DARI balik jendela, tiga pria itu melongok ke dalam penuh rasa ingin tahu. Dari tatapan mata mereka, tersirat pula kekhawatiran.
Di dalam ruangan ada pria yang sedang tiduran tertelungkup sambil menahan sakit. Pinggang bawahnya sedang diperiksa pemijat patah tulang tradisional. Sesekali ditekan, dan jika diperlukan, dilakukan gerakan-gerakan seperti memutar dan menggeser.
Begitulah di antara pemandangan umum di Haji Naim. Sebuah nama yang sudah melegenda di kalangan penduduk Jakarta akan kehebatannya mengobati patah tulang.
Bertempat di rumah sederhana di Jalan MPR III Dalam No 24, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, pengobatan dengan nama lengkap Rumah Pijat Tulang Haji Naim (RPTHN) ini dibanjiri pasien sejak dini hari hingga pukul 22.00 WIB. Para pasien datang dengan kondisi beragam, bahkan tidak jarang sudah tergolek di atas tandu karena kegawatannya.
Meskipun pengobatan kerap disertai dengan jerit dan tangis pasien yang menciutkan hati, tidak pula jumlah pasien menjadi surut. Tampaknya rasa sakit selama pengobatan memang setimpal dengan kesembuhan yang sudah dirasakan banyak pasien.
Meski masih menggunakan nama Haji Naim, pengobatan tersebut dijalankan keturunan sang haji yang telah meninggal pada 1981. Dari 13 anak Haji Naim, hanya 1 satu yang tidak mewarisi ilmu memijat.
Dengan banyaknya pemijat, rumah pijat ini dapat melayani sekitar hingga 300 pasien setiap harinya. Jumlah pasien akan meningkat saat akhir pekan dan hari libur nasional. RPTHN juga menyediakan ruangan inap berkapasitas sekitar 20 pasien.
Teknik memijat Haji Naim punya ciri khas tersendiri. Saat pemijatan, minyak urut dipakai untuk membantu melemaskan otot serta melicinkan kulit. Minyak yang digunakan ialah minyak tumbuh-tumbuhan dari Cimande yang berwarna kuning. Selain itu, alat bantu pengobatan hanya berupa bilah kayu yang diikat ke bagian tubuh yang diobati.
Bukan hanya soal teknik dan minyak pijat yang khas, teknik pijat keluarga Haji Naim kental unsur spiritual. Di sisi lain, segala keunikan itu juga justru tampak membuat pengobatan ini makin melegenda.