Merugi, Tujuh BUMN harus Direstrukturisasi

Agus Utantoro
19/11/2024 21:44
Merugi, Tujuh BUMN harus Direstrukturisasi
Tol Trans Sumatra, salah satu proyek yang dikerjakan PT Wijaya Karya. BUMN ini merupakan salah satu dari tujuh BUMN yang merugi.(MI/Rudi Kurniawansyah)

TUJUH Badan Usaha Milik Negara (BMUN) dilaporkan mengalami kerugian serius. Ketujuh perusahaan tersebut adalah Krakatau Steel, Bio Farma, Wijaya Karya, Waskita Karya, Jiwasraya, Perum Perumnas, dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia. Akibat kerugian serius tersebut, ketujuh BUMN itu membutuhkan langkah pembenahan dalam beberapa tahun ke depan.

Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Eddy Junarsin, menyatakan bahwa perusahaan sebagai badan usaha milik negara, idealnya harus dapat mandiri dan menghasilkan profit untuk negara.

Namun, kerugian yang dialami oleh tujuh BUMN ini memunculkan pertanyaan tentang status mereka sebagai badan usaha. "Kalau memang badan usaha itu tujuannya untuk melayani publik, maka mungkin seharusnya tidak menjadi badan usaha," ungkap Eddy, Selasa (19/11).

BUMN yang seharusnya menjadi lembaga pelayan publik, alih-alih badan usaha adalah Perum Perumnas dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Eddy menilai diperlukan upaya restrukturisasi untuk menekan kerugian yang dialami ketujuh perusahaan BUMN tersebut.

Menurutnya, pengelompokkan ulang melalui pembentukan holding company di masing-masing sektor yang relevan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban biaya operasional. "Mungkin dikelompokkan ulang. Jadi, seperti holding company untuk masing-masing sektor yang relevan sehingga lebih efisien," kata Eddy.

Menurut dia, jika suatu BUMN tidak dapat survive secara mandiri, badan usaha tersebut perlu dilebur atau bergabung dengan holding company yang akan dibentuk. Penggabungan badan usaha ini tidak lain bertujuan untuk mengefisiensikan biaya operasional perusahaan. “Saya kira solusinya itu merampingkan biaya operasional atau meningkatkan pendapatan,” kata Eddy.

Namun, peningkatan pendapatan belum tentu sesuai hasil yang diharapkan. Hal ini membuat Eddy merasa penyesuaian kembali efisiensi dari biaya operasional lebih memungkinkan untuk dilakukan. “Kalau itu memang tidak dapat diperbaiki, berarti kan perlu direstrukturisasi. Itu memang sesuatu yang perlu kita lakukan dalam bisnis,” ungkap Eddy.

Rencana Menteri BUMN untuk memangkas jumlah perusahaan pelat merah dari 47 menjadi 30 dianggap oleh Eddy sebagai langkah yang patut dicoba. Ia menilai langkah ini bisa membawa dampak positif dalam jangka panjang, terutama jika penggabungan perusahaan di bawah holding company dilakukan secara tepat.

Kendati demikian, ia juga menekankan pentingnya analisis mendalam terkait efektivitas kebijakan tersebut. "Itu sebenarnya patut dianalisis dan dicoba, tapi apakah itu akan berhasil atau tidak, kita tidak bisa menjawab," pungkasnya.

Permasalahan yang dihadapi oleh tujuh perusahaan BUMN ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk memastikan keberlangsungan operasional perusahaan negara.

Efisiensi biaya, pengelompokan ulang, hingga perombakan struktural menjadi langkah-langkah strategis yang harus diambil guna mengurangi beban negara sekaligus meningkatkan kinerja perusahaan. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan BUMN yang lebih sehat secara finansial dan mampu memberikan kontribusi maksimal kepada negara. (N-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya