kerja terampil atau pengembangan layanan profesional sebagai respons terhadap revolusi industri 4.0, serta inisiatif terkait dengan digitalisasi usaha kecil dan menengah di ASEAN.
Dalam perubahan dan disrupsi yang bergerak cepat, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti), Mohamad Nasir, mengatakan mahasiswa, harus menjadi pemeran utama dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Dengan kemajuan teknologi, saat ini sumber ilmu pengetahuan sangat terbuka bebas, semua dapat mengaksesnya.
“Kemajuan teknologi dan tata kelola pendidikan tinggi yang semakin baik mengakibatkan disparitas antarperguruan tinggi semakin mengecil, perguruan tinggi swasta (PTS) saat ini sudah ada yang lebih baik dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri (PTN), perguruan tinggi luar Pulau Jawa mulai menyaingi dan ada yang lebih baik dari perguruan tinggi di Pulau Jawa,” ujar Nasir, beberapa waktu lalu.
Selain gelar akademik, katanya, ada empat hal yang harus dimiliki mahasiswa untuk bertarung di era revolusi industri 4.0, yaitu kompetensi berinteraksi dengan berbagai budaya, keterampilan sosial, literasi baru (data, teknologi manusia), dan pembelajaran sepanjang hayat (life long learning). Perguruan tinggi juga harus siap akan kemunculan program studi yang baru.
Di era disrupsi teknologi, diperkirakan 75 juta-375 juta orang di dunia akan beralih profesi dan akan muncul profesi baru karena dampak pertumbuhan teknologi yang begitu cepat. Hal itu membuat perguruan tinggi dituntut untuk siap menghadapi perubahan teknologi. Menurut dia, perguruan tinggi harus mereformasi penyelenggaraan pendidikan tinggi, seperti deregulasi, penyediaan pendidikan yang fleksibel dan berorientasi pada mahasiswa serta pangsa pasar, penajaman kurikulum, orientasi pada keterampilan yang teruji, dan berdaya saing. Selain itu, pengembangan bidang ilmu strategis, revitalisasi kelembagaan, kemampuan pendidikan tinggi untuk menghasilkan riset dan inovasi yang kompetitif.
Siapkan SDM unggul
Nasir mengemukakan ada empat hal yang Kemenristek-Dikti lakukan dalam menyiapkan SDM unggul menyongsong era revolusi industri 4.0. Pertama, terkait dengan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang memiliki peran vital dalam upaya mengakselerasi pembangunan SDM Indonesia yang unggul dan mampu bersaing di tingkat global.
“Pembangunan infrastruktur TIK berkaitan dengan konektivitas, sangat bermanfaat bagi perguruan tinggi dengan mengembangkan e-learning sehingga pembelajaran kini dapat dilakukan tanpa harus tatap muka, melainkan melalui virtual,” kata Nasir.
Kedua, terkait dengan perubahan konten kurikulum. Menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, Kemenristek-Dikti juga melakukan perubahan konten kurikulum. Prinsipnya, semua prodi harus menguasai dasar yang berkaitan dengan teknologi, data, dan humanity atau literasi pada manusia dalam membangun keterampilan soft skill.
Ketiga, sertifikasi kompetensi dan kreativitas lulusan juga menjadi fokus pengembangan SDM di perguruan tinggi. Lulusan perguruan tinggi, terutama politeknik dan pendidikan vokasi tidak hanya dibekali ijazah, tapi juga sertifikat kompetensi.
Terakhir, perguruan tinggi harus berkolaborasi dengan industri untuk meningkatkan relevansi kurikulum politeknik dan pendidikan vokasi dengan dunia industri. Kerja sama erat antara politeknik dan industri diharapkan mampu mengisi ruang perbedaan antara teori dan praktik yang di ajarkan di kampus dengan kebutuhan kompetensi
sebenarnya di dunia industri. (Try/S1-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved