Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
KEPALA Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan kewajiban pembayaran surat utang berdenominasi valuta asing (global bonds) pemerintah Indonesia melonjak tajam menjadi US$1,59 miliar atau senilai Rp25,95 triliun (kurs Rp16.323) pada Juli 2025. Hal itu memberi tekanan signifikan terhadap posisi cadangan devisa nasional.
Ia menuturkan, penurunan cadangan devisa Indonesia disebabkan oleh kewajiban pembayaran utang luar negeri pemerintah serta intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Intervensi itu dilakukan dengan menjual dolar AS guna meredam tekanan dari ketidakpastian global yang masih tinggi.
"Pembayaran global bonds pemerintah pada Juli 2025 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Juni 2025 dengan nilai US$470 juta (Rp7,67 triliun)," ungkapnya.
Meski BI menyebut cadangan devisa Indonesia masih berada dalam kategori aman, Josua mengingatkan dinamika global yang masih menjadi tantangan. Penerapan kebijakan tarif timbal balik oleh Amerika Serikat mulai diperkirakan akan menekan kinerja ekspor Indonesia, sekaligus berpotensi memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada paruh kedua 2025.
Penurunan tarif AS atas produk Indonesia dari 32% menjadi 19% diharapkan mampu meredam sebagian dampak negatif dari potensi memanasnya kembali ketegangan dagang global (Trade War 2.0), mengingat AS adalah mitra dagang ekspor terbesar kedua Indonesia.
Dari sisi ekspor, lonjakan pengiriman barang pada semester pertama 2025 yang terjadi akibat aksi beli di muka (front-loading) menjelang pemberlakuan tarif baru, diperkirakan akan mengalami normalisasi pada paruh kedua tahun ini. Sementara itu, dari sisi impor, kebijakan tarif 0% terhadap produk asal AS serta komitmen bilateral untuk meningkatkan impor energi, produk pertanian, dan pesawat Boeing, diperkirakan akan mendorong pertumbuhan impor.
Di samping itu, pergeseran strategi perdagangan Tiongkok ke kawasan Afrika dan ASEAN turut menjaga pasokan ekspor global tetap tinggi, yang berkontribusi pada tekanan tambahan terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Kombinasi dari meningkatnya impor dan tekanan terhadap ekspor ini diperkirakan akan menurunkan kontribusi ekspor netto terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Sejalan dengan itu, CAD Indonesia diproyeksikan melebar secara moderat menjadi sekitar 0,87% terhadap PDB pada tahun 2025, dari 0,61% terhadap PDB pada 2024," kata Josua.
Di sisi lain, prospek aliran masuk modal portofolio ke Indonesia tetap menjanjikan dan berpotensi memperkuat posisi cadangan devisa. Sejak awal tahun, pasar obligasi pemerintah mencatatkan aliran dana masuk bersih, didukung oleh fundamental ekonomi domestik yang solid. Selain itu, kebijakan pemerintah dan BI yang pro-pertumbuhan turut menopang sentimen investor di pasar saham. Meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed juga diharapkan mendorong pergeseran sentimen global ke arah risk-on yang berpotensi menguntungkan pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, kepala ekonom Bank Permata itu memperkirakan posisi cadangan devisa Indonesia akan berada pada kisaran US$153–US$157 miliar (Rp2.498–Rp2.562 triliun) hingga akhir 2025. (Ins/E-1)
Cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir Juli 2025 tercatat sebesar US$152 miliar atau sekitar Rp2.482 triliun.
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada April 2025 sebesar US$431,5 miliar atau sekitar Rp7.042 triliun.
Tekanan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan semakin terasa apabila porsi pembayaran pokok dan bunga utang meningkat secara signifikan.
PADA 2024, utang publik global diperkirakan mencapai US$102 triliun. Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok berkontribusi besar terhadap meningkatnya jumlah utang. Indonesia?
MANAJER Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi menilai ada anomali dalam pengelolaan fiskal Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved