Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

30 Tahun Digitalisasi Ekspor Impor, Transformasi Besar Sistem Kepabeanan

Naufal Zuhdi
26/6/2025 00:48
30 Tahun Digitalisasi Ekspor Impor, Transformasi Besar Sistem Kepabeanan
Digitalisasi ekspor-impor Indonesia telah menempuh perjalanan panjang selama 30 tahun, sejak dimulainya Pertukaran Data Elektronik (PDE) pada 1 Juni 1995. Inisiatif ini menandai transformasi besar dalam sistem kepabeanan nasional yang sebelumnya didominasi(Dok. PT Electronic Data Interchange Indonesia)

DIGITALISASI ekspor-impor Indonesia telah menempuh perjalanan panjang selama 30 tahun, sejak dimulainya Pertukaran Data Elektronik (PDE) pada 1 Juni 1995. Inisiatif ini menandai transformasi besar dalam sistem kepabeanan nasional yang sebelumnya didominasi oleh proses manual dan lambat.

Perjalanan digitalisasi ini diawali oleh kehadiran PT Electronic Data Interchange Indonesia (EDII), anak perusahaan dari PT Pelabuhan Indonesia (Persero), sebagai pelopor penyedia solusi pertukaran data digital untuk kegiatan ekspor impor. Seiring waktu, evolusi teknologi menghadirkan berbagai sistem pendukung, mulai dari EDI Enabler, I-Plus, hingga eXtreme dan X2 (eXpert eXchange), yang memanfaatkan konektivitas internet untuk meningkatkan efisiensi layanan kepabeanan.

Puncak transformasi digital ditandai dengan pembentukan Lembaga Nasional Single Window (LNSW) pada tahun 2007. LNSW menghadirkan sistem integrasi layanan perizinan ekspor-impor lintas kementerian dan lembaga dalam satu atap melalui platform Indonesia National Single Window (INSW).

Sejak peluncuran Sistem CEISA (Customs Excise Information System and Automation) pada 2013, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus memperluas kapasitas digitalnya. Kini, CEISA 4.0 mampu melayani lebih dari 500.000 pengguna secarasi simultan, naik signifikan dari hanya 5.000 pengguna saat awal diluncurkan.

Menurut Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai, Rudy Rahmadi, transformasi digital bukan hanya soal sistem, tetapi juga soal mengubah pola pikir dan budaya kerja.

"Kami telah meninggalkan banyak proses manual," ujarnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Rabu (25/6).

Namun, digitalisasi belum sepenuhnya merata. Harry Wibowo dari Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) mengungkapkan banyak sistem masih berjalan sendiri-sendiri (silo) dan belum memiliki konektivitas real-time, bahkan masih bergantung pada dokumen fisik dalam proses penting. Ia menyarankan adanya antarmuka terpadu seperti QRIS di sektor keuangan untuk mendorong efisiensi lintas sistem.

Adapun masalah lain datang dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Menurut Sekjen Asosiasi Forwarder dan Logistik Indonesia (ALFI) Trismawan Sanjaya, masih banyak UMKM yang belum siap mengadopsi sistem digital, berbeda dengan perusahaan besar yang sudah lebih mapan.

Sementara itu, kehadiran Intercommerce Network Service, Filipina, Francis Nornan Lopez menegaskan Indonesia menjadi pelopor digitalisasi perdagangan di Asia Tenggara. Kolaborasi antara EDII dan mitra regional telah mendasari terbentuknya ASEAN Single Window, sebuah sistem terpadu lintas negara yang kini menjadi simbol kepercayaan dan integrasi perdagangan internasional.

Direktur PT EDI Indonesia Urip Nurhayat dalam sambutannya menegaskan, 30 tahun ini hanyalah awal dari transformasi yang lebih besar. Tantangan seperti integrasi sistem, sinergi kelembagaan, dan perubahan budaya kerja menjadi fokus utama untuk mewujudkan digitalisasi yang benar-benar menyeluruh dan berkelanjutan.

"Transformasi digital ekspor impor Indonesia masih jauh dari selesai. Kita membutuhkan langkah kolektif, lintas sektor, dan lintas generasi," pungkas Urip. (Fal/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya