Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Pendidikan Tinggi bukan Jaminan tidak Terjerat

Fathia Nurul Haq
21/1/2017 11:30
Pendidikan Tinggi bukan Jaminan tidak Terjerat
(Ilustrasi--MI/Duta)

MASIH ingatkah Anda sosok Marwah Daud Ibrahim yang bergelar magister dan doktoral dari The American University of Washington DC tapi justru maju mendukung sepak terjang Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Bukan satu-dua orang saja yang tertipu ulah Taat Pribadi yang diperlihatkan bisa menggandakan uang.

Menurut anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono, pendidikan yang tinggi ternyata tidak menjamin seseorang cukup cerdas untuk tidak tergiur investasi bodong.

Artinya, sosok seperti Marwah merupakan kasus yang jamak.

Inilah yang menyebabkan meskipun angka literasi keuangan membaik, kasus investasi bodong tetap marak.

"Meskipun literasinya meningkat cukup tinggi berdasarkan hasil survei, ada hal-hal yang tidak apple to apple, karena ada yang meski pemahamannya sudah cukup memadai, tetap ada keinginan untuk berspekulasi," tutur wanita yang akrab disapa Titu itu dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, kemarin.

Spekulan investasi rupanya memiliki disparitas yang tinggi, tidak terkecuali mereka yang berijazah pendidikan tinggi.

"Itu semua di-trigger keinginan mendapatkan imbal hasil sebesar-besarnya. Kita jadi lupa risiko yang besar itu," sambung Titu.

Tak tanggung-tanggung, sejak 2013 sampai 2016, Financial Customer Care yang digawangi OJK telah menerima 801 laporan dari masyarakat mengenai 484 entitas yang diduga menggelar praktik investasi bodong.

Dari jumlah itu, menurut Titu, sebanyak 217 entitas telah ditindaklanjuti melalui monitoring dan pengamatan secara bertahap. Sisanya terbentur minimnya info yang diterima.

Tak terhitung jumlah kerugian masyarakat akibat praktik investasi bodong.

Karena itu, sosialisasi terus dilakukan OJK guna mencegah korban lebih banyak.

Titu menjelaskan mayoritas korban investasi bodong memang berasal dari Jakarta.

Namun, di daerah, korbannya mayoritas berasal dari kalangan berpenghasilan menengah ke bawah yang rentan miskin.

Inilah yang mendorong sosialisasi terus diperluas. Pada 2016 sosialisasi dilakukan di 26 kota.

Titu berjanji di tahun ini 32 kota akan mendapat sosialisasi langsung dari OJK.

Lantas bagaimana dengan yang sudah kadung terjerat rayuan investasi bodong?

"Kita hati-hati karena kita ingin melindungi konsumen supaya tidak terpikat karena mudah diakses investasi bodong. Sangat mudah melakukan transaksi karena iming-imingnya menarik."(Fathia Nurul Haq/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya