Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Gagal Stabilisasi Harga Gula, DPR Panggil Bulog

Uta/OL-6
17/2/2017 03:15
Gagal Stabilisasi Harga Gula, DPR Panggil Bulog
(ANTARA/Olha Mulalinda)

LANGKAH penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan penyederhanaan jalur impor serta distribusi gula, diyakini mampu menekan rembesan gula impor yang selama ini kerap terjadi. Karenanya DPR merasa perlu memanggil Perum Bulog, sebagai salah satu mata rantai distribusi dan stabilisator.

Dewan menilai, pemerintah perlu mengevaluasi kinerja Bulog yang hingga kini belum berhasil menstabilisasi harga komoditas. Wakil Ketua Komisi IV Inas N Zubir menuturkannya.

“Kami juga akan memanggil Bulog setelah Pilkada berlangsung. Salah satu yang akan kami tanya kenapa harga gula di pasaran tidak stabil. Kalau Bulog tidak mampu menstabilisasi harga, tentu harus ditinjau kembali, apa saja sih yang telah dilakukan Bulog selama ini,” kata Inas kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/2)

DPR juga menilai, pengawasan stok dan alur distribusi dari pabrik BUMN maupun swasta dan gudang milik Bulog pun dibutuhkan, untuk mencegah terjadinya penimbunan dan rantai distribusi yang panjang.

Di sisi lain, pemerintah diminta tetap perlu melakukan operasi pasar untuk memastikan stabilisasi harga gula. Selain itu, untuk mengantisipasi adanya penimbunan gula, Pemerintah perlu meningkatkan pesebaran gula dipasaran. “Gula ini ketahanannya tidak seperti minyak. Dibanjiri saja pasarnya oleh Pemerintah. Pabrik gula juga tidak pada tempatnya menimbun,” lanjutnya.

Anggota Komisi IV lainnya Taufiq R Abdullah menambahkan, peran Bulog sejauh ini dinilainya sangat belum maksimal. Contohnya bukan hanya gula, tapi juga komoditas beras yang menjadi tugas dominan. "Gabah dan beras saja yang menjadi tugas dominannya tidak maksimal. Jadi bisa dibilang di hampir semua produk, peran bulog tidak maksimal," tuturnya.

Terkait impor gula, menurutnya jika demi mengamankan cadangan dan sepanjang tidak merusak pasar dalam negeri, masih diperlukan. Namun, ia meminta fungsi Bulog sebagai stabilisasi harga tetap diminta optimal. "Mestinya Bulog kerja sama dengan perusahaan tebu untuk melakukan pemetaan ketersediaan tebu, sehingga bisa dibaca secara cermat saat kapan terjadi booming dan kekurangan," imbuhnya.

Di kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Nusantara Sugar Community (NSC) Colosewoko menuturkan, penetapan HET gula di level Rp 12.500 per kilogram merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menurunkan sekaligus menjaga kestabilan harga. Hanya saja, hal tersebut tetap perlu dipastikan dengan pemangkasan jalur distribusi dan pengawasan stok di gudang gula.

Ia menilai penetapan HET Gula Kristal Putih (GKP) tidak akan efektif jika persoalan masih tingginya biaya distribusi dan stok gula yang ditahan belum teratasi. Menurutnya, jika biaya distribusi menjadi kendala di pelosok daerah seperti Papua, seharusnya hal ini tak harus terjadi di pula Jawa, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.

Jika masih ada harga gula melebihi HET, ia menenggarai masih adanya stok gula yang tersimpan di gudang-gudang dan belum seluruhnya tersalurkan ke masyarakat.

“Kalau dari perhitungan kami, sisa stok gula tahun lalu (2016-red) saja sebanyak 1,4 juta ton, yang terdiri dari GKP tebu petani sebanyak 800 ribu ton, dan GKP dari rafinasi sebanyak 600 ribu ton. Bila stok itu tersalurkan dengan benar, seharusnya HET yang ditetapkan pemerintah sudah bisa terpenuhi,” ujarnya. (Uta)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya