Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Ekonomi Sirkular belum Optimal

Dhika Kusuma Winata
27/4/2019 01:15
Ekonomi Sirkular belum Optimal
Pekerja menjemur sampah plastik yang telah dicacah di Fasilitas Daur Ulang Sampah Plastik di kawasan Cipayung, Jakarta.(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

PENYERAPAN industri daur ulang saat ini masih belum optimal. Padahal, daur ulang menjadi tumpuan untuk mengurangi timbulan sampah plastik dengan memprosesnya menjadi barang yang kembali bernilai ekonomi (ekonomi sirkular).

Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengakui, penerapan ekonomi sirkular di Indonesia belum maksimal. KLHK berupaya mengubah hal itu dengan merevisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui Bank Sampah.

"Memang belum maksimal ekonomi sirkular ini. Perlu terus didorong dengan meningkatkan demand melalui pertumbuhan industri daur ulang yang baik," katanya di Jakarta, kemarin.

Melalui revisi Peraturan Menteri LHK 13/2012 itu, imbuhnya, pemerintah mendorong tumbuhnya bank sampah sebagai sebuah ekosistem ekonomi sirkular. "Dari sisi itu kita akan menjamin off taker mengangkut sampah-sampah untuk didaur ulang," sahut Novrizal.

Sebagai informasi, serapan industri daur ulang untuk sampah plastik saat ini masih tergolong rendah, yakni di kisaran 10%-12%. Minimnya serapan daur ulang itu di sisi lain menjadi indikator masih dominannya sampah plastik yang berakhir di tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempatpembuangan akhir (TPA).

Salah satu mata rantai penting yang menopang ekonomi sirkular, imbuh Novrizal, ialah keberadaan bank sampah. Hingga 2018, KLHK mencatat ada sekitar 7.500 unit bank sampah di seluruh Indonesia. Kontribusinya dalam pengurangan sampah nasional baru sekitar 1,7%. Bank sampah diharapkan tumbuh lebih banyak untuk menyuplai industri daur ulang.

Komitmen penerapan ekonomi sirkular juga dibutuhkan dari produsen kemasan plastik. Dorongan itu akan dituangkan melalui peta jalan pengurangan produksi kemasan plastik oleh industri.

Produsen penghasil kemasan plastik bakal diwajibkan mengurangi sedikitnya 30% produksi dalam jangka waktu 10 tahun. Produsen juga akan diwajibkan mengambil kembali sampah kemasan plastik yang dihasilkan untuk didaur ulang (Media Indonesia, 26/4).

"Tanggung jawab produsen itu akan berlaku secara fair bagi semua sektor penghasil kemasan plastik baik itu manufaktur, retail, dan pusat perbelanjaan, serta industri jasa makanan dan perhotelan," sebut Novrizal.

Senada, Kementerian Perindustrian juga mendorong pengembangan industri daur ulang plastik menyusul masih tingginya kebutuhan plastik di masyarakat. "Saat ini terdapat sekitar 1.500 industri daur ulang di Indonesia. Sebanyak 600 di antaranya berada di kategori menengah," ujar Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian Republik Indonesia Taufik Bawazier, beberapa waktu lalu.

Ubah paradigma

Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono sepakat daur ulang menjadi bagian penting dalam menciptakan ekonomi sirkular. Menurutnya, industri daur ulang saat ini masih terdapat kapasitas menganggur sebanyak 20%.

"Utility industri daur ulang saat ini 80% yang artinya masih ada idle. Masalahnya, sampah plastik dari hilir masih kerap tercampur dengan sampah lain sehingga sulit diproses. Nilainya pun jadi turun jika tercampur," ucapnya.

Ia pun mendorong pemerintah agar lebih gencar merubah paradigma pengelolaan sampah di hilir dari kumpul-angkut-buang menjadi pilah-angkut-proses. (Ant/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya