Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SURVEI-SURVEI selama masa pandemi sejauh ini mendapati elektabilitas sejumlah kepala daerah terdongkrak di bursa kandidat capres-cawapres untuk Pilpres 2024. Selain itu, ada
beberapa yang dapat efek dari posisi di kabinet.
Pada perkembangannya, mereka amat mungkin bisa saja kehilangan dukungan pemilih dan parpol pendukung. Contohnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dengan PKS sebagai mantan parpol mitra. Ada pula yang sangat mungkin tidak akan mendapat dukungan dari parpol asal. Misalnya Ganjar Prabowo berama PDI Perjuangan. Itu sebabnya Ganjar memerlukan kendaraan parpol lain.
Akan tetapi, parpol sejauh ini belum melakukan banyak kinerja politik untuk melakukan persiapan menghadapai Pemilu 2024. Dalam beberapa survei yang dilakukan, menurut Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan, hanya terlihat satu partai yang dinamis, yakni PDI Perjuangan. Partai lainnya cenderung stagnan.
“Itu menunjukkan belum banyak yang bisa diperkirakan. Kenapa PDIP, karena Jokowi sangat berpengaruh. Tingkat kepuasan dan elektabilitas terhadap Jokowi naik, maka PDIP juga ikut naik. Kalau kepuasan Jokowi turun, PDIP juga turun,” ucapnya.
Masa pandemi covid-19 di periode kedua Presiden Joko Widodo memimpin pemerintahan merupakan masa sulit. Tingkat kepuasan stagnan di angka 65%-70%. Kondisi itu naik tipis karena evaluasi terhadap Jokowi diasosiasikan dengan PDIP.
Partai lain belum ada gerakan politik karena masih jauh untuk Pilpres 2024. Karena Jokowi tidak akan maju lagi di 2024, itu berarti PDIP tidak bisa mengadalkannya.
Pertarungan 2024 akan lebih kompetitif, dan pasti berbarengan pula tergantung siapa yang diusung sebagai calon presiden Nama–nama yang sudah beredar seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Sosial Tri Rismaharani, Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, hingga putra Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudoyono, Agus Harimurti Yudoyono, memiliki jarak tingkat elektabilitas yang tidak terlalu jauh.
Untuk Prabowo, publik cenderung melihat apakah dia masih bisa dominan nantinya.
“Jarak elektabilitas mereka tidak jauh, artinya tipis. Pemilu tidak ada petahana cenderung kompetitif. Lagi-lagi medan pertarungannya berbeda. Kalau dia dulu cuma dua dan sekarang lebih banyak, dan bisa terbagi ke kandidat lainnya,” terangnya.
Hingga saat ini Djayadi melihat semua calon masih melihat-lihat keadaan. Peta pemilihan yang jelas akan terlihat pada awal 2023, termasuk ada tiga atau dua calon yang akan berlaga. Hal ini tergantung konfi gurasi partai.
“Petanya akan jelas di 2023 awal. Mulai jelas terlihat, termasuk ada tiga atau dua calon, tergantung konfi gurasi partai-partai. Banyaknya calon dan jarak elektabilitas tipis, dengan ambang batas presiden tidak dihapus, bisa lebih dari dua,” cetusnya.
Dikritik
Di sisi lain, Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) justru mengkritik rencana penyelenggaraan pilkada serentak pada 2024. Pilkada akan sekaligus digelar bersamaan
dengan pemilu legislatif dan pemilu presiden pada November 2024.
Aturan itu tertuang dalam Pasal 201 ayat (8) UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Hak orang untuk bicara, enggak ada larangan untuk bicara. Yang bikin undang-undang kan pemerintah sama DPR. Lagian pilkada serentak 2024 itu sudah diatur di Undang-Undang 10 Tahun 2016, itu sudah disepakati di 2016. Kenapa baru sekarang ngomong, kenapa saat penyusunan UU No 10 Tahun 2016 itu diam, kok tidak menyampaikan, kok baru sekarang,” ujar anggota DPR dari Fraksi PPP, Achmad Baidowi, yang biasa disapa Awiek.
Awiek menjelaskan keserentakan pemilihan tersebut bukan dalam satu waktu. Ada rentang enam sampai tujuh bulan sehingga masih ada cukup waktu yang panjang untuk jeda.
“Namanya pemilu serentak, toh rentangnya masih jauh. Misalnya pemilu nasionalnya April, pemilu pilkadanya November, itu masih ada berapa bulan, 6 bulan. Kalau masih kurang panjang, ya digelar di Desember 2024, misalnya,” jelas dia.
“Tetapi enggak bisa, undang-undang menyebutkan November 2024, ada 7 bulan dari pemilu April. Ya begitulah hiruk pikuk politik, biar selesai dalam satu tahun. Perludem punya hak untuk bicara, tetapi enggak punya hak untuk menentukan. Hak menentukan itu di DPR dan pemerintah,” jelas dia.
Awiek juga menanggapi kekhawatiran Perludem soal petugas KPPS akan kelelahan hingga meninggal bila pilkada, pemilu, dan pilpres dilaksanakan serentak. Menurutnya, untuk mencegah hal itu, penyelenggara bisa mencari petugas yang sehat dan tidak punya riwayat penyakit. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved