Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
ANAK muda sekarang dipandang sebagai generasi yang dianugerahi berbagai kemudahan. Untuk bisa mengembangkan kreativitas mereka, generasi muda saat ini bisa hanya dengan belajar melalui kecanggihan sistem komunikasi dan informasi internet.
Hal tersebut diungkapkan komedian dan sutradara Ernest Prakasa, 38, dalam acara Dies Natalis ke-81 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, yang bertajuk Anak Muda, Budaya dan Kreativitas dalam Krisis, Jumat (4/12).
Lebih lanjut Ernest menyebut, generasi muda yang dimanjakan dengan berbagai kemudahan informasi di internet, justru mudah patah semangat saat menghadapi tantangan yang tidak bisa mereka selesaikan. Menurut Ernest, kecanggihan teknologi dan berbagai kemudahannya di sisi lain telah membentuk suatu generasi yang instan sehingga yang dibutuhkan generasi muda saat ini ialah ‘kesabaran’.
“Anak muda sekarang, yang Anda butuhkan adalah ‘sabar’, berbeda dengan zaman saya, contoh, saya dulu untuk nonton Doraemon saja harus menunggu satu minggu, mendengarkan musik harus beli dulu kasetnya, generasi Z sekarang pengin hiburan apa pun tinggal klik, kebiasaan seperti itulah yang menjadikan kita kekurangan kegigihan untuk bertahan sabar dan berproses,” ujarnya.
Ernest mengungkapkan bahwa untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, kata kunci yang harus dipahami ialah waktu. Semua proses untuk mencapai sesuatu pasti membutuhkan waktu yang harus ditempuh.
“Ada beberapa orang mungkin yang beruntung tiba-tiba langsung jadi (sukses), itu kasus-kasus tertentu, tapi manusia normal yang kita lihat berhasil, di balik kesukses annya pasti ada perjuangan yang panjang,” ujarnya.
Jadi, menurut Ernest, dalam berkarya, generasi muda saat ini selain harus kreatif, kesabaran juga dibutuhkan untuk menjadikan generasi muda yang tahan banting.
Pengalaman
Ernest menjelaskan, berkaca dari dirinya, sifat sabar didapatkan setelah melewati pengalaman hidup yang cukup berat dan hampir meninggalkan trauma yang cukup dalam di kehidupannya. Menjadi anak yang lahir sebagai keturunan Tionghoa, saat masih duduk di bangku SD sampai SMA, Ernest kerap mengalami perundungan dari teman sebayanya.
Trauma itu terus membekas hingga Ernest kuliah di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Bandung. Hingga kemudian dia mengenal komedi dan mengubah semua pengalaman pahit dalam hidupnya menjadi kekuatan.
“Secara filosofis bagi saya tertawa itu penyelamat hidup, dulu saya banyak sekali luka batin, tapi sejak kenal komedi, saya menertawakan pengalaman pahit saya menjadi semacam terapi,” tuturnya.
Namun, pengalaman pahit yang membentuk mental inferior dalam dirinya tersebut justru mendorong Ernest ke arah yang lebih baik. Inferioritas tersebut membuat Ernest tidak mudah sombong dan puas terhadap pencapaian yang telah dia raih. Mental mudah puas terhadap suatu pencapaian, imbuhnya, menjadi batu sandungan dalam mengembangkan kreativitas.
“Batu sandungan orang-orang adalah ketika dia mulai merasa jago dan superior, dia berhenti belajar dan dia mandek. Karena aku sudah terbiasa kalau mencapai sesuatu harus lebih berat dari yang lain sehingga aku mungkin menjadi punya semangat juang, aku tahan banting, dan enggak gampang merasa hebat,” kata Ernest. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved