Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BAGI sebagian masyarakat, epilepsi kerap dikaitkan dengan kejang-kejang yang muncul tiba-tiba. Gejala itu acap kali membuat orang sekitarnya bingung, bahkan takut. Penderita pun kerap menjadi minder.
Sejatinya, penyakit yang bisa terjadi kepada bayi hingga orang dewasa itu bisa dipulihkan. Baik dengan obat-obatan maupun operasi. Kata kuncinya, deteksi dan penanganan dini.
"Pada pasien epilepsi ada letupan listrik yang berlebihan di otak yang mengakibatkan kejang. Letupan itu terjadi karena ada kelainan yang terjadi pada sekat otak," ujar dokter spesialis saraf Aris Catur Bintoro dalam seminar tentang epilepsi di Rumah Sakit Umum (RSU) Bunda, Jakarta, Sabtu (15/9).
Dengan kemajuan teknologi, lanjutnya, saat ini deteksi epilepsi semakin mudah. Termasuk dalam menentukan lokasi kerusakan atau fokus epilepsi.
"Apakah pusatnya dari otak kiri atau kanan, bisa dideteksi dengan EEG. Kemudian epilepsinya dipastikan apakah general atau parsial (vokal). Jika epilepsi vokal, sumbernya sebelah mana," katanya.
Epilepsi dapat ditanggulangi dengan obat. Dengan terapi obat-obatan, sekitar 60% pasien tidak lagi mengalami gejala kejang. Adapun pada kasus yang sulit disembuhkan dengan obat-obatan, bisa diatasi dengan tindakan operasi. "Kasus yang sulit disembuhkan umumnya karena gangguan di otak terjadi di beberapa bagian."
Operasi dilakukan untuk mengangkat bagian saraf otak yang mengalami kerusakan dan menjadi fokus (sumber) epilepsi.
Pada kesempatan sama, dokter spesialis bedah saraf RSU Bunda, Zainal Mustaqqin, menjelaskan operasi menjadi solusi untuk pasien epilepsi. Tingkat keberhasilannya sekitar 70%. "Dalam operasi dilakukan pemotongan saraf yang rusak tanpa mengganggu fungsi saraf otak yang lain," terangnya.
Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan epilepsi, yakni faktor genetik (keturunan), penyakit lain, seperti stroke, ataupun penyakit yang disebabkan virus, serta benturan. "Termasuk infeksi virus rubela karena dia menyerang otak."
Dari berbagai penyebab tersebut, gejala yang ditimbulkan tidak selalu berupa kejang-kejang, tetapi bisa berupa hilangnya konsentrasi dan bengong.
"Epilepsi tidak harus kejang tergantung dari bagian otak mana yang terkena. Bisa saja gejalanya seperti bengong dan pada bayi lidahnya mengecap-ngecap, atau bisa jadi dia merasa dejavu," ungkapnya.
Dia mengingatkan, saat menghadapi penderita epilepsi yang kejang-kejang, biarkan dulu gejala itu berlangsung. Yang terpenting, jauhkan penderita dari benda-benda yang membahayakan jiwanya.
BEROLAHRAGA mungkin menjadi hal yang butuh pertimbangan besar bagi para penderita epilepsi.
Pertolongan pertama sangat penting untuk mencegah cedera dan komplikasi pada orang yang kejang, terutama yang sampai mengeluarkan liur.
Mengalami epilepsi selama kehamilan dapat menjadi tantangan besar bagi ibu hamil, karena tidak hanya membahayakan keselamatan ibu, tetapi juga janin dalam kandungan.
Para peneliti menyarankan terapi relaksasi seperti yoga, musik, relaksasi otot progresif, relaksasi napas dalam, dan hipnosis untuk mengurangi risiko stres dan kecemasan pada ibu hamil.
Epilepsi adalah kondisi yang ditandai oleh kejang berulang akibat aktivitas listrik abnormal di otak dan merupakah salah satu gangguan neurologis yang paling umum.
SELAIN mempercepat pertumbuhan tulang, konsumsi susu yang rutin dan teratur juga mampu mencegah anak dari penyakit epilepsi atau ayan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved