Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
PENAIKAN suku bunga acuan Bank Sentral AS (Fed fund rate/FFR) diyakini menjadi momen untuk meredakan gejolak perekonomian global.
Sejumlah kalangan di Tanah Air mengakui kebijakan The Fed mengerek suku bunga dari 0%-0,25% menjadi 0,25%-0,50% tersebut mampu menstabilkan nilai rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Kini ada kepastian dan dampak buruk sudah berlalu," kata Dirut PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, kemarin.
Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah yang ditransaksikan antarbank menguat 16 poin menjadi 14.054 dibandingkan posisi sebelumnya 14.070 per dolar AS.
IHSG juga menguat 72,51 poin menjadi 4.555,96 dengan transaksi Rp1,136 triliun.
Bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan keputusan The Fed tidak negatif sebagaimana perkiraan semula.
"Dampak positif bagi Indonesia sudah terlihat. Indeks harga saham naik, rupiah menguat, dan ditanggapi (positif) pelaku ekonomi. Sudah ada kepastian."
Hanya, Wapres Jusuf Kalla menengarai penaikan FFR tidak memengaruhi arus investasi riil di Indonesia. Menurut JK, penurunan suku bunga BI pun masih relevan.
"Pengaruh penaikan FFR tidak signifikan karena keuntungan investasi riil di Indonesia yang tinggi hingga 10% masih menjanjikan. Saya tidak mempermasalahkan jika arus investasi sektor keuangan (portofolio) di Indonesia mengalir ke AS. Kita terpengaruh kalau (ada arus keluar) FDI (foreign direct investment) atau investasi riil."
Oleh karena itu, JK tetap pada pendiriannya agar BI menurunkan suku bunga acuannya.
"Tidak mungkin industri manufaktur berkembang kalau bunga tinggi. Tidak ada negara maju bila hanya selalu dilihat dari sektor keuangan."
Di sisi lain, Bank Sentral merespons penaikan FFR dengan mempertahankan BI rate di level 7,5% dengan deposit facility (suku bunga penempatan likuiditas harian perbankan di BI) 5,5% dan lending facility (fasilitas bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas dengan cara menggadaikan surat berharga) sebesar 8%.
"Kami meyakini inflasi tahun ini di bawah 3% dan defisit transaksi berjalan sekitar 2%. Dengan demikian, stabilitas makroekonomi semakin baik," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Juda Agung.
Juda memastikan pihaknya akan mempertimbangkan pelonggaran suku bunga pada Januari 2016 setelah melakukan evaluasi lebih lanjut.
"Kalau hanya melihat sehari too early to assess walau sudah cukup yakin. Kami terus memonitor dampak global terhadap Indonesia."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved