Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DI kalangan awam, masih banyak yang memahami daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah di kiri-kanan sungai. Padahal, sejatinya pemahaman itu keliru karena DAS dalam bahasa inggris disebut watershed, bukan river bank atau riparian area yang merupakan arti harfiah dari kawasan di kiri-kanan sungai.
Karena itu, pengertian DAS yang benar adalah hamparan daratan yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan melalui sungai yang akhirnya bermuara ke laut atau danau. Berdasarkan pengertian itulah daratan di bumi terpilah-pilah ke dalam jutaan DAS. Di Indonesia terdapat sekitar 17 ribu DAS berbagai ukuran. Punggung bukit yang menjadi penentu arah aliran air menjadi pemisah antar-DAS.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, banyak pihak berkepentingan terhadap DAS sehingga penting untuk menjaga DAS lewat pemanfaaatan sumber daya alam (SDA) di sekitarnya secara bertanggung jawab. Sebaliknya, jika pemanfaatan SDA dilakukan secara serampangan, justru akan membuat lingkungan tertekan dan kehilangan daya dukung terhadap aktivitas manusia.
“DAS itu sebuah hamparan daratan yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan, mulai puncak gunung serta bukit bukitnya sampai akhirnya ke laut atau danau sebagai bagian dari siklus hidrologi. . Kita harus memanfaatkan SDA di DAS ini dengan baik karena jika tidak, akan terjadi kerusakan, ketidakseimbangan air. Jadi, ada perlunya menjaga hulu, menahan erosi, tapi di bagian bawahnya ada untuk keperluan kehidupan masyarakat, terutama di bagian tegakan hutan yang sudah tipis, bisa digunakan untuk akses perhutanan sosial,” kata Menteri Siti.
Sebagai tempat yang juga menunjang kehidupan, kesehatan DAS harus menjadi perhatian dan kesadaran bersama. Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung KLHK IB Putera Parthama menegaskan, agar hidup sehat dan sejahtera, DAS pun harus sehat.
Ukuran kesehatan DAS, menurut Putera, DAS sangat terkait dengan ketersediaan air (makanya namanya watershed). Fungsi DAS adalah meregulasi tata air secara alami. Oleh sebab itu, ukuran sehatnya DAS ialah ketersediaan air yang kontinyu secara kuantititas maupun kualitas. Artinya, air berkualitas tetap tersedia di saat musim kemarau, tidak terjadi banjir (kelebihan air) di musim hujan. Itu terjadi karena DAS yang sehat mampu menyimpan air hujan di dalam tanah untuk nanti menjadi mata air, tidak semuanya dialirkan menjadi banjir pada saat hujan.
Kondisi ini menjadi prasyarat produktivitas lahan sekaligus menekan frekuensi dan intensitas bencana hidrologis dan akhirnya peningkatan kenyamanan hidup serta kesejahteraan masyarakat.
“Dengan ukuran DAS sehat tadi, sangat mudah menyimpulkan bahwa sebagian DAS kita sangat tidak sehat. Banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau yang jadi rutinitas menunjukkan DAS-nya tidak sehat karena tidak mampu meregulasi tata air. Sekitar 2.000 DAS tergolong tidak sehat dan harus dipulihan dengan cepat,” kata Putera.
Beberapa DAS yang kondisinya tidak sehat itu, bahkan terlihat dengan jelas. Putera menyebutkan, di antaranya Ciliwung, Citarum, Cimanuk, Citandui, Cisadane, Solo, Progo, Serayu, Brantas, Musi, Indragiri, Asahan, Jeneberang, dan Limboto.
GN-PDAS
Kerusakan yang dialami DAS terjadi karena beberapa penyebab, di antaranya tata ruang yang keliru atau tidak dipatuhi, praktik pemanfaatan lahan yang tidak benar atau tidak ekologis, serta perilaku manusia terhadap badan air yang tidak ramah lingkungan. Persoalan paling mendasar dalam DAS ialah belum adanya koordinasi yang baik untuk mewujudkan pengelolaan DAS terpadu.
Karena itu, KLHK pun menginisiasi Gerakan Nasional Pemulihan DAS (GN-PDAS). Putera menjelaskan, gerakan tersebut merupakan upaya bersama lintas sektor pemangku kepentingan untuk memulihkan kesehatan DAS.
“Mengapa lintas sektor? Karena DAS sejatinya memang persoalan multidimensi menyangkut kepentingan berbagai sektor. Di atas suatu DAS berlangsung dinamika kehidupan dan aktivitas pembangunan atau ekonomi. Karena iru, pasti berbagai sektor terkait,” ujar Putera.
Bentuk kegiatan dalam GN-PDAS di antaranya peningkatan komunikasi dan koordinasi lintas sektor dalam menyusun rencana pengelolaan DAS terpadu yang nantinya menjadi dokumen yang mengikat untuk dipatuhi semua pihak. Komunikasi dan koordinasi itu akan memberdayakan Forum DAS di tiap-tiap DAS.
Kegiatan lainnya berupa kegiatan teknis, seperti pembangunan sarana fisik untuk mencegah longsor, erosi, dan sedimentasi di berbagai lokasi prioritas. Tak kalah penting ialah rehabilitasi lahan dan hutan di daerah tangkapan air melalui revegetasi atau penanaman pohon.
“Lainnya berupa pembersihan badan air dari sampah, penanganan limbah, pembangunan fasilitas-fasilitas pemanfaatan jasa wisata. Semua itu dibarengi upaya penyadaran masyarakat dan penciptaan kesempatan kerja alternatif,” sebut Putera.
Ditetapkannya kegiatan ini sebagai gerakan nasional, menurut Putera, diharapkan akan menambah dorongan pihak-pihak terkait untuk mau diajak berkoordinasi.
“Kami sadari ada keterbatasan leverage bagi sebuah ditjen dalam mengoordinasikan penanganan isu lintas sektor serumit pemulihan DAS. Idealnya memang ada sebuah lembaga semacam badan tersendiri, sejenis BIG (Badan Informasi Geospasial) atau Batan (Badan Tenaga Atom Nasional) yang langsung di bawah Presiden dan punya daya koordinasi lebih kuat. Mungkin namanya Badan Pengelolaan DAS,” tukasnya. (S1-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved