Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BABAK baru dimulai. Nusa Tenggara Timur bertekad mengatasi ketinggalan di sektor pertanian dan peternakan. Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat memimpin. Ia meneriakkan
kemandirian.
“Pembangunan di NTT sedang didesain kembali dengan benar di semua sektor. Di sektor pertanian dimulai dari penyiapan benih, pengolahan lahan, anggaran, penanaman, perawatan, panen, dan pemasaran,” ungkapnya.
Bagi Viktor, pembangunan daerah tidak boleh dilakukan dengan cara lama karena hasilnya tidak maksimal. Ke depan, pembangunan harus dibarengi dengan inovasi dan kreativitas mengelola sumber daya yang ada dan peningkatan sumber daya manusia.
“Kalau mau maju, ciptakan cara kerja yang inovatif dan kreatif,” tandasnya.
Di bidang peternakan, NTT berupaya menekan impor pakan dengan membangun pasokan pakan sendiri. Jika sudah mampu menghasilkan pakan sendiri, harga ayam akan turun.
Hari-hari ini, harga daging dan telur ayam di daerah itu masih tinggi. Jika di Jawa daging ayam dijual Rp32 ribu, di NTT bisa mencapai Rp45 ribu per kilogram. Begitu pun dengan
telor yang dijual di Jawa Rp1.000 per butir, di provinsi itu bisa mencapai Rp2.500-Rp3.000.
Viktor pun mengajak pemerintah daerah berpikir untuk memberdayakan ekonomi masyarakat, bukan terus-menerus berharap uluran tangan dari luar, khususnya pemerintah pusat.
“Karena kebiasaan yang sekian lama dipelihara itu, kadang kita harus keras ke kabupaten. Untuk penyiapan benih kita harus mandiri. Bayangkan jika yang akan Anda makan bahannya ditentukan oleh orang lain,” tandasnya.
Benih lokal
Keinginan sang gubernur juga menjadi tekad Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Lecky Frederich Koli. “Mulai sekarang, tidak ada lagi pengadaan benih pertanian dari luar provinsi. Semua benih harus berasal dari hasil kebun masyarakat lokal,” tegasnya.
Dengan kebijakan itu banyak sisi positif yang bisa dipetik. Yang pertama tentu saja soal anggaran pengadaan benih. Setiap tahun NTT bisa menghemat ratusan miliar rupiah. “Dananya bisa dialihkan untuk membangun ekonomi masyarakat di bidang lain,” sambung Lecky.
Mengapa harus benih lokal? Jawaban atas pertanyaan itu ialah keuntungan kedua yang bisa dipetik NTT. “Benih lokal sudah mengalami adaptasi terhadap lingkungan. Terutama suhu yang di NTT yang selalu berkisar 22-32 derajat celsius, juga hama dan persediaan air yang minim,” tambahnya.
Mengandalkan benih dari luar daerah sering kali menimbulkan masalah, bahkan berdampak hukum. Pasalnya, benih tiba dalam kondisi rusak. Lebih parahnya lagi benih datang saat musim tanam sudah lewat. Jika benih tersebut dipaksakan tanam, akan terjadi gagal tumbuh dan panen. “Makanya gubernur selalu omong, kita terus menanam, tetapi tidak pernah
panen,” tandasnya.
Oleh karena itu, dinas pertanian kabupaten dan kota sudah diserahi tugas, sebelum musim tanam tiba, benih sudah ada di petani. Sedikitnya 70 penangkar sedang bekerja menyiapkan berbagai jenis benih sejak awal tahun ini.
Benih yang akan ditanam di musim hujan diproduksi di musim kemarau. Sebaliknya, benih untuk kebutuhan musim kemarau disiapkan di musim hujan.
Atas kesadaran itu, pilihan melakukan kemandirian benih tidak bisa ditawar lagi. Tujuannya agar masyarakat mendapatkan yang terbaik dari hasil pertanian mereka.
Kemandirian benih juga demi meningkatkan daya saing produk pertanian di pasaran. Lecky mencontohkan harga bawang putih impor di pasar tradisional yang lebih murah daripada harga bawang merah produksi petani lokal.
Pemicunya biaya produksi yang tinggi. Itu terjadi karena aplikasi sarana produksi yang tidak proporsional. Satu item seperti pemakaian pupuk, kebutuhan pupuk hanya 50 kilogram, tetapi petani membeli 150 kilogram. Ada beban tambahan 100 kilogram itulah yang memengaruhi harga jual bawang.
Karena itu, dinas pertanian sedang menyiapkan big data yang mengatur pemakaian sarana produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan tiaptiap kawasan pertanian. Tidak boleh
menyeragamkan pemanfaatan sarana produksi lantaran varian struktur tanah antarkabupaten bahkan desa berbeda-beda.
Jika produksi pertanian sudah menggunakan sumber daya yang efi sien, produk yang dihasilkan akan bersaing di pasaran. Inti dari semua itu ialah membangun ketahanan pangan
masyarakat.
“Pembangunan pertanian mesti menemukan inovasi baru menuju efisiensi untuk menghasilkan produk yang lebih signifi kan dari sisi kapasitas produksi,” paparnya. (N-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved