Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
SEPANJANG tiga tahun terakhir, jumlah perkara tindak pidana obat dan makanan yang ditangani Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) cenderung meningkat. Dari 250 perkara pada 2016 melonjak menjadi 302 perkara pada 2018.
Sejumlah kalangan mengapresiasi kinerja Badan POM itu dan berharap lebih baik lagi ke depannya. Harapan itu mengemuka saat acara refleksi kinerja tiga tahun Badan POM di Jakarta, kemarin.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Ari Fachrial Syam, misalnya, meminta agar Badan POM dapat mendukung perizinan laboratorium pengembangan sel punca untuk pengobatan yang sudah masuk tahap uji klinis, dengan melibatkan 200 pasien termasuk Menteri Kesehatan Nila F Moeloek.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat meminta agar Badan POM lebih menaruh perhatian dalam pengembangan obat tradisional termasuk jamu. "Saya berharap Badan POM berinisiatif memperbanyak daftar jenis tanaman obat yang bisa digunakan dalam industri jamu melalui uji toksisitas," kata Irwan.
Diperkirakan masih ada sekitar 3.000 tanaman obat yang berpotensi dikembangkan untuk pengobatan tradisional. Dari jumlah itu, baru 350 tanaman obat yang diperbolehkan digunakan. "Uji toksisitas tidak mahal untuk satu jenis tanaman hanya Rp100 juta," tuturnya.
Dede Yusuf mewakili Komisi IX DPR RI berharap RUU Obat dan Makanan bisa memperkuat peranan Badan POM ke depannya. "Banyak pelaku industri yang meminta agar Badan POM melakukan pembinaan sebelum menindak pelaku kejahatan obat dan makanan."
Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan, keterbatasan SDM dan pendanaan menjadi kendala utama selama ini. "Tanpa kemitraan kami sulit," ujarnya.
Untuk mendukung penghiliran riset dan penelitian, Badan POM mendorong pembentukan Satgas Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Fitofarmaka serta Satgas Percepatan dan pengembangan Produk Biologi. (Ind/H-2)
Figur yang kerap membongkar kandungan produk skincare, Doktif, kini harus menerima kenyataan, empat produk yang terafiliasi dengannya dicabut izin edarnya oleh BPOM.
Belakangan ini merebak kosmetik beredar dengan komposisi yang tidak sesuai dengan yang tercantum pada kemasan.
Ada pula produk yang dicabut izinnya karena Nomor Izin Edar (NIE) telah dibatalkan dan diproduksi berdasarkan kontrak produksi.
Ada pula produk yang dicabut izinnya karena Nomor Izin Edar (NIE) telah dibatalkan dan diproduksi berdasarkan kontrak produksi.
DARI hasil pengawasan Badan POM ditemukan 21 produk kosmetik yang diproduksi tidak sesuai dengan data yang didaftarkan
NESTLE Indonesia menerima kunjungan dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar beserta jajaran di Pabrik Nestlé Karawang, Jawa Barat. Produk olahan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved