Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Backlog Capai 9,8 Juta Keluarga, Fahri Hamzah: Krisis Perumahan Mengkhawatirkan

 Gana Buana
07/8/2025 18:47
Backlog Capai 9,8 Juta Keluarga, Fahri Hamzah: Krisis Perumahan Mengkhawatirkan
Wamen PKP, Fahri Hamzah.(Dok. MI)

INDONESIA tengah menghadapi krisis backlog perumahan yang dinilai semakin serius. Pemerintah menyebut sekitar 9,8 juta keluarga belum memiliki rumah sendiri, dengan 6 juta di antaranya tinggal di hunian tidak layak.

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP), Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa krisis perumahan di Indonesia sudah berada pada level yang mengkhawatirkan. Dari 9,8 juta keluarga yang belum memiliki rumah sendiri, sekitar 6 juta hidup dalam kondisi yang lebih buruk karena tinggal di hunian yang tidak layak secara struktural maupun sanitasi.

“Jika dikalkulasikan dengan rata-rata 3,2 orang per keluarga, maka lebih dari 50 juta jiwa di Indonesia hidup tanpa rumah milik sendiri,” ujar Fahri dalam pernyataannya, Kamis (7/8).

Fahri menyebut pemerintah tidak tinggal diam. Negara, kata dia, mengambil alih peran strategis yang selama ini lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar.

Ia menyoroti bahwa sistem data yang tidak sinkron, pendekatan pembangunan yang keliru, serta lemahnya peran negara dalam menjembatani kebutuhan dan penyediaan rumah menjadi penyebab utama banyaknya rumah yang tidak terserap oleh masyarakat.

Sebagai langkah nyata, pemerintah telah mengalokasikan anggaran hingga Rp47 triliun untuk memperbaiki rumah-rumah tidak layak di perdesaan, menata kawasan kumuh termasuk wilayah pesisir, serta membangun rumah vertikal di perkotaan.

Target pembangunan satu juta unit rumah vertikal per tahun telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional. Proyek ini akan didukung oleh Bank Tanah dan BUMN untuk pengadaan lahan serta pemangkasan hambatan birokrasi.

Fahri juga menekankan pentingnya reformasi data melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sektoral Nasional (DTSEN), agar program bisa tepat sasaran dan menjangkau kelompok rentan secara menyeluruh.

“Presiden melihat perumahan sebagai alat strategis untuk mengatasi ketimpangan sosial. Ini bukan hanya soal papan, tapi soal keadilan. Negara hadir untuk memperbaiki keseimbangan antara kepentingan pasar dan kepentingan rakyat,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Fahri menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto tetap memegang teguh komitmennya untuk membangun tiga juta rumah bagi rakyat Indonesia.

“Ini adalah janji Presiden kepada rakyat yang mengikat secara etis dan konstitusional. Tidak bisa ditarik kembali. Kita semua harus menjaga semangat bahwa proyek besar ini nyata, sedang dipersiapkan, dan akan dijalankan,” ucap Fahri.

Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil, untuk bersinergi dalam menyukseskan agenda besar ini.

“Kita sedang membangun masa depan. Bukan hanya rumah, tapi martabat dan harapan jutaan warga negara,” tegasnya.

Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) DKI Jakarta menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penyediaan hunian layak dan terjangkau di kawasan urban, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Masyarakat Berpenghasilan Tertentu (MBT).

Dalam forum Musyawarah Daerah (MUSDA) REI DKI Jakarta 2025, Ketua DPD REI DKI Jakarta, Arvin F. Iskandar menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif antara pemerintah dan swasta guna memperkuat ekosistem perumahan nasional. Ia menilai penyediaan hunian tidak bisa dipisahkan dari dinamika sosial, gaya hidup urban, dan kebutuhan komunitas.

“Penting bagi kita untuk tidak semata-mata membangun fisik rumah, tetapi juga membangun ekosistem yang berkelanjutan, yang mengedepankan konektivitas, aksesibilitas, serta keterjangkauan jangka panjang bagi masyarakat urban,” jelas Arvin.

Sebagai bentuk komitmen konkret, REI DKI Jakarta akan menyusun policy brief berisi rekomendasi substantif kepada pemerintah daerah guna mempercepat program pembangunan satu juta rumah di perkotaan. Dokumen ini akan mencakup simplifikasi birokrasi dan percepatan sertifikasi tanah.

Dalam forum tersebut, REI DKI Jakarta juga menyoroti rendahnya penetrasi sektor properti ke pasar modal. Dari sekitar 500 anggota REI Jakarta, baru 1% yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia. Untuk itu, REI menggagas pembentukan Jakarta Real Estate Fund senilai Rp100 triliun.

Dana ini ditujukan untuk mendorong IPO pengembang lokal, revitalisasi pasar tradisional, pengembangan pusat logistik dan perdagangan, serta pembangunan pusat data dan perumahan skala besar di Jakarta dan sekitarnya.

“Langkah-langkah yang kami dorong ini tidak hanya dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan fisik, tetapi juga sebagai upaya strategis untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis kelas dunia yang efisien, terintegrasi, dan terbuka bagi investasi,” tutup Arvin. (Z-10)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya