Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

BPJS Kesehatan Minta Ada Intervensi Soal Tarif Atasi Defisit

Indriyani Astuti
27/5/2019 22:07
BPJS Kesehatan Minta Ada Intervensi Soal Tarif Atasi Defisit
Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam rapart Kerja gabungan dengan Komisi IX DPR, senin (27/5)(Antara/Indrianto eko Suwarso)

AUDIT Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menemukan adanya defisit antara pendapatan dari sisi iuran peserta dengan biaya pelayanan kesehatan lewat kartu BPJS.

Kepala BPKP Ardan Adiperdana menyebutkan, ada 3 faktor penyebab hal itu, antara lain banyaknya peserta non-aktif, implementasi peraturan Menteri Kesehatan nomo 36/205 tentang Pencegahan Fraud dalam program jaminan Kesehatan, dan kelebihan biaya operasional.

"Dalam konteks sistem kepersertaan, kami memandang perlu adanya pengefektifan dalam peningkatan terutama dalam segmen Pekerja Penerima Upah dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)," ujar Ardan dalam rapat dengar pendapat bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) di Komisi IX, Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (27/5).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, defisit yang terjadi diakibatkan ada selisih dari rata-rata premi bulanan peserta BPJS sebesar Rp36.117.

Faktor lain yang jadi penyebab ialah lebih besarnya iaya per orang per bukan (BPOP)  dibanding premi per orang perbulan (PPOPB).

"Jadi ada missmatch Rp10.000 per kepala," terang Fachmi.

Baca juga : BPJS Kesehatan Gelontorkan Rp11 Triliun untuk Bayar Rumah Sakit

Soal besarnya biata pelayanan kesehatan, Fachmi menyebutkan adanya profil morbiditas penduduk yang menderita penyakit kronis. menurutnya, ada 8 penyakit katastropik (berbiaya tinggi) yang ditanggung BPJS seperti kanker, jantung, stroke, dan thalasemia yang menyebabkan total biaya mencapai Rp20,4 triliun.

Fachmi mengatakan strategi pengendalian biaya untuk penyakit katastropik yakni mencegah sebelum sakit dan mencegah penyakit lebih parah lagi.

Menurutnya beban pembiayaan rumah sakit cukup berat apabila pencegahan penyakit katastropik tidak dilakukan, karena penyakit tersebut menyedot sekitar 25%-30% dari pengeluaran BPJS Kesehatan.

Dari hasil perhitungan BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh auditor kantor akuntan publik, total pendapatan BPJS Kesehatan dari iuran peserta sebesar Rp81 triliun, tetapi total pengeluaran BPJS Kesehatan mencapai Rp94,2 triliun. Pemerintah sendiri memberikan suntikan dana Rp10,2 triliun sehingga masih kurang Rp 9,1 triliun.

"Bahwa terkonfirmasi defisit yang selama ini angkanya tidak berbeda jauh dengan hasil audit. BPJS Kesehatan diaudit oleh kantor akuntan publik dan kantor akuntan menggunakan standar prinsip akuntansi dalam proses mengaudit," ucap Fachmi.

Fachmi menegaskan walalupun kolektabilitas dari semua segmen peserta mencapai 100% dan cakupan kepesertaan peserta sudah tercapai, tetapi dengan besaran hitungan iuran saat ini yang belum sesuai nilai aktuaria, BPJS Kesehatan akan terus defisit.

Kecuali, lanjutnya ada intervensi lain seperti penyesuaian tarif iuran jadi manfaat yang dibatasi.

"Karena kalau tidak, manfaat terus diperluas dengan jumlah peserta meningkat, sementara besaran iuran belum sesuai hitungan, kita akan missmatch dan defitsit tidak akan selesai," tukas Fachmi. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik