Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
UNTUK meningkatkan kualitas perguruan tinggi swasta (PTS) di daerah agar mereka memiliki daya saing dengan perguruan tinggi negeri (PTN), perlu adanya penguatan kualitas.
Pengamat pendidikan sekaligus Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof Rochmat Wahab mengatakan, penguatan kualitas itu di antaranya menggenjot displin manajemen PTS daerah. “Itu membutuhkan kejujuran dan kerja tuntas,” tutur Rochmat ketika dihubungi Media Indonesia, Rabu (20/3).
Rochmat mengakui, saat ini sejumlah PTS di luar Jawa, memiliki kualitas yang cukup baik, seperti di Lampung, Palembang, Padang, Makassar, Denpasar, dan Mataram. Namun, masih ada PTS di daerah lain yang kualitasnya masih rendah.
Untuk itu, mereka perlu bekerja sama dengan PTN kota setempat atau PTN dan PTS kota lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kekuatan yang dimiliki perguruan tinggi mitra.
“Bermitra dengan PTN bisa dilakukan dengan capacity building institusi dan sumber daya manusia (SDM). Bisa juga dengan meminjam dosen PTN untuk jabatan posisi atau sebagai dosen luar biasa. Bisa juga resource sharing dan sebagainya,” papar Rochmat.
Upaya lain yang dilakukan, yakni memfasilitasi mahasiswa mengikuti kompetisi tingkat lokal, daerah tingkat l, nasional, dan internasional. Upaya itu dilakukan untuk meningkatkan akreditasi.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko mengakui ketimpangan kualitas PTS di daerah juga disebabkan minimnya anggaran antara PTN dan PTS.
Dalam nota keuangan APBN 2019, jelasnya, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp41,26 triliun. Anggaran itu naik jika dibandingkan dengan 2018 sebesar Rp39,87 triliun, sedangkan anggaran pada 2017 sebesar Rp37,7 triliun, dan 2016 sebesar Rp37,67 triliun.
Dari total anggaran itu, anggaran untuk penguatan riset dan pengembangan nilainya sangat kecil. Untuk tahun ini hanya Rp2,01 triliun. Jumlah itu memang naik jika dibandingkan dengan 2018 sebesar Rp1,84 triliun dan 2017 sebesar Rp1,5 triliun.
Menurut dia, pemerintah harus berpikir holistik, tidak ada dikotomi anggaran antara PTN dan PTS. “Dari 100% anggaran APBN untuk pendidikan tinggi, hanya 7% untuk PTS, sisanya 93% buat PTN. Padahal dari jumlah, PTN hanya 200 universitas, sementara PTS ada 4.500-an,” pungkas Budi.
Pendampingan PTS
Sementara itu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristek-Dikti) akan melakukan pendampingan terhadap PTS yang kualitasnya rendah.
Menurut Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono, program pendampingan itu dilakukan sejumlah direktorat jenderal. Untuk pendampingan meningkatkan akreditasi program studi (prodi) di bawah wewenang Direktorat Jenderal (Ditjen)Pembelajaran dan Mahasiswa.
“Ditjen Pembelajaran dan Mahasiswa akan melakukan pendampingan pada prodi. Misalnya prodi yang akreditasinya C didorong menjadi B. Begitu pula prodi yang masih akreditasi B didorong menjadi A,” paparnya.
Pada Direktorat Jenderal Kelembagaan membina akreditasi institusi atau perguruan tinggi. Akreditasi institusi itu dibina manajemen perguruan tinggi agar mereka bisa meningkat akreditasinya dari C menjadi B dan yang masih dalam tingkat B bisa menjadi A.
Dia mengatakan saat ini jumlah perguruan tinggi yang sudah terakreditasi A meningkat tajam. “Total perguruan tinggi dengan akreditasi A berjumlah 87, yang 36 di antaranya merupakan PTS,” paparnya.
Selain berbagai program untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi, Kemenristek-Dikti juga memberikan Program Pembinaan Perguruan Tinggi Swasta (PP-PTS). Pada 2019, Direktorat Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi, Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan menyelenggarakan Program Pembinaan Perguruan Tinggi Swasta (PP-PTS) 2019 skema B dan C.
Untuk skema B, program yang diberikan berupa berupa peralatan laboratorium dan peralatan pendidikan untuk meningkatan produktivitas dan relevansi lulusan.
Sementara itu, pada PP-PTS skema C, diberikan dalam bentuk bantuan pendanaan untuk mendorong peningkatan reputasi akademik dan internasionalisasi perguruan tinggi sehingga bisa berada dalam jajaran perguruan tinggi tingkat dunia dan menjadi bagian dari world class university (WCU).
“Pembinaan itu diperuntukkan bagi perguruan tinggi yang masuk dalam klasterisasi,” paparnya.
Klasterisasi ini dilakukan untuk memetakan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta guna meningkatkan mutu mereka secara berkelanjutan.
Pada 2018, ada 14 perguruan tinggi masuk pada klaster 1, sebanyak 72 perguruan tinggi pada klaster 2, kemudian 299 perguruan tinggi pada klaster 3, serta 1.470 perguruan tinggi pada klaster 4, dan 155 perguruan tinggi masuk pada klaster 5. (S-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved