Kemnaker Ungkap 6 Provinsi Belum Menetapkan Penaikan UMP 6,5%

Insi Nantika Jelita
11/12/2024 22:10
Kemnaker Ungkap 6 Provinsi Belum Menetapkan Penaikan UMP 6,5%
Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di depan Pendopo Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/11/2024).(ANTARA/Umarul Faruq)

DIREKTUR Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI-JSK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri mengungkapkan sampai malam ini, Rabu (11/12), pukul 20.45 WIB, masih ada enam provinsi yang belum menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum sektoral (UMS) provinsi 2025 minimal 6,5%. 

Provinsi tersebut ialah Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Utara, Papua Pegunungan, Papua Barat, dan Papua Selatan. Padahal, berdasarkan Peraturan Menaker (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan upah minimum 2025 yang ditetapkan pada 4 Desember 2024, para gubernur wajib mengumumkan besaran UMP dan upah minimum sektoral (UMS) provinsi 2025 pada hari ini.

"Sampai dengan pukul 20.45 WIB malam ini ada 6 provinsi yang belum menetapkan UMP dan UMS provinsi," ungkap Indah saat dikonfirmasi Media Indonesia, Rabu (11/12).

Ia menegaskan untuk batas waktu penetapan UMP dan UMS provinsi 2025 sampai hari ini pukul 24.00 WIB. Indah kemudian memastikan semua provinsi yang berjumlah 38 menaikkan upah minimum 2025 minimal 6,5%. Dengan demikian, besaran UMP tahun depan melonjak dibandingkan tahun ini.

"Semua provinsi UMP naik 6,5%, lebih tinggi dibandingkan UMP 2024," ucapnya. 

Dihubungi terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan pihaknya akan terus mengawal implementasi penaikan UMP 6,5% di seluruh provinsi Tanah Air. Dari laporan yang diterima Iqbal, belum semua gubernur menetapkan UMS pada hari ini. Katanya, sejumlah gubernur masih berdiskusi dengan dewan pengupahan provinsi terkait penetapan UMS.

Adapun UMS yang dimaksud ialah sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari sektor lainnya, dan tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan.

"Kami masih kawal kebijakan ini dengan aksi terbatas. Yang kami tahu penetapan seluruh UMS provinsi belum semua. Masih ada gubernur yang berunding. Penetapan UMK juga belum semua selesai," bebernya. 

Menurut Iqbal, kenaikan 6,5% adalah angka moderat yang dapat diterima oleh buruh. Kenaikan upah minimum ini dinilai bukan hanya soal angka, tetapi juga menyangkut keadilan dan kesejahteraan pekerja. 

"Kami mengapresiasi keberanian Presiden Prabowo dalam memihak rakyat pekerja," tegasnya.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan berpendapat kenaikan UMP tidak hanya berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan para pekerja, tetapi juga memberikan dorongan signifikan terhadap daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang meningkat, konsumsi domestik sebagai salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi diharapkan akan turut menguat.  

“Ketika daya beli masyarakat meningkat, konsumsi barang dan jasa juga akan naik. Ini akan memberikan efek langsung pada perputaran roda ekonomi, termasuk di sektor logistik yang menjadi tulang punggung distribusi barang di Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi. 

Akbar menjelaskan sektor logistik akan merasakan dampak positif dari kebijakan ini. Dengan meningkatnya konsumsi, permintaan terhadap pengiriman barang di berbagai wilayah Indonesia diperkirakan akan bertambah, yang pada akhirnya akan meningkatkan aktivitas dan pendapatan di sektor logistik.  

“Logistik adalah sektor yang sangat sensitif terhadap pergerakan konsumsi. Kenaikan UMP ini akan memacu aktivitas pengiriman barang, baik dalam skala kecil maupun besar," pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya