Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ELEKTABILITAS sejumlah kepala daerah yang masuk bursa Pemilihan Presiden 2024 dalam beberapa survei nasional memberikan gambaran bahwa pemilihan orang namor satu di Indonesia nantinya diwarnai dengan persaingan yang kompetitif.
Publik bakal disuguhkan dengan kemunculan para pemimpin daerah dengan kinerja yang telah diketahui secara nasional. Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai
nama-nama kepala daerah itu terdongkrak karena dua variabel, yakni eksternal dan internal. Variabel eksternal atau A berada di luar diri individu kepala daerah, yakni jumlah
penduduk di wilayah tersebut.
“Kepala daerah yang wilayahnya memiliki jumlah penduduk banyak seperti Jawa Barat, Tengah, dan Timur sangat potensial mendapat dukungan atau mendapatan elektabilitas yang tinggi. Apalagi di survei capres karena dia punya basis suara yang jelas dan besar,” ujarnya.
Jumlah penduduk di wilayah sangat memengaruhi elektabilitas seseorang, khususnya untuk maju dalam pemilihan presiden. Berdasarkan data miliknya, Jawa Barat memiliki 18% dari total penduduk Indonesia, Jawa Tengah 13%, dan Jawa Timur 16%. Meskipun ketiga daerah tersebut memiliki penduduk yang besar, DKI Jakarta yang hanya 5% memiliki daya exposure yang lebih besar dan nasional.
“Jakarta penduduknya kecil, tapi exposure-nya nasional karena media massa banyak di sini,” imbuhnya.
Kemudian variabel B adalah pandemi. Hal itu memiliki andil dalam memopulerkan kinerja para kepala daerah yang kemudian layak maju dalam Pilpres 2024. Dalam teknisnya, kegiatan wawancara, komunikasi liputan media terhadap kepala daerah semakin luas dan besar. “Kalau pandemi selesai, konsekuensinya elektabilitas juga bisa menurun karena exposure-nya berkurang.”
Adapun terkait dengan variabel internal, ada hal yang berasal dari kepala daerah sendiri. Dalam variabel ini juga terbagi dua, yakni kebijakan yang dibuat dan komunikasi.
“Kalau bagus terobosan berhasil menurunkan covid-19 kemudian memajukan daerah, itu akan populer karena disukai masyarakat. Lalu komunikasi kebijakan adalah satu hal penting. Kebijakan bagus tapi komunikasinya jelek tidak akan maksimal.”
Tiga partai
Qodari mengatakan, jika tidak ada perubahan undang-undang, tiga partai besar bisa menjadi kunci dalam peta Pilpres 2024. Ketiganya merupakan partai besar, yakni PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra. Tiga partai tersebut masih akan menentukan konstelasi dalam pemilihan ke depan.
“PDIP kursinya bahkan lebih dari cukup untuk bisa maju sendiri mencalonkan sendiri. Kemudian Golkar dan Gerindra tinggal tambah satu partai menengah sudah bisa memajukan
calon. Saya melihat kontelasi itu akan ditentukan oleh kondisi di tiga partai ini,” jelasnya.
Di kalangan partai banteng moncong putih hingga saat ini belum ada calon yang populer. Nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menurutnya bisa saja disorong, tetapi hal tersebut sangat dipengaruhi hubung an baik Ganjar dengan DPP PDIP.
Qodari juga melihat ada dua kemungkinan skenario 2024 yang berkaitan dengan tiga partai besar tersebut. Pertama yakni wacana untuk meneruskan kepemimpinan Jokowi menjadi tiga periode dengan alasan untuk memperkuat persatuan antara Jokowi dan Prabowo Subianto.
Skenario kedua ialah Prabowo maju sebagai calon presiden yang dipasangkan dengan wakil dari PDIP, sementara Golkar ikut bagian dari koalisi tersebut.
“Mau dikunci agar Prabowo jangan tertarik pada kelompok yang lain. Tentunya ini membutuhkan amendemen. Kalau melihat partai ini, ketiganya dekat dan mendukung Jokowi, maka sangat memungkinkan terjadi.” (Sru/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved