Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menanggapi beredarnya berita yang menyebutkan adanya fenomena Equinox. Menurut BMKG, fenomena itu tidak mengakibatkan sun stroke atau serangan panas dan menyebabkan dehidrasi.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo menjelaskan equinox adalah salah satu fenomena astronomi saat matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu tanggal 21 Maret dan 23 September.
Saat fenomena ini berlangsung, matahari dengan bumi memiliki jarak paling dekat dengan wilayah tropis sekitar ekuator sehingga mendapatkan penyinaran matahari maksimum. Meski demikian, fenomena ini tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis maupun ekstrem.
Baca juga : BMKG-British Council Kirim 23 Pegawai ke 9 Perguruan Tinggi Inggris
“Secara umum, diketahui rata-rata suhu maksimum di wilayah Indonesia berada dalam kisaran 32-36°C,” terang Prabowo melalui siaran pers, Senin (25/3).
Berdasakan pengamatan BMKG, suhu maksimum tertinggi pada hari Sabtu 23 Maret 2019 tercatat 37,6°C di Meulaboh, Aceh.
“Equinox bukan merupakan fenomena seperti gelombang panas atau heat wave yang terjadi di Eropa, Afrika dan Amerika yang merupakan kejadian peningkatan suhu udara ekstrem di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu cukup lama,” ujar Prabowo.
Baca juga : Stasiun Klimatologi DIY: Fenomena La Nina akan Melemah hingga Maret
Menyikapi hal ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari equinox sebagaimana disebutkan dalam isu yang berkembang. Sebab secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah. Hanya beberapa wilayah Indonesia yang sedang memasuki periode transisi atau pancaroba.
"Ada baiknya, masyarakat tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan," tukasnya.(OL-5)
Baca juga : Gempa Susulan Guncang Kalimantan Selatan
Masyarakat diimbau waspada terkait fenomena pasang maksimum air laut yang terjadi pada 19-22 Januari 2019 tersebut.
Musim semi terjadi saat periode atau masa peralihan dari musim dingin ke musim panas. Kondisi ini berkaitan dengan posisi kemiringan Bumi terhadap Matahari.
Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan.
BADAN Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan British Council memberangkatkan 23 pegawai ke beberapa universitas di Inggris.
BMKG menyediakan data meteorologi dan klimatologi yang dimanfaatkan Korika untuk mengembangkan model AI dalam mendukung deteksi dan mitigasi risiko kesehatan akibat perubahan iklim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved