Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Menguak Misteri 'Lubang Penyedot Air' di Sungai Kaliasat Blitar

M Rafly Aliffiandra DA, mahasiswa Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung
21/6/2025 15:06
Menguak Misteri 'Lubang Penyedot Air' di Sungai Kaliasat Blitar
M Rafly Aliffiandra DA, mahasiswa Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung(DOK PRIBADI)

FENOMENA alam tak biasa terjadi di Sungai Kaliasat, Desa Dawuhan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, pada akhir 2024. Masyarakat dikejutkan oleh kemunculan sebuah lubang besar yang secara tiba-tiba menyedot seluruh aliran air sungai hingga membuat alur sungai menjadi kering dalam waktu singkat.

Peristiwa itu menimbulkan keresahan warga sekitar, karena dianggap mengancam keselamatan lingkungan dan infrastruktur. Belum adanya penjelasan ilmiah yang pasti hingga menambah misteri dan menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat, mulai dari kerusakan alam hingga isu mistis. Dalam menanggapi fenomena tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur bersama tim ahli geofisika dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya turun langsung ke lokasi.

Dokumentasi BPBD Jawa Timur

Mereka menggunakan metode ground penetrating radar (GPR) untuk menelusuri struktur bawah permukaan dan mengidentifikasi penyebab terbentuknya lubang penyedot air tersebut. Kajian ini tidak hanya penting untuk menjawab rasa penasaran publik, tetapi juga sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana geologi yang berpotensi membahayakan masyarakat di sekitar wilayah sungai.

Hasil kajian awal mengungkapkan bahwa lubang yang menyedot air Sungai Kaliasat kemungkinan besar terbentuk akibat adanya rongga di bawah permukaan tanah. Rongga ini diduga kuat merupakan hasil proses pelarutan batuan oleh air tanah yang berlangsung dalam waktu lama.

Wilayah Blitar bagian selatan, khususnya Kecamatan Kademangan, diketahui memiliki struktur geologi batuan kapur (karst) yang rentan mengalami pelarutan. Proses pelarutan ini dapat membentuk lorong atau saluran air bawah tanah yang akhirnya runtuh. Ketika lapisan penutup permukaan tidak lagi mampu menahan beban, terbentuklah lubang secara tiba-tiba di permukaan.

Fenomena seperti itu dalam istilah geologi dikenal sebagai sinkhole dan kerap terjadi di daerah dengan formasi kapur. Kejadian ini menjadi bukti bahwa kondisi geologi bawah permukaan dapat berperan besar dalam risiko bencana yang tampak di permukaan.

Tim gabungan dari ITS dan BPBD Jawa Timur menggunakan metode GPR di lokasi kejadian. GPR merupakan teknologi geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik untuk mendeteksi objek atau lapisan di bawah permukaan tanpa harus menggali. Dalam praktiknya, alat GPR memancarkan gelombang ke tanah dan merekam pantulan gelombang dari lapisan-lapisan batuan atau rongga.

Data yang diperoleh menunjukkan adanya anomali berupa pola refleksi tidak beraturan yang menunjukkan kemungkinan keberadaan kekosongan atau celah besar. Anomali tersebut terdeteksi tepat di bawah titik lubang, memperkuat dugaan bahwa lubang terbentuk akibat struktur bawah tanah yang runtuh. Dengan demikian, GPR terbukti sangat efektif dalam pemetaan risiko geologi secara non-destruktif. Teknologi ini sangat penting dalam upaya deteksi dini bencana geologi serupa di masa depan.

Dampak dari kemunculan lubang itu tidak hanya dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar, tetapi juga memicu kekhawatiran akan potensi kejadian serupa di wilayah lain. Fenomena ini menjadi peringatan bahwa struktur geologi bawah tanah memiliki peran besar dalam keamanan permukiman dan infrastruktur. Oleh karena itu, BPBD dan pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan potensi risiko geologi secara lebih luas.

Kolaborasi dengan lembaga akademik seperti ITS menjadi sangat penting dalam menyediakan data ilmiah dan rekomendasi teknis. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang potensi risiko geologi di lingkungan mereka juga harus diperkuat. Dengan peningkatan pengetahuan dan kesiapsiagaan, masyarakat akan lebih mampu menghadapi ancaman geologi yang tak terduga. Kejadian di Sungai Kaliasat seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antarlembaga dalam pengurangan risiko bencana.

Kesimpulannya, fenomena lubang penyedot air di Sungai Kaliasat Blitar merupakan peristiwa geologi yang dipicu oleh runtuhnya rongga bawah tanah, kemungkinan besar akibat proses pelarutan batuan kapur. Investigasi menggunakan teknologi GPR berhasil mengidentifikasi adanya anomali bawah permukaan yang mendukung dugaan tersebut.

Peristiwa itu menunjukkan pentingnya pemantauan dan pemetaan risiko geologi di daerah rawan seperti Blitar selatan. Kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga kebencanaan, dan institusi akademik sangat penting dalam upaya mitigasi. Ke depan, peningkatan edukasi masyarakat dan deteksi dini bencana menjadi langkah strategis untuk mengurangi dampak serupa.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya