Perkawinan Seni Tradisional dan Modernitas di Millennium Culture

Abdillah M Marzuqi
22/1/2025 17:09
Perkawinan Seni Tradisional dan Modernitas di Millennium Culture
Pertunjukan Millennium Culture dari Gandrung Dance Studio dan Sanggar Nyi Ronggeng, Minggu (19/1) di Jakarta.(Dok. Gandrung Dance Studio)

PERTUNJUKAN seni tradisional Indonesia yang dikawinkan dengan unsur-unsur modern terbukti digemari oleh generasi muda. Kondisi itu mengilhami Gandrung Dance Studio dan Sanggar Nyi Ronggeng menggelar Millennium Culture. Konsep pementasan ini tidak hanya tentang keindahan artistik tetapi juga menunjukkan bahwa seni tradisional dapat tetap relevan dan keren di kehidupan urban saat ini.

 

Millennium Culture dibawakan oleh murid-murid kelas anak, remaja dan dewasa dari berbagai latar belakang usia, mulai dari usia 4 tahun hingga 50 tahun, yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan penyandang disabilitas down syndrome. Digelar di Teater Bulungan, Jakarta, Minggu (19/1), misi dari pementasan tari ini ialah menciptakan karya kolaboratif yang berakar kuat pada tradisi, sekaligus menyerap elemen budaya global yang hadir melalui arus globalisasi dan kemajuan teknologi.

 

"Mengusung tema kolaborasi budaya dan teknologi, seni tradisional Indonesia dipadukan dengan elemen-elemen budaya dari negara-negara besar seperti Amerika, Korea Selatan, Jepang, Cina dan India, serta penggunaan platform digital yang semakin mempercepat pertukaran budaya antarnegara," ujar Pendiri Gandrung Dance Studio & Sanggar Nyi Ronggeng Rosmala Sari Dewi lewat keterangan yang diterima, Rabu (22/1). Acara pementasan dihadiri pula oleh Kepala Suku Dinas Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Selatan Rusmantoro.

 

Millennium Culture berisi 13 repertoar karya dari para koreografer yang merupakan para pelatih gandrung Dance Studio dan Sanggar Nyi Ronggeng. Pada karya bertajuk Which One, Hena Paras memadukan gerakan Nusantara dan K-Pop yang menggambarkan pergulatan generasi muda dalam memilih antara mengikuti tren modern atau melestarikan tradisi tari Indonesia.

 

Kemudian ada karya bertajuk Hujan dari Nirwan Mulyawan. Tarian yang dibawakan oleh penyandang down syndrome ini menggambarkan ritual memohon hujan dan kegembiraan saat harapan terkabul. Tarian ini menyimbolkan harapan dan keberkahan, yang sekaligus merupakan pesan tentang inklusivitas dan keberagaman.

 

Ada pula tari Jadut karya Nicky Julia dan Ade Nanda Alifah yang memadukan jaipong dan dangdut, lalu Kebersamaan Dalam Melangkah karya Nicky Julia yang memadukan modern dance dan jaipong, Playing With A Music karya Rosmala Sari Dewi, dan Nandak Genjet karya Ade Nanda Alifah yang merefleksikan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari identitas kita.

 

Berikutnya Out Of Here karya Hena Paras Janah, Wadon karya Susilawati, P.O.V/Positive.Optimistic.Vivacious karya Citra Ayuni Hardiyantie, Holi Holi karya Susilawati, Flowers Moon karya Susilawati, Unseen Hustle milik Fajri Tri Raharjo serta Sigma Era karya Gita Ajeng Aryanti yang menggambarkan semangat anak-anak generasi alpha dalam mengeksplorasi dunia tari di era digital. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya