Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENGAMAT energi Hanifa Sutrisna mengingatkan salah satu hal yang perlu diwaspadai pemerintah dalam persoalan sumur minyak rakyat adalah keterlibatan sejumlah oknum, baik dari kalangan pejabat maupun regulator. Mereka diduga memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap praktik penambangan ilegal.
Hanifa menekankan bisnis ilegal ini kerap lebih menggoda dibandingkan bisnis legal, karena selisih harga beli yang lebih murah dan potensi keuntungan yang tinggi saat dijual ke pengumpul minyak ilegal.
"Oknum-oknum ini patut diwaspadai, karena bisnis yang ilegal ini biasanya kan lebih menggiurkan daripada bisnis yang legal," ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (1/7).
Pemerintah, katanya, telah mengidentifikasi keberadaan lebih dari 4.500 sumur minyak ilegal yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, berdasarkan catatan Hanifa, sekitar 1.434 sumur memiliki rata-rata produksi mencapai 3.142 barel per hari (BOPD). Ini merupakan angka yang cukup besar jika dikelola dengan baik.
Hanifa lebih lanjut menyoroti hal yang paling memprihatinkan dari maraknya sumur ilegal adalah berbagai risiko keselamatan dan dampak lingkungan yang menyertainya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lokasi-lokasi tersebut kerap diabaikan.
Banyak sumur dikelola tanpa prosedur standar.
Selain itu, sebagian besar peralatan yang digunakan pun merupakan barang eks-proyek yang sudah usang dan tidak layak pakai. Hal ini memperbesar tingkat risiko teknis dalam operasional, jika dibandingkan dengan sumur yang dikelola secara resmi oleh Pertamina.
"Sehingga, tak jarang terjadi insiden serius seperti kebakaran dan ledakan akibat kebocoran gas yang tidak tertangani dengan baik," ucap Ketua Umum National Corruption Watch (NCW) itu.
Selain persoalan teknis dan lingkungan, aspek hukum juga menjadi perhatian. Banyak masyarakat yang melakukan pengeboran tanpa memiliki keahlian memadai. Akibatnya, muncul lubang-lubang bor yang tidak terkendali dan berisiko melepaskan gas berbahaya. Potensi bencana bisa meningkat, terlebih bila masyarakat sekitar masih menggunakan sistem pembakaran terbuka di area pertanian atau hutan.
Untuk itu, Hanifa menekankan pentingnya penataan ulang sistem perizinan eksplorasi minyak rakyat agar setara dengan standar industri berisiko tinggi. Pemerintah juga perlu menindak tegas oknum-oknum yang terindikasi melindungi atau terlibat dalam praktik sumur ilegal, mulai dari pemberian peringatan administratif hingga tindakan hukum sesuai peraturan institusi yang menaungi mereka.
Sayangnya, dia menilai keterbatasan pengawasan dan adanya intervensi oknum di lapangan kerap menghambat penegakan hukum dan regulasi yang seharusnya berlaku. (H-3)
Dengan adanya legalitas dan pencatatan lifting yang resmi, kita harapkan tambahan produksi bisa mencapai 10.000 hingga 15.000 barel per hari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah strategis menata ulang pengelolaan sumur minyak masyarakat yang selama ini beroperasi secara ilegal.
Bahlil Lahadalia angkat bicara terkait Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang legalitas pengeboran sumur minyak rakyat yang akan berlaku pada 3 Juni 2025 mendatang.
Untuk diketahui, Jumat dini hari pekan lalu, dua lokasi pengeboran minyak ilegal dalam kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sulatan Thaha Syaifuddin (Senami), meledak dan terbakar.
Peristiwa kebakaran dua sumur minyak ilegal dalam Tahura Senami tersebut, sebut Amin, sedang diusut oleh Tim Reskrim Polres Batanghari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved