Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
RENCANA Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mengambil alih tanah-tanah menganggur milik masyarakat menuai kritik dari Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga, serta bertentangan dengan prinsip perlindungan konsumen dan keadilan sosial.
"Pemerintah seharusnya tidak gegabah mengambil kebijakan yang mengancam
hak konstitusional dan rasa aman masyarakat atas kepemilikan tanah," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (7/8).
Menurutnya, alih-alih mengambil alih tanah rakyat, pemerintah seharusnya membenahi terlebih dahulu ribuan aset negara yang terbengkalai, termasuk tanah-tanah milik negara yang tidak dimanfaatkan serta rumah dinas yang dibiarkan kosong dan rusak.
"Ada ribuan hektare tanah milik negara yang tidak produktif, rumah dinas yang terbengkalai, bahkan sebagian justru jadi sumber konflik agraria. Ini belum dibenahi, kok malah rakyat yang dibebani," tambah Mufti.
Dari perspektif hukum dan konstitusi, rencana Kementerian ATR/BPN
terkait pengambilalihan tanah merujuk pada prinsip land reform atau reformasi agraria dan pengaturan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UU Pokok Agraria (UUPA) No 5/1960, khususnya pasal 6 yang menyatakan semua hak atas tanah mengandung fungsi sosial.
Lalu, mengutip pasal 10 ayat (1), UU itu menyebutkan setiap pemegang hak atas tanah pertanian wajib mengusahakan tanahnya secara aktif, baik sendiri maupun melalui pihak lain. Selain itu, Pasal 27 menyatakan hak milik atas tanah dapat hapus jika tanah tersebut ditelantarkan.
Namun demikian, menurut BPKN, pelaksanaan pasal-pasal tersebut tidak boleh mengabaikan prinsip keadilan substantif dan perlindungan hak konstitusional warga negara. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak memiliki milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang. Dus, pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebut bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Mufti menegaskan bila tanah tidak dikuasai secara fisik, belum tentu ditelantarkan. Banyak masyarakat sengaja menyimpan tanah untuk keperluan anak-cucu, untuk diwariskan, atau karena belum memiliki cukup modal untuk membangun.
"Apakah hal-hal itu bisa disebut melanggar hukum? Kami tidak sepakat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Mufti menuding pelabelan tanah terlantar kerap menjadi celah bagi penyerobotan tanah atau mafia tanah, yang justru merugikan masyarakat.
Membantah
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN Asnaedi membantah isu mengenai tidak berlakunya girik, verponding atau harta tetap, dan letter c atau bukti atas kepemilikan tanah di suatu wilayah secara turun-temurun yang belum bersertifikat mulai 2026 akan diambil negara.
"Jadi, informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu tidak benar," ucapnya dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
Asnaedi menuturkan, sedari dulu, girik, verponding, dan bekas hak lama lainnya bukan menjadi alat bukti kepemilikan tanah, namun dapat menjadi petunjuk bahwa di dalam sebidang tanah itu dulunya adanya bekas kepemilikan hak/hak adat.
Hal Ini, lanjutnya, seperti tertuang pada UU No 5/1960, bekas hak lama seperti girik ini dapat dilakukan pengakuan, penegasan, dan konversi sesuai peraturan.
Asnaedi menekankan negara tidak melakukan perampasan tanah, bagi tanah yang masih memiliki girik dan bekas hak lama lainnya.
"Kalau itu giriknya ada, tanahnya ada, ia juga tetap menguasai tanah miliknya, ya enggak ada kaitannya itu diambil oleh negara,” jelasnya.
Berdasarkan PP No 18/2021 dalam Pasal 96, dinyatakan alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan, wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Sehubungan dengan itu, jika dihitung sejak terbitnya PP tersebut, pada 2026 seharusnya sudah terdaftar semua tanah-tanah bekas milik adat.
Dirjen PHPT berharap, masyarakat semakin terdorong untuk segera mendaftarkan tanahnya agar memperoleh sertipikat sebagai bukti kepemilikan yang sah dan diakui negara. Menurutnya, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kepastian hukum di bidang pertanahan secara menyeluruh.
"Kami harapkan masyarakat tidak perlu khawatir. Justru ini jadi momentum agar masyarakat segera mensertifikasikan tanahnya. Negara hadir untuk memberikan kepastian hukum, bukan mengambil hak masyarakat," pungkas Asnaedi. (Ins/E-1)
Dia juga mengatakan bahwa TNI akan terus memberikan kontribusi terbaik demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Kebakaran melanda lahan kosong di Depok yang digunakan warga untuk pembuangan sampah.
Dalam pendampingan itu, mereka berhasil menghidupkan lahan tidur, sehingga mampu memperoleh produktivitas hingga 6-7 ton per ha.
GUBERNUR Jateng Ganjar Pranowo, bersama Kapolda Jateng Ahmad Luthfi, Pangdam IV Diponegoro Widi Prasetijono dan Perum Perhutani, menjalin kemitraan untuk ketahanan pangan daerah.
PENJABAT (Pj) Bupati Lembata, NTT, Marsianus Jawa, mengaku sulit mengatasi defisit ABPD II, yang disebabkan pinjaman daerah PEN yang bergulir akhir 2022.
LEBIH dari 850 ribu hektare lahan di luar kawasan hutan atau Area Penggunaan Lain (APL) di Provinsi Kalimantan Selatan belum belum terdaftar, terpetakan, dan belum tersertifikasi secara resmi.
Semua pembangunan, baik di Jawa maupun luar Jawa, selalu berawal dari satu hal, lahan. Kalau status lahan tidak jelas, tidak akan ada yang berani membangun.
Kementerian ATR/BPN menargetkan predikat A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) .
Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya, menekankan pentingnya adopsi teknologi survei dan pemetaan secara masif
International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 dinilai menjadi tonggak penting penguatan kolaborasi pembangunan infrastruktur nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved