Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
DALAM laporan yang dirilis Permata Bank melalui Permata Institute for Economic Research (PIER) berjudul Economic Outlook 2025 bertajuk Economic Forces at Play: Balancing Domestic Drivers and Global Uncertainty, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,15% di 2025. Konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan masih menjadi pendorong utama perekonomian nasional di tahun depan.
"Proyeksi optimistis ini memberikan dasar kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," ujar Chief Economist Permata Bank Josua Pardede dalam keterangan resminya, Selasa (3/12).
Ekonomi nasional di 2025 diyakini masih dapat memaksimalkan potensi konsumsi rumah tangga, memperkuat diversifikasi ekspor, serta menarik investasi asing langsung. Karena itu, lanjut Josua, dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang sinergis dibutuhkan agar mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
"Kami percaya bahwa memanfaatkan potensi domestik yang dimiliki Indonesia menjadi kunci dalam mengatasi tantangan perekonomian akibat dinamika ekonomi global," tegas Josua.
Di tingkat domestik, inflasi Indonesia diproyeksikan masih berada dalam target Bank Indonesia di 3,12%. Meski ada kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan cukai menjadi 12% pada plastik, rokok, serta minuman manis akan memberikan tekanan terhadap inflasi.
Permata Institute for Economic Research juga memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat di rentang Rp15.200- Rp15.700 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Hal ini didukung oleh aliran investasi langsung dan portofolio yang masuk," imbuh Josua
Selain itu, imbal hasil obligasi diproyeksikan menurun karena kebijakan suku bunga yang lebih rendah dari Bank Indonesia dan The Fed. Menurut Josua, investasi di Indonesia diprediksi akan terus bertumbuh didukung oleh penurunan biaya pinjaman dan kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Meskipun terdapat risiko eksternal seperti tarif perdagangan baru AS dan penguatan inflasi global, Indonesia tetap memiliki prospek pertumbuhan yang positift," kata Josua.
"Hal ini diperkuat dengan inisiatif diversifikasi ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu dan memperkuat daya saing global," pungkas Josua. (Ins/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved