Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Semangat Baru Kafilah Perdamaian Poso

TAUFAN SP BUSTAN
06/1/2021 04:10
Semangat Baru Kafilah Perdamaian Poso
DOA BERSAMA LINTAS IMAN: Warga lintas agama menggelar Doa Damai Lintas Iman di Taman GOR, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (2/12/2020)(ANTARA/BASRI MARZUKI)

SUDAH puluhan tahun bendera teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, berkibar. Hingga saat ini belum terlihat organisasi bentukan Santoso yang kini diteruskan Ali Kalora itu akan gulung tikar.

Upaya pemerintah menghancurkan organisasi terorisme merupakan dambaan setiap warga yang mencintai NKRI.

Besar harapan masyarakat Operasi Tinombala yang berlangsung sejak 2020 dapat mengakhiri sepak terjang MIT.

Namun, mengakhiri terorisme dengan senjata terkadang bagaikan membabat pohon berduri. Batang kepotong, tetapi akar tetap bertunas. Peneliti terorisme Dr Lukman S Thahir berpandangan operasi di Poso tidak akan pernah selesai jika fokus utamanya perburuan semata.

“Saya selalu sampaikan agar pola operasi diubah. Satgas Tinombala jangan hanya fokus pada perburuan, tapi juga pemutusan jaringan,” ujar akademisi IAIN Palu itu kepada Media Indonesia di Palu, Jumat (25/12/2020).

Menurut Lukman, jika jaringan MIT terus bergerak, otomatis anggota mereka bertambah dan akan semakin eksis. Saat ini Ali Kalora dan kawan-kawan diperkirakan tersisa 11 orang, sedangkan satgas mencapai ratusan. “Seharusnya MIT sudah bisa ditangkap hidup atau mati. Ternyata tidak. Polanya harus diubah. Dikasih berimbang perburuan dan pemutusan jaringan. Saya yakin, kalau jaringannya diputus, MIT akan melemah dan mudah diselesaikan,” paparnya.

Lukman yang juga Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Palu menyarankan operasi tidak lagi mengedepankan kekerasan. Lakukan cara santun serta melibatkan pihak-pihak terkait. “Ajak tokoh agama, tokoh pemuda, dan semua pihak yang bisa berkomunikasi dengan keluarga kelompok MIT. Cari tahu apa mau mereka dan berikan solusi kemudian
minta mereka mengajak anggota keluarganya di MIT untuk menyerahkan diri. Saya yakin kalau langkah-langkah ini dilakukan, pasti akan ada suatu kemajuan dan tentu operasi tidak perlu berlarut-larut,” tegasnya.

Lukman sudah mendekati para narapidana terorisme (napiter) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Petobo. Sebutlah nama Hasanuddin yang akrab dipanggil Ustaz Hasan, Abdurahman Kalahe, Tugiran, Aat, Amrin Yodem, dan Arifuddin Lako alias Iin Brur, pelaku penembakan jaksa Ferry Silalahi.

Ada tiga langkah pendekatan dilakukan. Ia sering mengunjungi LP, mendengarkan keluh kesah mereka, membantu memecahkan masalah, dan memberikan keterampilan untuk dijadikan modal mencari nafkah setelah selesai menjalani hukuman.

Banyak juga permintaan bantuan yang disampaikan kepada Lukman. Ustaz Hasan, misalnya, meminta modal supaya istrinya bisa berjualan nasi goreng. “Sebagai akademisi, itu di luar kemampuan saya. Tapi alhamdulillah, ada orang yang mau membantu Ustaz Hasan dan usaha nasi gorengnya berjalan hingga saat ini,” katanya.

Mengubah ideologi


Setelah benar-benar mendapat kepercayaan, Lukman melakukan pendampingan untuk mengubah ideologi mereka. “Kami sisir satu demi satu pemahaman mereka. Orang kalau sudah percaya dengan kita, tanpa kita sentuh ideologinya, dia sendiri akan berubah,” tuturnya.

Benar saja, para napiter itu akhirnya mau mengikuti polapola interaksi beragama seperti yang diajarkan Lukman. Pemerintah pusat merespons cara Lukman. Terbentuklah nama komunitas Kafilah Perdamaian. “Nama Kafilah Perdamaian itu mereka yang usulkan,” katanya.

Secara keseluruhan anggota Kafi lah Perdamaian kini sudah sebanyak 104 orang. Namun, yang telah menyatakan siap dan bersedia menjadi Kafilah Perdamaian dengan rutin
mendatangi keluarga MIT baru enam orang, termasuk Ustaz Hasan. Kafi lah Perdamaian juga sering diundang perguruan tinggi dan pihak berkepentingan sebagai narasumber.

Ustaz Hasan selaku Amir Kafilah Perdamaian yang dihubungi terpisah menyampaikan harapannya agar pemerintah dan masyarakat dapat menerima bekas napiter yang telah menjalani hukuman untuk mendapatkan kehidupan normal.

“Satu hal lagi yang menjadi ha rapan kami ialah bagaimana pemerintah dapat melibatkan mantan napiter dalam kegiatan pembangunan sesuai dengan kemampuan mereka,” imbuh
Hasan.

Apa yang diharapkan Ustaz Hasan sudah masuk program pemerintah. Desember lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafl i Amar bahkan datang langsung mengunjungi lima mantan napiter yang menjadi peternak ayam petelur di Desa Poso Pesisir, Kelurahan Tabalu, Kabupaten Poso.

Kelima mantan napiter tersebut ialah Supriadi alias Upik Pagar, Arifuddin Lako alias Iin Brur, Daeng Pasau, Rafly alias Papa, serta Andang alias Ramdahan. Mereka telah menyatakan setia kepada NKRI.

Selain bersilaturahim dengan para napiter, Kepala BNPT meninjau sekeliling lokasi peternakan serta kegiatan apa saja dilakukan di sana. Boy Rafl i juga memberikan bantuan satu sepeda motor dengan bak terbuka untuk mendukung kegiatan operasional usaha ayam petelur.

Bantuan tersebut merupakan bagian dari program deradikalisasi yang digagas Subdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT. Kepala BNPT menjajal dulu kemampuan motor sebelum diberikan. “Silakan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk aktivitas peternakan. Semoga bermanfaat dan jangan lupa isi bensin,” ujarnya.

Arifudin Lako yang menerima motor mewakili teman-temannya berjanji akan memelihara dan menggunakan untuk memajukan usaha. Dirinya juga berjanji akan menjaga keamanan dan perdamaian di Poso. (Ant/N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya