Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Tata Kelola SMK Perlu Segera Dibenahi

Dhika Kusuma Winata
19/7/2019 22:40
Tata Kelola SMK Perlu Segera Dibenahi
Siswa memperagakan cara kerja alat pendeteksi kemacetan saat simulasi dalam ruang di SMK Texar,(ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

PENGEMBANGAN pendidikan vokasi dalam perjalanannya sejauh ini lebih dominan menekankan kuantitas dan tidak mengindahkan kontrol kualitas. Munculnya wacana pembubar-an sejumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) yang sempat dilontarkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil baru-baru ini ditengarai karena tidak optimalnya tata kelola sekolah vokasi tersebut.

Hal itu dikemukakan peneliti pendidikan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anggi Afriansyah menanggapi polemik pembubaran SMK yang mendapat respons beragam dari berbagai daerah.

“Di masa lalu perizinan SMK memang dibuka lebar untuk mengejar proporsi jumlah SMK agar lebih banyak dari SMA. Tapi quality control-nya tidak ada. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk dibenahi,” kata Anggi, Jumat (19/7).

Anggi bersama tim LIPI tahun lalu menerbitkan laporan riset mengenai kualitas sejumlah SMK di Jawa Barat dan Yogyakarta. Di Jabar, salah satu yang menjadi kajian ialah SMKN Peternakan Lembang dan SMKN 5 Pangalengan.

Berdasarkan hasil riset kualitatif yang dilakukan, ujar Anggi, kedua SMK itu terbilang cukup baik karena ekosistem link and match dengan industri, laboratorium, dan praktikum yang memadai.

Persoalan berkisar pada aspek lain, yakni rendahnya minat generasi muda pada peternakan. “Tapi kenyataannya memang tidak semua SMK berjalan seperti itu. Banyak yang laboratorium dan ­praktikumnya tidak memadai sehingga seperti SMK rasa SMA,” ucapnya.

Berdasarkan data BPS (2017), Jawa Barat memiliki pertumbuhan SMK tertinggi yakni hampir 3.000 sekolah. Di Jawa sendiri, ada sekitar 7.500 SMK. Ia berpendapat link and match memang masih menjadi ­persoalan SMK secara keseluruhan. ­Persoalan lain ialah tata kelola. Hal itu terkait kewenangan SMK di masa lalu yang menjadikan pengembangan tak optimal.

Mandeknya pengembangan SMK bermula dari bergesernya kewenangan yang sebelumnya dikelola Kemendikbud melalui Direktorat SMK dengan berbagai bidang, dan harus pula mengejar target pertumbuhan kuantitas. Setelah terbit UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan SMK berada pada pemda. Menurut Anggi, ke depan perlu koordinasi lebih intensif antara pemda dan pusat agar program revitalisasi SMK sesuai Inpres 9/2016 bisa optimal.

Muncul tiba-tiba
Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Kabupaten Karawang, kemarin, menyatakan dukungan terhadap usul Gubernur Jawa Barat untuk membubarkan SMK yang tak memenuhi syarat. ­Sekretaris MKKS SMK Karawang, Lili Suhenda, menjelaskan jumlah pelajar SMK saat ini mencapai 60% di Karawang.

Diakui pula, lulusannya kalah bersaing dengan lulusan SMK di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta.

Lili mengungkapkan pendirian SMK di Karawang banyak yang menyalahi aturan. Banyak SMK yang tiba-tiba berdiri tanpa diketahui MKKS atau pengawas. “Biasanya mereka menumpang di gedung SD atau madrasah.” (CS/DW/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya