Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MASYARAKAT Indonesia selama ini dikenal mempunyai budaya toleran dan rukun dengan menganut cara pandang moderat, baik dalam beragama maupun bernegara.
Dalam beragama, pandangan moderat dipilih sebagai cara memaknai agama yang tidak ekstrem. Moderat dan toleran menjadi karakter dan jati diri bangsa. Namun, saat ini dengan banyaknya narasi intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme di dunia maya telah mengoyak cara pandang masyarakat.
Hal itu mengakibatkan masyarakat menjadi mudah marah, tersinggung, dan senstitif dengan perbedaan apalagi melalui dunia maya. Sehingga menjadi perlu adanya mengarusutamakan toleransi di dunia maya untuk mendidik dan menanamkan kembali karakter dan jati diri bangsa.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Faisal Abdullah, mengatakan, rumah tangga atau keluarga di Indonesia harus terus menurunkan kebiasaan tentang budaya, moral serta etika yang ada di rumah tangga atau keluarga ke anak-anak atau cucu-cucunya.
Karena, kata Faisal, melalui rumah tangga atau keluarga akan selalu memunculkan kesinambungan budaya dari masing-masing daerah yang ada di bangsa ini. Rumah tangga kunci untuk menanamkan budaya moderat dan toleransi kepada generasi muda.
Baca juga: Sistem Zonasi Sekolah Tingkatkan Kualitas Belajar
“Ini agar tidak terjadi putusan-putusan yang tidak menjadi suatu keutuhan yang menyeluruh secara nasional. Karena dengan adanya budaya yang baru seperti dengan adanya smartphone dan kemajuan teknologi yang cukup pesat itu telah menjadi suatu loncatan sejarah yang mengakibatkan tergerusnya budaya lama dan munculnya budaya baru yang juga tidak dipahami oleh para orang tua untuk disampaikan ke generasi selanjutnya,” ujar Faisal di Jakarta, Senin (15/7).
Dijelaskan Faisal, jika sampai budaya baru tersebut muncul ke generasi-generasi berikutnya, tentunya akan membahayakan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara ini, apalagi jika tidak ada hubungan antargenerasi ke generasi berikutnya.
Meskipun ada dialog antargenerasi, hal itu lebih hanya kepada sikap formal, bukan sebagai suatu kebiasaan di dalam rumah tangga antara anak dan orangtua.
“Saya kira akhir-akhir ini dan tahun-tahun ke depan kita akan mengalami guncangan guncangan yang sifatnya tentu kita harus siap dan sigap. Saya tidak ingin mengatakan itu moderat, tetapi setidaknya dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang berani untuk mengatakan bahwa saya Pancasila. Bukan saya Islam, saya Nasrani atau saya Kristen, tetapi Saya membela Indonesia,” tuturnya.
Untuk itu, menurut dia, perlu adanya peran para tokoh untuk mengajak masyarakat mau menggelorakan pengarusutamaan moderasi dan toleransi baik di dunia nyata maupun dunia maya. (RO/OL-11)
Dialog antaragama merupakan sarana yang sangat penting bagi mahasiswa untuk meningkatkan daya kritis, membangun hubungan antaragama yang baik dan bermakna.
KETUA Umum Ahlulbait Indonesia (ABI) Zahir Yahya menilai untuk menghadapi tantangan di Indonesia yang kompleks, Islam dan kebangsaan harus berjalan beriringan.
Universitas Nusa Cendana dianggap paling menarik dan terpilih menjadi role model untuk implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Perpanjangan Operasi Madago Raya merupakan upaya Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Sulteng.
Komnas Perempuan menyayangkan keberadaan aparatur pemerintah dan penegak hukum namun terindikasi justru semakin memperkeruh keadaan dan tidak menerima penjelasan korban.
SEBANYAK 700 warga Gading Nias Residences bergabung dalam kegiatan halal bihalal yang diselenggarakan untuk menjalin hubungan yang erat dan penuh semangat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved