Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura , Dr. Ir. H Gusti Hardiansyah mengungkapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan ini disahkan, peran hutan tropis Indonesia di dunia global terancam.
Pasalnya dalam RUU Pertanahan ini lebih sarat dengan aspek ekonomi dan meninggalkan aspek keadilan dan aspek ekologi, sudah pasti akan mengancam keberlanjutan ekosistem hutan.
"Sehingga peran Indonesia sebagai paru-paru dunia setelah negara Brasil dan Zaire otomatis memudar dan mengancam komitmen mitigasi perubahan iklim global yang telah dibuat Indonesia dengan negara maju dunia untuk menurunkan emisi sebesar 41% tidak mungkin tercapai maksimal," kata Gusti saat dimintai keterangan terkait RUU Pertanahan di Jakarta, Senin (5/8) .
“Selain itu berisiko kalau aturan ini disahkan dalam kondisi transisi DPR, yang mestinya tidak ada keputusan strategis dalam masa transisi yang membawa dampak jangka panjang bagi bangsa Indonesia,” ujar dosen Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat.
Pemaksaan pengesahan RUU saat ini, kata Gusti, akan berakibat pada prinsip good governance tidak efektif berjalan. Terutama prinsip akuntabilitas pada DPR dan pemerintah sehingga publik tidak akan percaya (distrust) kepada penyelenggara negara dan Legislatif. “RUU ini bisa menimbulkan persoalan hukum melalui judicial review di tingkat Mahkamah Konstitusi.
Akibatnya, tambah Gusti, rakyat di akar rumput mengalami konflik yang berkepanjangan karena tidak adanya keadilan, tidak nyaman, tidak produktif. Selain itu, RUU Pertanahan bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bencana alam karena yang hanya menguntungkan golongan pemodal dan pengusaha besar.
Bertentangan dengan Pancasila
Menurut Gusti, RUU Pertanahan yang kini tengah dibahas di DPR bertentangan dengan sila kelima Pancasila. Pasalnya RUU Pertanahan lebih mengakomodasi kepentingan bisnis dan investasi perkebunan skala besar.
Monopoli swasta, perampasan tanah, dan penggusuran. Bahkan, impunitas atau terbebas dari jeray hukum bagi para pengusaha perkebunan skala besar yang banyak diatur dalam RUU Pertanahan. Hal tersebut tercermin kuat melalui hak pengelolaan instansi pemerintah dan rencana bank tanah.
“Keberadaan kawasan hutan yang tertuang pada Pasal 15 RUU Pertanahan, menjadi titik masuk dari proses pembenaran atau pemutihan atas usaha perkebunan dan lainnya yang masuk ke dalam kawasan hutan, yang pada akhirnya berpotensi menjadi penyebab berkurangnya kawasan hutan,” ujar Gusti di Jakarta, Senin (5/8), saat menjawab pertanyaan pers terkait polemik RUU Pertanahan.
Menurut Gusti, RUU pertanahan mengandung banyak inkonsistensi dan kontradiksi antara konsideran dengan isi RUU antara niatan menjalankan reforma agraria untuk menata ulang struktur agraria menjadi berkeadilan dengan rumusan-rumusan baru terkait hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pengelolaan dan bank tanah.
Semuanya yang terkandung dalam RUU Pertanahan menabrak UU Pemda, UU Perseroan, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, UU yang mengatur kompetensi peradilan di Indonesia, UU Pesisir dan juga aturan yang mengatur keberadaan masyarakat hukum adat serta UU terkait Pidana.
Karena itu, lanjut Gusti, RUU Pertanahan akan menjadi penghambat iklim usaha dan investasi. Terdapat empat pasal terkait kawasan hutan pada rancangan beleid tersebut, yakni Pasal 23 terkait rencana tata ruang, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 66 terkait obyek pendaftaran tanah. Pada Pasal 23, disebutkan bahwa kawasan hutan termasuk bagian dari kawasan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
“Areal tata ruang pada pasal tersebut seharusnya hanya membahas lahan yang berada di luar kawasan hutan, karena pengelolaan kawasan hutan sudah diatur UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jika berpatok pada UU Kehutanan, sebagai kesatuan ekosistem, hutan tidak hanya terkait dengan tanah tempat ruang tumbuhnya, tetapi memiliki berbagai fungsi sumber daya alam lainnya,” papar Gusti
Menurut Gusti, Pasal 63 dan pasal 66 yang intinya menyatakan bahwa obyek pendaftaran tanah meliputi semua bidang tanah dan kawasan di seluruh wilayah Indonesia. Namun, apabila berpatokan pada UU kehutanan, kawasan hutan bukan merupakan objek pendaftaran tanah.
Pasal 64 RUU Petanahan juga mewajibkan seluruh pihak terkait untuk melakukan pemetaan kembali pada lahan konsesi yang sebenarnya penataan batas dan penetapan wilayah konsesi kehutanan sudah dilakukan serta diintegrasikan melalui kebijakan satu peta (one map policy).
“Pasal 64 ini berpotensi menimbulkan high cost economy dan dikhawatirkan mengurangi luasan lahan konsesi yang sudah berizin, mengingat adanya perbedaan pandangan antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dan pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian usaha bagi pelaku industri kehutanan,”ujarnya.
Gusti meminta pada DPR dan pemerintah untuk tidak mengesahkan RUU saat ini. Demi kemaslahatan umat dan Indonesia adil makmur. Sebaiknya RUU Pertanahan disosialisasikan lebih dulu kepada segenap multi pemangku kepentingan secara transparan, partisipatif dan akuntable. RUU pertanahan diyakini menyangkut kepentingan banyak sektor, termasuk sektor kehutanan dan bukan hanya semata-mata persoalan tanah dan penguasaan lahan.
Pemerintah dan DPR, kata Gusti, agar melanjutkan pembahasan RUU Pertanahan ini ke periode DPR RI berikutnya 2019-2024 agar memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan masukan secara komprehensif.
“DPR seharusnya tidak mengesahkan RUU Pertanahan pada masa transisi seperti sekarang. Sebab, RUU Pertanahan merupakan aturan yang sangat strategis dan memiliki dampak besar sehingga pengesahannya membutuhkan pembahasan yang intensif,” ujarnya. (OL-09)
KETUA Delegasi RI untuk COP29, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto telah menyetujui reboisasi atau penghijauan kembali besar-besaran.
PT Eigerindo MPI, distributor brand EIGER Adventure, berkolaborasi dengan Yayasan Wanadri untuk menanam dan merawat 10.000 bibit mangrove di Belitung
SEKRETARIS Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mendorong pemerintah secara kolaboratif menciptakan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.
Target KEM adalah untuk membuka pendanaan 200 juta USD bagi 100 usaha lestari yang terkoneksi dengan 100 kabupaten yang berkomitmen menjadi lestari.
Prof.San Afri menjelaskan bahwa program KHDPK melaksanakan, pertama, penanaman ulang lahan kritis, rusak, gundul dan tidak produktif akibat pengelolaan sebelumnya.
Kebijakan KHDPK diambil untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. Di samping itu, agar Perhutani dapat lebih fokus pada bisnis usahanya.
Indonesia memiliki berbagai jenis hutan. Ini jenis hutan yang ada di Tanah Air.
KEBAKARAN hutan dan lahan (karhutla) saat ini sudah mulai menyebar disejumlah lokasi di pinggiran kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-5, Hustle butik studio kebugaran berbasis olahraga terkemuka di Jakarta dengan bangga memperkenalkan dua kampanye unggulan.
INDONESIA menyatakan kesiapannya untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan saat musim kemarau 2023. Ini strategi pemerintah.
Pemerintah diminta menindak tegas kegiatan ilegal pembalakan liar demi melestarikan hutan di Indonesia.
Di antara seluruh negara-negara di dunia ada 17 negara yang dikategorikan dalam negara yang mempunyai megabiodiversity, termasuk Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved